Makalah Askep Ca Paru

BAB  I

PENDAHULUAN

 

1.1        Latar Belakang

          Secara nasional, pembangunan di bidang kesehatan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang pada dasarnya mengarah kepada pencapaian kemampuan untuk hidup sehat dan produktif bagi setiap warga negara agar dapat terwujud derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional kita.

          Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan tersebut, telah disusun suatu sistem kesehatan nasional melalui rencana pembangunan lima tahunan bidang kesehatan sebagai sub sistem dari Rencana Pembangunan  Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK).

1.2        Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini tentang Askep Ca Paru

 

1.3    Ruang lingkup Masalah

Untuk membatasi pembahasan makalah penulis hanya menjelaskan tentang Askep Ca Paru

 

 

 

 

1.4        Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

  1. Untuk menjelaskan pengkajian pasien pada dengan Ca Paru.
  2. Untuk menjelaskan diagnose keperawatan pasien gangguan Ca Paru.
  3. Untuk menjelaskan perencanaan pasien Ca Paru
  4. Untuk menjelaskan evaluasi pasien dengan Ca Paru

1.4.2 Tujuan Khusus

  1. Dapat mengkaji  keperawatan pada pasien dengan Ca Paru.
  2. Dapat menyusun rencana keperawatan terhadap pasien dengan Ca Paru.
  3. Dapat melaksanakan implementasi keperawatan terhadap pasien dengan Ca Paru.
  4. Dapat mengevaluasi hasil keperawatan yang telah diberikan pada pasien Ca Paru.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN CA PARU

 

Konsep Dasar Medik

1       Pengertian.

          Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).

          Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

2       Etiologi.

          Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :

2.1    Merokok.

          Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

 

2.2    Radiasi.

          Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

2.3    Kanker paru akibat kerja.

          Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.

2.4    Polusi udara.

          Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

2.5    Genetik.

          Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni

  • Proton oncogen.
  • Tumor suppressor gene.
  • Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.

          Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

Predisposisi                                                   Gen supresor tumor

Inisitor

 

                                                                        Delesi/ insersi

Promotor

 

                                                                        Tumor/ autonomi

Progresor

 

 

                                                                        Ekspansi/ metastasis

 

2.6    Diet.

          Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

3       Klasifikasi.

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :

Karsinoma Bronkogenik.

3.1    Karsinoma epidermoid (skuamosa).

          Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

3.2    Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).

          Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.

3.3    Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).

          Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. 

3.4    Karsinoma sel besar.

          Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.

3.5 Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

3.6 Lain – lain.

3.6.1 Tumor karsinoid (adenoma bronkus).

3.6.2 Tumor kelenjar bronchial.

3.6.3 Tumor papilaris dari epitel permukaan.

3.6.4 Tumor campuran dan Karsinosarkoma

3.6.5 Sarkoma

3.6.6 Tak terklasifikasi.

3.6.7 Mesotelioma.

3.6.8 Melanoma.

(Price, Patofisiologi, 1995).

4       Manifestasi Klinis.

4.1    Gejala awal.

Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.

4.2 Gejala umum.

4.2.1 Batuk

         Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

4.2.2 Hemoptisis

         Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.

2.4.3 Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

5       Patofisiologi.

          Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

          Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat  berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.

          Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

6       Pemeriksaan Dignostik.

6.1 Radiologi.

6.1.1 Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

6.1.2 Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

6.2    Laboratorium.

6.2.1 Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

6.2.2 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

6.2.3 Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

6.3    Histopatologi.

6.3.1 Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

6.3.2 Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

6.3.3 Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.

6.3.4 Mediastinosopi.

Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

 

 

6.3.5 Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

6.4    Pencitraan.

6.4.1 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

6.4.2 MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

7       Penatalaksanaan.

7.1    Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

7.1.1 Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.

7.1.2 Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

7.1.3 Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

 

 

 

7.1.4 Supotif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

7.2    Pembedahan.

          Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

7.2.1 Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

7.2.2 Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

7.2.3 Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

7.2.4 Resesi segmental.

Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.

7.2.5 Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).

7.2.6 Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

7.3    Radiasi

          Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

7.4    Kemoterafi.

          Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.

1.      Pengkajian.

1.1    Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).

1.1.1  Aktivitas/ istirahat.

Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,

              dispnea karena aktivitas.

Tanda  : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

1.1.2  Sirkulasi.

Gejala : JVD (obstruksi vana kava).

              Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).

              Takikardi/ disritmia.

              Jari tabuh.

1.1.3  Integritas ego.

Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan

              Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.

Tanda  : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.

1.1.4  Eliminasi.

Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).

Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan   hormonal, tumor epidermoid)

1.1.5  Makanan/ cairan.

Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan

makanan.

 Kesulitan menelan

Haus/ peningkatan masukan cairan.

Tanda  : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)

Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).

1.1.6  Nyeri/ kenyamanan.

Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu

pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.

Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)

Nyeri abdomen hilang timbul.

1.1.7  Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau

produksi sputum.

Nafas pendek

Pekerja yang terpajan polutan, debu industri

Serak, paralysis pita suara.

Riwayat merokok

Tanda  : Dispnea, meningkat dengan kerja

Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)

Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).

Hemoptisis.

1.1.8  Keamanan.

Tanda  : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)

Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

1.1.9  Seksualitas.

Tanda  : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel

besar)

Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

 

 

1.1.10       Penyuluhan.

      Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis

Kegagalan untuk membaik.

1.2    Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

1.2.1 Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.

1.2.2 Frekuensi dan irama jantung.

1.2.3 Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).

1.2.4 Pemantauan tekanan vena sentral.

1.2.5 Status nutrisi.

1.2.6 Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.

1.2.7 Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1). Aktivitas atau istirahat.

Gejala    : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.

2). Sirkulasi.

Tanda    : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.

 

3). Eliminasi.

Gejala    : menurunnya frekuensi eliminasi BAB

Tanda    : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine

                Bisng usus, samara atau jelas.

4). Makanan dan cairan.

Gejala    : Mual atau muntah

5). Neurosensori.

Gejala    : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.

6). Nyeri dan ketidaknyamanan.

Gejala    : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri

Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insis atau efek – efek anastesi.

2.      Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan.

2.1    Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

2.1.1  Kerusakan pertukaran gas

Dapat dihubungkan :

Hipoventilasi.

Kriteria hasil :

–         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

–         Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.

Intervensi :

a)      Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.

Rasional    : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.

b)     Catat ada  atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.

Rasional    : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor. 

c)      Kaji adanmya sianosis

Rasional    : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.

 

d)     Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi

Rasional    : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

e)      Awasi atau gambarkan seri GDA.

Rasional    : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

2.1.2  Bersihan jalan nafas tidak efektif.

                        Dapat dihubungkan :

– Kehilangan fungsi silia jalan nafas

– Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.

– Meningkatnya tahanan jalan nafas

Kriteria hasil :

– Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.

– Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

– Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

– Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.

 

 

Intervensi :

a)   Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional    : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

b)   Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.

Rasional    : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.

c)   Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.

Rasional    : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d)   Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.

Rasional    : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.

e)   Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

Rasional    : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

2.1.3  Ketakutan/Anxietas.

Dapat dihubungkan :

– Krisis situasi

– Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.

– Faktor psikologis.

Kriteria hasil :

– Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.

– Mengakui dan mendiskusikan takut.

–  Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.

–  Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.

Intervensi :

a)   Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.

Rasional    : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

 

b)   Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.

Rasional    : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.

c)   Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.

Rasional    : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

d)   Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.

Rasional    : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.

e)   Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Rasional    : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

2.1.4  Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

– Kurang informasi.

– Kesalahan interpretasi informasi.

– Kurang mengingat.

 

Kriteria hasil :

–         Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.

–         Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

–         Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.

–         Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

Intervensi :

a)      Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.

Rasional    : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.

b)     Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Rasional    : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.

c)      Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.

Rasional    : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.

d)     Berikan pedoman untuk aktivitas.

Rasional    : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

2.2    Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

2.2.1  Kerusakan pertukaran gas.

Dapat dihubungkan :

– Pengangkatan jaringan paru

– Gangguan suplai oksigen

– Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).

Kriteria hasil :

– Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.

– Bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi :

a)      Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.

Rasional    : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.

b)     Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.

Rasional    : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.

c)      Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat

Rasional    : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.

d)     Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.

Rasional    : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.

e)      Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.

Rasional    : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.

2.2.2  Bersihan jalan nafas tidak efektif

Dapat dihubungkan :

– Peningkatan jumlah/ viskositas sekret

– Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.

– Kelemahan/ kelelahan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.

Intervensi :

a)  Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.

Rasional    : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.

b)  Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.

Rasional    : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.

c)  Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.

Rasional    : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.

d)  Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.

Rasional    : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.

e)  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.

Rasional    : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.

2.2.3  Nyeri (akut).

Dapat dihubungkan :

– Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.

– Adanya selang dada.

– Invasi kanker ke pleura, dinding dada

Kriteria hasil :

– Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.

– Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

– Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.

Intervensi :

a)  Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.

Rasional    : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan  skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.

b)   Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

Rasional    : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.

c)   Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.

Rasional    : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.

d)   Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.

Rasional    : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.

e)   Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi

      Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

2.2.4  Anxietas.

Dapat dihubungkan:

–         Krisis situasi

–         Ancaman/ perubahan status kesehatan

–         Adanya ancman kematian.

 

Kriteria hasil :

–         Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah

–         Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat

–         Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

Intervensi :

a)      Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.

Rasional    : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.

b)     Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan

Rasional    : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.  

c)      Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.

Rasional    : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.

d)     Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.

Rasional    : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..

e)      Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.

Rasional    : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.

f)       Berikan kenyamanan fiik pasien.

Rasional    : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.

2.2.5  Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

–         Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber

–         Salah interperatasi informasi.

–         Kurang mengingat

 

 

Kriteria hasil :

–         Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.

–         Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.

–         Berpartisipasi dalam proses belajar.

–         Melakukan perubahan pola hidup.

Intervensi :

a)      Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.

Rasional    : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.

b)     Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.

Rasional    : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.

c)      Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.

Rasional    : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta

Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.

Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Epidemologi Keperawatan Bedah

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

          Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos yangberarti penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat.

          Pada era  dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah tersebut. Kemudian tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.

          Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menuntut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin meningakat.

          Pergeseran ini pula yang menyebabkan pergeseran pengertian/definisi dalam epidemiologi, yang tadinya hanya menekankan pada penyakit-penyakit menular, yang meliputi pencegahan, pemberantasan penyakit menular ke arah mempelajari masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi, distribusi masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

          Epidemiologi lebih jauh mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menunjuk dalam Healthy People (Alan Dever, 1984), secara umum dijelaskan bahwa untuk memperbaiki kesehatan penduduk, hal itu harus disusun kembali dalam prioritas perawatan kesehatan dengan penekananlebih besar pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Epidemiologi mulai berkembang dari pengamatan atas pengaruh lingkungan terhadap penyakit. Hippocrates 400 tahun sebelum masehi menganjurkan untuk mempertimbangkan arah angin, musim, jenis tanah dan penyakit. Epidemiologi merupakan metode pengumpulan dan analisis fakta untuk mengembangkan dan menguji kerangka piker dan dapat menjelaskan terjadinya fenomena kesehatan. Setiap aktivitas epidemiologi merupakan penerapan metode untuk mengumpulkan dan menganalisis data sehingga dapat disajikan suatu informasi yang memperkaya ilmu pengetahuan mengenai fenomena kesehatan tertentu dan untuk pengambilan keputusan atau kebijakan dalam pelayanan kesehatan.

          Sebagai suatu disiplin ilmu, epidemiologi dapat dianggap sebagai ilmu dasar menyangkut mekanisme terjadinya penyakit dan fenomena kesehatan pada umumnya. Disamping itu, epidemiologi dapat jga dianggap sebagai ilmu terapan, yang memadukan ilmu-ilmu biomedik, biostatistika, dan bioteknohlogi untuk memecahkan persoalan-persoalan kesehatan, khususnya mencegah penyakit, disabilitas dan kematian. Dalam lingkungan rumah sakit, ilmu epidemiologi dapat menjembatani kenginan klinis untuk menerapkan ilmu biomedik dan bioteknohlogi dalam pengambilan keputusan klinik dan kenginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang efektif, efisien , dan terjangkau pada saat dibutuhkan.

1.2    Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Epidemologi dan Keperawatan Bedah ?

1.2.2 Penyakit apa saja yang termasuk keperawatan bedah ?

1.2.3 Jelaskan Epidemologi penyakit yang termasuk keperawatan bedah ?

1.3    Tujuan

1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian Epidemologi dan Keperawatan bedah.

1.3.2 Dapat menyebutkan penyakit keperawatan bedah.

1.3.3 Dapat menjelaskan Epidemologi penyakit yang termasuk keperawatan bedah.

 

1.4    Manfaat

1.4.1 Pembaca dan mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian Epidemologi dan keperawatan bedah.

1.4.2 Pembaca dan mahasiswa dapat menyebutkan penyakit keperawatan bedah mulai dari penyebab sampai dengan cara penanganannya.

1.4.3 Pembaca dan mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan penyakit keperawatan bedah pada tingkat nasional maupun internasional

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Pengertian / Definisi

          Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.

          Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut.

Batasan Epidemiologi sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen :

2.1.1 Mencakup Semua Penyakit

          Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi, kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. 

Bahkan dinegara-negara maju epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.

2.1.2 Populasi

          Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran penyakit-penyakit individu-individu, maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.

2.1.3 Pendekatan Ekologi

          Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis.

          Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.

          Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan, dimana keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).

2.2    Salah satu Jenis – jenis Penyakit Bedah

Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

          Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani.  Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.

          Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.

          Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).

Penyebab Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

          Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.

          Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

          Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

          Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.

Gambaran Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

          Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.

Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

Tanda dan Gejala Penyakit Radang Usus Buntu

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;

  • Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).

          Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

  • Penyakit Radang Usus Buntu kronik.

          Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik (Mc Burney) (istilah kesehatannya).

          Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.

Pemeriksaan diagnosa Penyakit Radang Usus Buntu

          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;

  • Pemeriksaan fisik.

          Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

          Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

  • Pemeriksaan Laboratorium.

          Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

  • Pemeriksaan radiologi.

          foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.

Penanganan dan Perawatan Penyakit Radang Usus Buntu

          Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.

          Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

2.3    Data Epidemologi tentang Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

          Data epidemiologi apendisitis jarang terjadi pada balita, insidennya hanya 1%. Apendisitis mengalami peningkatan pada masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan penderita apendisitis mengalami penurunan menjelang dewasa (Pieter, 2005). Insiden 12 apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja ratio laki-laki : perempuan menjadi 3:2 dan pada usia diatas 25 tahun ratio ini menjadi 1:1(Telford, Condon, 1996).

          Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur 10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard & David, 2005; douglas & david, 2005).

          Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun.Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumenapendiks.

          Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang (Pieter,2005). Kejadian ini mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan di Negara berkembang yang banyak mengkonsumsi makanan berserat.

          Di Amerika Serikat populasinya 11 kasus per 10.000 populasi tiap tahun, dimana terjadi penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus tiap 100.000 penduduk dari tahun 1975-1991(Jaffe dan Berger, 2005).

          Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).

          Tahun 2008, insiden apendisitis mengalami peningkatan. Hal ini diakibatkan karena peningkatan konsumsi junk food dari pada makanan berserat.

          Apendisitis kronik insidennya hanya 1- 5 %. Di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2009, menurut hasil patologi anatomi, tercatat dari 108 penderita pendisitis hanya 13 orang saja yang menderita apendisitis kronik.

          Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia, di Kalimantan Timur bcrjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan Timur, sedangkan dari data yang ada pada rekam medik RS Islam Samarinda untuk bulan Januari sampai Juni 2009, tercatat penderita yang dirawat dengan apendiksitis sebanyak 153 orang dengan rincian 57 pasien wanita dan 104 pasien pria. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis. Sebagian besar kasus apendiksitis di rumah sakit Islam Samarinda diatasi dengan pembedahan. Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008). Jawa Tengah tahun 2009, jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Dinkes Jateng, 2009).

BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

          Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani.  Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.

          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;

          Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.

          Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

          Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur 10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard & David, 2005; douglas & david, 2005).

          Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).

3.2    Saran

Penulis mengharapkan perlu adanya peningkatan lintas sektoral dan peran serta pihak surveilans Epidemologi khususnya di wilayah kendari .

DAFTAR PUSTAKA

Soekidjo Notoatmodjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.

http://www.scribd.com/doc/84414132/Epidemiologi-apendisitis

http://ingo1.wordpress.com/2011/07/07/makalah-epidemiologi/

PENYAKIT YANG MENGANCAM JIWA : Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Hemostasis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

             Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah dan berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan antara aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis yang melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau beberapa komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis dan menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.

             Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasidan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII.

             Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator.

1.2       Rumusan Masalah

             Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka kami sebagai penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai berikut :

1.2.1   Apa pengertian dari Hemostasis?

1.2.2   Bagaimana proses Hemostasis ?

1.2.3   Faktor-faktor terjadinya pembekuan darah ?

1.2.4   Bagaimana mekanisme Hemostasis.?

1.2.5   Bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

1.3       Tujuan

             Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :

1.3.1   Untuk dapat mengetahui pengertian dari Hemostasis

1.3.2   Untuk dapat menjelaskan bagaimana proses Hemostasis.

1.3.3   Dapat mengetahui factor-faktor terjadinyapembekuan darah.

1.3.4   Untuk dapat mengetahui Mekanisme Hemostasis.

1.3.5   Untuk dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Definisi

             Hemostasis atau haemostasis berasal dari bahasa Yunani: aimóstasis (αιμόστασις), yang terdiri dari dua kata yaitu aíma (αίμα) yang berarti “darah” dan stásis (στάσις) yang berarti “stagnasi”.

             Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan.

             Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan otot.Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat, penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan koagulasi.Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pra operasi, tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang paling penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat perdarahan.

2.2       Proses Hemostasis

Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu :

2.2.1   Fase vascular

             Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler).

2.2.2   Fase Platelet/trombosit

             Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat.

             Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.

2.2.3   Fase koagulasi

Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu :
a.         Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator
b.        Perubahan prothrombine menjadi trombone
c.         Perubahan fibrinogen menjadi fibrin

             Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk, cairan jaringan ini mengandung thromboplastin proses pembekuan darah terjadi karena adanya factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru terjadi bila ada kontak aktivasi. Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan factor intrinsic berada dalam keadaan tidak aktiv (cascade theory dari clotting factor.waktu pembuluh darah terputus.

             Jaringan thromboplastin adalah factor yang berasal dari jaringan.
Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada.

2.3       Faktor-Faktor Pembekuan Darah

2.3.1   Faktor I = fibrinogen
2.3.2   Faktor II = Prhotrombine
2.3.3   Faktor III = Fakotr jaringan
2.3.4   Faktor IV = Ion kalsium
2.3.5   Faktor V = Proaccelerine
2.3.6   Faktor VI = Accelerine
2.3.7   Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)
2.3.8   Faktor IX = Christmas factor
2.3.9   Faktor X = Stuart factor
2.3.10 Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent
2.3.11 Faktor XII = Hagemen factor
2.3.12 Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)

2.4   Mekanisme Hemostasis

2.4.1   Primer

             Mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah pada luka yang kecil.

2.4.2     Sekunder

             Mekanisme yang melibatkan faktor-faktor koagulasi dalam plasma dan trombosit dengan tujuan akhir pembentukan jala-jala fibrin, terjadi pada luka yang besar.

2.4.3   Tersier

             Mekanisme kontrol yang menjaga agar hemostasis tidak berlebihan melaku sistem fibrinolitik.

2.5       Hemostasis (Hemofilia)

             Hemofilia merupakan salah satu gangguan dari hemostasis.Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atu kasih sayang.Jadi dapat diartikan bahwa hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.

             Adapun pengertian lain dari hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah atau trombosit (penyakit gangguan pembekuan darah). Hal ini disebabkan karena darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secar normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat atau sebanyak orang yang normal. Penderita hemofilia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

             Penderita hemofilia ini kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit : seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika si penderita telah melakukan aktifitas yang berat sepertai pembengkakkan pada persendian ; seperti lutut, pergelanagn tangan atau siku tangan. Hemofilia bisa membahayakan jiwa jika terjadi perdarahan di organ vital seperti perdarahan pada otak.

             Hemofilia lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bila pria penderita hemofilia bertahan hidup dan bertahan sampai perkawinan, maka dia akan menurunkan anak- anak wanita yang normal pembawa ( carier ). Dan ank wanita keturunannya ini akan menurunkan kepada sebagian anak laki – lakinya, sehingga anak laki – lakinya ada yang menderita hemofilia.

2.5.1   Jenis – Jenis Hemofilia

a.      Hemofilia A

Hemofilia A dikenal juga dengan nama :

  • Hemofilia Klasik ; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah ( FAH = Factor Anti Hemophilia )
  • Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan faktor 8 (FVIII) protein pada darah yag menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
  1. Hemofilia B

Hemofilia B terjadi karena penderita tidak mempunyai faktor KPT ( Komponen Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga dikenal dengan nama :

  • Faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan Christmas Desease ; ditemukan pertama kali pada seorang yang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Penyakit hemofilia yang dideritanya diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria.
  • Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan darah.

2.6       Tingkatan Hemofilia          

Pada dasarnya penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda – beda.

Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu :

Klasifikasi

Kadar Faktor VIII dan Faktor IX di Dalam Darah

Berat

Kurang dari 1 % dari jumlah normalnya

Sedang

1 % – 5 % dari jumlah normalnya

Ringan

5 % – 30 % dari jumlah normalnya

Berikut adalah penjabaran mengenai pembagian tingkatan dalam hemofilia A dan Hemofilia B :

2.6.1   Hemofilia Parah / Berat

             Penderita hemofilia pada tinkatan ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya. Dalam artian bahwa penderita hemofilia pada tingkatan ini akan megalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.

2.6.2   Hemofilia Sedang

             Seseorang yang menderita hemofilia tingkat sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibanding hemofilia tingkat berat. Perdarahan kadang terjadi akibat dari aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.

2.6.3   Hemofilia Ringan

             Penderita hemofilia tingkat ringan ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan dibandingkan dengan hemofilia tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag. Yang menderita hemofilia tingkat ringan mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius. Jika wanita mengalami hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan mengalami perdarahan lebih pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi.

             Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan yang sedang, biasanya perdarahan didahului trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa gejala atau dapat terjadi perdarahan akibat trauma berat.

2.7       Pemeriksaan Hemostasis

             Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas:

2.7.1     Tes penyaring meliputi :

a.      Percobaan Pembendungan

         Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.

         Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai  bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.

         Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga.

         Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.

         Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif.

b.     Masa Perdarahan

         Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler.

         Terdapat 2 macam cara yaitu :cara Ivy dan Duke.

Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit.

         Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan.

         Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini.

         Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.

         Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain.

  1. Hitung Trombosit

       Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah.

       Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah.

       Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.

       Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit.

Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah.

       Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl.

  1. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT)

      Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan  X.

       Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium.

      Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal.

       Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.

       Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan  diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang.

         Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.

  1. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT)

       Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen.

       Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3.

       Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut.

Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

  1. Masa Trombin (thrombin time TT)

       Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin.

       Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product).

       Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang.

  1. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII

       Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak  menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin.

       Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble  menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link.  Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

2.7.2     Tes khusus meliputi :

  1. Tes faal trombosit
  2. Tes Ristocetin
  3. Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
  4. Pengukuran alpha-2 antiplasmin

2.8          Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan Hemostasis

2.8.1          Antikoagulan

                   Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.

2.8.2          Penampung

                   Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon.

2.8.3   Semprit dan Jarum

             Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor 20.

2.8.4   Cara pengambilan darah

             Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan.

2.8.5   Kontrol

             Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis.

2.8.6   Penyimpangan dan pegiriman bahan

             Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

             Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit

3.2       Saran

3.2.1  Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti tentang Hemostasis mulai dari Definisi sampai dengan hala apa saja yang perlu diperhatikan dalam Hemostasis.

3.2.2  Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini, dan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.

Sadikin, Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC

www.google.com. Proses Pembekuan Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/proses-pembekuan-darah.html

http://wwwselapunya-syella.blogspot.com/2011/06/pembekuan-darah.html

 

 

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Sistem Pernafasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Pernapasan adalah proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau “pernapasan dalam” dan yang terjadi didalam paru-paru “pernapasan luar”. Pernapasan Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara. Pernapasan Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup

1.1.1  Sistem pernafasan terdiri daripada hidung , trakea , peparu , tulang rusuk ,otot interkosta bronkus bronkiol,alveolus dan diafragma.

1.1.2  Udara disedot ke dalam paru-paru melalui hidung dan trakea

1.1.3  Dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya menjadi kuat dan sentiasa terbuka

1.1.4  Trakea bercabang kepada bronkus kanan dan bronkus kiri yang disambungkan keparu-paru

1.1.5  Kedua-dua bronkus bercabang lagi kepada bronkiol dan alveolus pada hujung bronkiol.

1.2     Rumusan Masalah

1.2.1  Jelaskan pengertian sistem pernafasan.

1.2.2  Jenis – jenis pernapasan

1.2.3  Alat – alat Sistem Pernapasan beserta fungsinya

1.2.4  Penyakit yang sering timbul pada sistem Pernapasan beserta gejala dan penanggulangan

1.3     Tujuan dan Manfaat

1.3.1  Memahami pengertian sistem pernapasan.

1.3.2  Mengetahui Jenis – jenis pernapasan.

1.3.3  Memahami Organ sistem pernapasan beserta fungsinya

1.3.4  Memahami dan mengerti kelainan serta penyakit pada sistem pernapasan dan cara penanggulangannya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1     Definisi dan pengertian Sistem Pernapasan

          Sistem Pernafasan atau Respirasi adalah Sistem pada manusia yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara luar dan mengeluarkan karbondioksida melalui paru-paru. Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

          Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.

          Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

          Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.

2.2     Jenis – Jenis Pernapasan

2.2.1  Pernapasan Dada

          adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut

  • Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga   dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
  • Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2.2.2  Pernapasan Perut

          adalah pernapasan yang melibatkan otot diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

  • Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
  • Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot diaframa ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2.3     Alat-Alat Sistem Pernapasan

          Alat pernapasan adalah alat atau bagian tubuh tempat O2 dapat berdifusi masuk dan sebaliknya CO2 dapat berdifusi keluar pada respirasi aerob. Alat pernapasan pada manusia terdiri atas rongga hidung, faring ( tekak), laring (pangkal tenggorokan), bronkus (cabang batang tenggorokan), dan pulmo (paru-paru).

2.3.1  Rongga hidung ( cavum nasalis) 

          Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir. Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Jadi, rongga hidung berfungsi untuk: menyaring udara, melembapkan udara, dan memanaskan udara. diperoleh dari lingkungan sekitar. Oksigen diperlukan untuk oksidasi (pembakaran) zat makanan, yaitu gula (glukosa). Proses oksidasi makanan bertujuan untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan digunakan untuk aktivitas hidup, misalnya pertumbuhan, mempertahankan suhu tubuh, pembakaran sel-sel tubuh, dan kontraksi otot. Selain menghasilkan energi,pernapasan juga menghasilkan karbon dioksida, dan uap air. 

2.3.2  Faring ( tekak)

          Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring berbentuk seperti tabung corong, terletak di belakang rongga hidung dan mulut, dan tersusun dari otot rangka. Faring berfungsi sebagai jalannya udara dan makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan ( nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan ( orofaring)pada bagian belakang.

2.3.3  Laring (pangkal tenggorokan)

          Laring terletak antara faring dan trakea. Laring tersusun atas Sembilan buah tulang rawan. Bagian dalam dindingnya digerakkan oleh otot untuk menutup serta membuka glotis. Glotis adalah lubang mirip celah yang menghubungkan trakea dengan faring. Laring memiliki katup yang disebut epiglotis. Pada saat menelan makanan, epiglotis tertutup sehingga makanan tidak masuk ke tenggorokan tetapi menuju kerongkongan. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Di dalam laring, selain terdapat epiglotis juga ditemukan adanya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

2.3.4  Tenggorokan ( trakea)

          Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada. Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

2.3.5  Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki)

          Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkuskiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannyamelingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

2.3.6  Bronkiolus

          Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang terdapat dalam rongga tenggorokan  dan akan memanjang sampai ke paru-paru. Jumlah cabang bronkiolus yang menuju paru-paru kanan dan kiri tidak sama. Bronkiolus yang menuju paru-paru kanan mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkiolus yang menuju paru-paru sebelah kiri hanya bercabang 2. Bronkiolus adalah cabang dari bronkus dan memiliki dinding yang lebih tipis, pada ujung bronkiolus terdapat banyak sekali gelembung-gelembung kecil yang dinamakan alveolus. Ciri khas bronkiolus adalah tidak adanya tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal dari cabang bronkiolus hanya memiliki sebaran sel globet dan epitel. fungsi dari bronkiolus adalah sebagai media yang menghubungkan oksigen yang dihirup agar mencapai paru-paru.

2.3.7  Paru-paru (Pulmo)

          Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmosinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleuravisceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk  pertukaran gas.

2.4     Penyakit yang sering timbul pada Sistem Pernapasan

2.4.1  Penyakit Kanker Paru-paru

          Penyakit Kanker Paru-paru tergolong dalam penyakit kanker yang mematikan, baik bagi pria maupun wanita. Dibandingkan dengan jenis penyakit kanker lainnya, seperti kanker prostat, kanker usus, dan kanker payudara, penyakit kanker paru-paru dewasa ini cenderung lebih cepat meningkat perkembangannya.

          Penyakit kanker paru-paru adalah sebuah bentuk perkembangan sell yang sangat cepat (abnormal) didalam jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan sell atau ekspansi dari sell itu sendiri. Jika dibiarkan pertumbuhan yang abnormal ini dapat menyebar ke organ lain, baik yang dekat dengan paru maupun yang jauh misalnya tulang, hati, atau otak.

          Penyakit kanker paru-paru lebih banyak disebabkan oleh merokok (87%), sedangkan sisanya disebabkan oleh zat asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.

Klasifikasi Penyakit Kanker Paru-Paru

          Ada pengklasifikasian dari penyakit kanker paru-paru, Ini dilihat dari tingkat penyebarannya baik dijaringan paru itu sendiri maupun terhadap organ tubuh lainnya. Namun pada dasarnya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria berdasarkan level penyebarannya:

ü Kanker paru-paru primer

         Memiliki 2 type utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan Non-small cell lung cancer (NSCLC). SCLC adalah jenis sell yang kecil-kecil (banyak) dimana memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut “oat cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Type ini sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan chemotherapy and radiation therapy.

         Sedangkan NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sell tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru. Misalnya Adenoma, Hamartoma kondromatous dan Sarkoma.

ü Kanker paru sekunder

         Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.

Tanda dan Gejala Penyakit Kanker Paru-paru

          Tanda dan gejala kanker paru ini hanya akan muncul saat perkembangan abnormal sell ini semakin parah kearah stadium yang lebih lanjut, dan ini memerlukan waktu bertahun-tahun sejak awal perkembangannya. Bahkan ada kemungkinan tidak menampakkan adanya tanda dan gejala khusus, melainkan hanya tampak jika dilakukan X-ray. Namun jika beberapa tanda dan gejala dibawah ini apabila dirasakan, sebaiknya segeralah periksa ke dokter :

  • Batuk-batuk yang lama pada orang merokok
  • Kesulitan bernafas (nafas pendek)
  • Batuk mengeluarkan darah (meskipun jumlah sedikit)
  • Sering mengalami infeksi paru (pneumonia atau bronchitis)
  • Adanya nyeri dada, bahu dan bagian punggung
  • Suara yang berubah dari biasanya
  • Batuk lebih dari 2 minggu pada orang yang tidak merokok
  • Lainnya seperti susah menelan, leher dan wajah tampak membengkak, nafsu makan berkurang, hilangnya berat badan, cepat lelah atau lemah.

Penyebab Penyakit Kanker Paru-paru

          Penyebab terbesar adalah merokok, Sedangkan lainnya adalah disebabkan adanya kontaminasi udara sekitar oleh zat asbes, polusi udara oleh asap kendaraan ataupun pembakaran termasuk asap rokok. Ada beberapa kasus penyakit yang memicu terjadinya penyakit kanker paru-paru ini, yaitu penyakit TBC dan Pneumonia. Kedua penyakit ini dapat menimbulkan perlukaan pada jaringan sell organ paru sehingga mensupport terjadinya pertumbuhan sell abnormal didalam rongga tersebut. Biasanya kanker paru yang berkembang dari kasus ini adalah jenis adenocarcinoma (adenoma).

Penanganan dan Treatment Penyakit Kanker Paru

          Penanganan dan treatment atau pengobatan yang dilakukan pada orang yang terdiagnosa mengalami penyakit kanker paru akan tergantung dari tingkat stadiumnya, kemungkinan dilakukannya operasi, serta kondisi umum si Penderita. Hal ini tidak terlepas dari riwayat serta penyebab dari adanya kanker paru tersebut tentunya.

Beberapa langkah yang biasa dilakukan adalah:

  • Tindakan operasi pembedahan mengangkat sell kanker
  • Tindakan Therapy Radiasi
  • Tindakan Therapy Kemotherapy
  • Tindakan penyuntikan {Photodynamic (PTD)}

          Pemberian Nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula dengan makanan antioxidant seperti blueberri, cherri, dan buah tomat.

2.4.2  Empisema Paru

          Emfisema Paru-paru adalah penyakit saluran pernafasan yang berciri sesak napas terus menerus yang menghebat pada waktu mengeluarkan tenaga dan sering kali dengan perasaan letih dan tidak bergairah atau kalau bahasa awamnya disebut “Paru-Paru Basah”

          Emfisema Paru-paru adalah penyakit paru obstruktif kronik. Emfisema paru-paru merupakan penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Gejala Emfisema Paru-paru

  • Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
  • Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
  • Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
  • Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
  • Bibir tampak kebiruan
  • Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
  • Batuk menahun

Penyebab Emfisema Paru-paru

  • Bronkhitis Kronis yang berkaitan dengan merokok
  • Mengisap asap rokok/debu
  • Pengaruh usia

Komplikasi yang terjadi pada penderita Emfisema Paru-paru, diantaranya adalah:

  • Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
  • Daya tahan tubuh kurang sempurna
  • Proses peradangan yang kronis di saluran napas
  • Tingkat kerusakan paru makin parah

Jika seseorang telah  memiliki penyakit emfisema paru-paru, pengobatan yang dapat diambil untuk menghentikan perkembangan dan untuk melindungi diri dari komplikasi:

  • Berhenti merokok. Berhenti merokok merupakan paling penting yang dapat diambil untuk kesehatan penderita  secara keseluruhan untuk menghentikan perkembangan emfisema. Jika perlu, Bergabunglah dengan program berhenti merokok agar anda benar benar bisa menghentikan kebiasan mengkonsumsi rokok.
  • Hindari iritasi pernapasan  termasuk asap dari knalpot cat dan mobil, beberapