Askep Dislokasi Sendi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( jeffrey m.spivak et al ,1999)  terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi,  Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.

Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

 

1.2    Tujuan

1.2.1    Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa “dislokasi “ 

1.2.2    Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran  asuhan keperawatan meliputi :

1)    Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian kepada klien dengan dislokasi 

2)      Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan dislokasi

3)      Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan dislokasi

4)    Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan pada dislokasi

1.3    Manfaat

1.3.1    Manfaat Bagi mahasiswa

            Agar mahsiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan muskluskletal dengan diagnosa dislokasi dengan cepat dan tanggap  dan meningkatkan potensi diri sehubungan dengan  penanggulangannya

1.3.2    Manfaat bagi masyarakat

            Agar masyarakat dapat mengethui tindakan atau  intervensi tentang dislokasi dengan cepat dan tanggap

1.3.3    Manfaat bagi institusi pendidikan

            Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan dan menambah wawasan dalam hal pemahaman  perkembangan dan upaya  pencegahan  yang berhubungan dengan gangguan muskluskletal pada penderita dislokasi yang sebaiknya dimulai sedini mungkin.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Pengertian

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi sering di temukan pada orang dewasas dan jarang di temukan pada  anak –anak, biasanya klien jatuh dengan ekerasa dalam keadaan tangan out streched . bagian distal humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior .misalkan oada radius dan ulna mengalami dislokasi pada posterior oleh karna itu brakhialis yang mengalmi robekan pada proseus karanoid .

 

 

2.2    Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2.2.1    Dislokasi kongenital. Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2.2.2    Dislokasi patologik. Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

2.2.3    Dislokasi traumatik. Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

  1. Dislokasi Akut

        Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi

  1. Dislokasi Berulang.

        Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :

  1. Dislokasi Sendi Rahang

Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :

  1. Menguap atau terlalu lebar.
  2. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
  3. Dislokasi Sendi Bahu

        Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).

  1. Dislokasi Sendi Siku

        Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.

  1. Dislokasi Sendi Jari

        Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

  1. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal

        Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.

  1. Dislokasi Panggul

        Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).

7.   Dislokasi Patella

  1. Paling sering terjadi ke arah lateral.
  2. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
  3. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

         Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

2.3    Etiologi

         Dislokasi disebabkan oleh :

2.3.1    Cedera olahraga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2.3.2    Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

2.3.3    Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

2.3.4    Patologis. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital penghubung tulang.

2.3    Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi

 

 

2.6    Manifestasi Klinis

            Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

2.6.1    Nyeri

2.6.2    Perubahan kontur sendi

2.6.3    Perubahan panjang ekstremitas

2.6.4    Kehilangan mobilitas normal

2.6.5    Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

2.6.6    Deformitas

2.6.7    Kekakuan

2.7    Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, hitung trombosit, urinalisasi,dan penentuan gula darAh, BUM dan elektrolit

2.8    Penatalaksanaan

2.8.1    Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

2.8.2    Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

2.8.3    Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

2.8.4    Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

2.8.5    Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

 

 

BAB III

KONSEP ASKEP

1.      Pengkajian

1.1    Identitas klien meliputi nama ,jenis kelamin ,usia ,alamt ,agama ,bahasa yang digunakan ,stattus perkawinan ,pendidikan, pekerjaan,asuransi golongan darah ,nomor registrasi , tanggal dan jam masuk rumah sakit, (MRS) , dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :

1.1.1    Umur , pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak , biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out

1.1.2    Pekerjaan

Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelkaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh , atupun kecelakaan di tempat kerja , kecelakaan industri  dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll

1.1.3    Jenis kelamin

Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .

 1.2   Keluhan utama

         Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri , kelemahan dan kelumpuhan ,ekstermitas , nyeri tekan otot , dan deformitas pada daerah trauma ,untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode PQRS.

 

 1.3   Riwayat penyakit sekarang

         Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas ,kecelekaan industri , dan kecelakaan lain ,seperti jatuh dari pohon atau bangunan , pengkajian yang di dapat meliputi nyeri , paralisis extermitras bawah , syok .

 1.4   Riwayat penyakit dahulu

         Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit ,seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan ,penyakit alinnya seeperti hypertensi ,riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung , anemia , obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien , perlu ditanyakan pada keluarga klien .

 1.5   Pengkajian Psikososial dan Spiritual

         Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan perawat.

Pemeriksaan fisik

         Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)

1.6    Keadaan umum

         Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran ,periksa adanya perubahan tanda-tanda vital ,yang meliputi brikardia ,hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.

1.7    B3 ( brain)

1.7.1    Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis

1.7.2    Pemeriksaan fungsi selebral

Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .

1.7.3    Pemeriksaan saraf kranial

1.7.4    Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring melemah

1.8    B6 (Bone)

1.8.1    Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena

1.8.2    Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas

1.8.3    Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada ramus dan simfisi fubis

1.8.4    Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

Klasifikasi Data

1.9    Data subjektif

1.9.1    Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas

1.9.2    Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat

1.9.3    Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi

1.9.4    Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi    

1.9.5    Klien mengatakan sangat lemas

1.9.6    Klien bertanya-tanya tentang keadaannya

1.9.7    Klien mengatakan susah bergerak

1.10  Data objektif

1.10.1  Klien nampak lemas

1.10.2  Wajah nampak meringis

1.10.3  Keterbatasan mobilitas

1.10.4  Skala nyeri 6 (0-10)

1.10.5  Klien nampak cemas

Analisa Data

Symptom

Etiologi

Problem

DS :

   Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas

   Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat

   Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi    

DO :

      Wajah Nampak meringis

   Skala nyeri 5 (0-10)

      Pembengkakan local

 

 

Diskontuinitas tulang

 

Pergeseran frakmen tulang

 

Nyeri

Nyeri

DS :

   Klien mengatakan sangat lemas

   Klien mengatakan susah bergerak

   Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi

DO :

      Klien nampak lemas

      Keterbatasan mobilitas

 

Adanya trauma

 

Deformitas tulang

 

Gangguan Fungsi Gerak

 

Kerusakan mobilitas fisik

Gangguan  mobilitas fisik

DS :

      Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya

DO :

      Klien nampak cemas

 

Tindakan pengobatan

 

Kurangnya Informasi

Kurang pengetahuan

 

Konflik Interpersonal

 

Ansietas

Ansietas

 

 

         Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
  3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NIC DAN NOC

NO

DIAGNOSA

INTERVENSI

NIC

NOC

 

NYERI AKUT

Definisi   : Sensori yang   tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang   muncul secara aktual atau potensial, kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan..

 

Batasan karakteristik :

–          Laporan secara   verbal atau non verbal

–          Fakta dan observasi

–          Gerakan melindungi

–          Tingkah laku berhati-hati

–          Gangguan tidur   (mata sayu, tampak capek,   sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

–          Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui   orang lain, aktivitas berulang-ulang)

–          Respon autonom   (diaphoresis, perubahan   tekanan darah, perubahan pola   nafas, nadi dan dilatasi pupil)

–          Tingkah laku ekspresif (gelisah, marah,   menangis, merintih, waspada, napas panjang, iritabel)

–          Berfokus pada diri sendiri

–          Fokus menyempit (penurunan persepsi pada   waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

–          Perubahan nafsu   makan dan Minum

 

Faktor yang berhubungan :

–          Agen injury (fisik, biologis, psikologis).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien   dapat mengontrol nyeri dengan indicator :

–          Mengenali faktor penyebab

–          Mengenali onset (lamanya sakit)

–          Menggunakan metode pencegahan

–          Menggunakan metode   nonanalgetik   untuk mengurangi nyeri

–          Menggunakan analgetik   sesuai kebutuhan

–          Mencari bantuan tenaga kesehatan

–          Melaporkan gejala   pada tenaga kesehatan

–          Menggunakan sumber-sumber yang tersedia

–          Mengenali gejala-gejala nyeri

–          Mencatat pengalaman   nyeri sebelumnya

–          Melaporkan nyeri sudah terkontrol

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indicator :

–          Melaporkan adanya nyeri

–          Luas bagian tubuh yang terpengaruh

–          Frekuensi nyeri

–          Panjangnya episode nyeri

–          Pernyataan nyeri

–          Ekspresi nyeri pada wajah

–          Posisi tubuh protektif

–          Kurangnya istirahat

–          Ketegangan otot

–          Perubahan pada frekuensi pernafasan

–          Perubahan nadi

–          Perubahan tekanan darah

–          Perubahan ukuran pupil

–          Keringat berlebih

–          Kehilangan selera makan

MANAJEMEN NYERI

Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.

Intervensi   :

–          Lakukan pengkajian   nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

–          Observasi reaksi   non verbal dari   ketidaknyamanan

–          Gunakan teknik   komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

–          Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

–          Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

–          Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang   ketidakefektifan kontrol nyeri   masa lampau

–          Bantu pasien   dan keluarga untuk   mencari dan menemukan dukungan

–          Kontrol lingkungan   yang dapat mempengaruhi nyeri seperti   suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

–          Kurangi faktor presipitasi

–          Pilih dan   lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi   dan inter personal)

–          Kaji tipe   dan sumber nyeri   untuk menentukan intervensi

–          Ajarkan tentang teknik non farmakologi

–          Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

–          Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

–          Tingkatkan istirahat

–          Kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

 

ANALGETIC ADMINISTRATION

Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri.

Intervensi :

–          Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

–          Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

–          Cek riwayat alergi

–          Pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu

–          Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri

–          Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal

–          Pilih rute   pemberian secara IV,   IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

–          Monitor vital   sign sebelum dan   sesudah pemberian analgetik pertama kali

–          Berikan analgetik   tepat waktu terutama   saat nyeri hebat

–          Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)

 

 

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik   tertentu pada bagian tubuh   atau satu atau   lebih ekstremitas.

 

Batasan karakteristik :

–          Postur tubuh yang tidak stabil

–          Keterbatasan kemampuan untuk melakukan   ketrampilan motorik kasar

–          Keterbatasan kemampuan untuk melakukan   ketrampilan motorik halus

Tidak ada koordinasi gerakan

–          Keterbatasan ROM

–          Kesulitan berbalik

–          Perubahn gaya   berjalan (penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai   berjalan, langkah   sempit,kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral)

–          Penurunan waktu reaksi

–          Bergerak menyebabkan   nafas menjadi pendek

–          Usaha yang   kuat untuk perubahan gerak   (peningkatan perhatian   untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku,   fokus dalam anggapan ketidakmampuan aktivitas)

–          Pergerakan yang lambat

–          Bergerak menyebabkan tremor

 

 

 

 

Faktor yang berhubungan :

–          Pengobatan

–          pembatasan gerak

–          pembatasan gerak

–          Kurang pengetahuan   tentang bersama dengan indikator   klien

–          pembatasan gerak

–          Kurang pengetahuan   tentang bersama dengan indikator   klien

–          Kerusakan persepsi sensori

–          Tidak nyaman, nyeri

–          Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskular

–          Intoleransi aktivitas

–          Depresi mood/cemas

–          Kerusakan kognitif

–          Penurunan kekuatan otot

–          Keengganan untuk   memulai gerak

–          Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan

–          Malnutrisi umum atau selektif

–          Kehilangan integritas   struktur tulang

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat melakukan ambulasi berjalan dengan indikator :

–          Mempertahankan berat badan

–          Melangkah

–          Berjalan lambat

–          Berjalan dengan kecepatan sedang

–          Berjalan dengan kecepatan lebih cepat

–          Berjalan naik tangga

–          Berjalan menuruni tangga

–          Berjalan mendaki

–          Berjalan dengan   jarak yang dekat (keliling kamar)

–          Berjalan dengan   jarak yang sedang     (keluar kamar)

–          Berjalan dengan jarak yang   lebih jauh (mengitari bangsal)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam tingkat mobilitas pasien meningkat dengan indikator:

–          Keseimbangan tubuh

–          Posisi tubuh

–          Gerakan otot

–          Gerakan sendi

–          Kemampuan berpindah

–          Ambulasi: berjalan

–          Ambulasi: kursi roda

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien dapat melakukan gerakan/pergerakakkan fisik dengan indicator : menggerakakkan jari kaki, tangan, leher, bahu, lutut, pinggang, siku dan pergelangan tangan, menggerakan jari   kaki, tangan, leher,   bahu.

TERAPI AKTIVITAS : AMBULASI

Definisi : membantu pasien memulai   aktivitas fisik untuk memperkuat fungsi tubuh selama perawatan dan melindungi dari sakit atau cedera.

Intervensi :

–          Monitoring vital   sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

–          Konsultasikan dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

–          Bantu klien   untuk menggunakan tongkat   saat berjalan dan cegah terhadap cedera

–          Ajarkan pasien   atau tenaga kesehatan   lain tentang teknik ambulasi

–          Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

–          Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan

–          Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan kabutuhan ADL

–          Berikan alat bantu bila pasien memerlukan

–          Ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

EXERCISE THERAPY: JOINT MOVEMENT

–          Tentukan batasan gerakan

–          Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan dan menentukan program latihan

–          Tentukan level gerakan pasien

–          Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan

–          Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan atau aktivitas lindungi pasien dari trauma selama latihan

–          Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk gerakan pasif atau aktif

–          Dorong ROM aktif

–          Instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM pasif dan aktif

–          Bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan ROM aktif

–          Dorong klien untuk menunjukan gerakan tubuh sebelum latihan

 

KECEMASAN/ANSIETAS

Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom ( sumber sering sekali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu,perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat keawaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Batasan karakteristik :

  1. perilaku

–    Penurunan produktivitas

–    Gerakan yang irelevan

–    Melihat sepintas

–    Insomnia

–    Kontak mata yang buruk

–    Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup

–    tampak waspada

–     

  1. afektif

–    gelisah, ketakutan

–    ketakutan

–    rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan

–    khawatir

–    peningkatan rasa yang ketidakberdayaan yang persisten

  1. fisiologis

–    wajah tegang

–    gemetar

–    jantung berdebar-debar

–    peningkatan tekanan darah

factor yang berhubungan

–    kurangnya informasi yang di dapat

–    kurangnya pengetahuan tentang penyakit

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor:

–          Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

–          Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas

–          Ekspresi wajah, bahasa, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya cemas

 

Anciety reduction ( penurunan kecemasan )

Intervensi :

–          Gunakan poendekatan yang menenangkan

–          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

–          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur pengobatan

–          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut

–          Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan takut dan persepisnya terhadapa penyakit yang dia alami

–          Identifikasi tingkat kecemasan pasien

–          Dorong keluarga untuk selalu menemani pasien selama perawatan

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.

            Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

4.2    Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Doengoes, Mariliynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC : Jakarta

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Pamela L.swearingen , (2000) Keperawatan Medikal –Bedah .E/2, jakarta : egc 

Muttaqin.A , (2008) , Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal,Jakarta :EGC

http://www.slideshare.net/ardiartana/savedfiles?s_title=askep-dislokasi&user_login=septianraha

http://ardiartana.wordpress.com/2013/10/31/askep-dislokasi/

http://keperawatanblog.wordpress.com/2013/06/03/7/

ASKEP DISLOKASI

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar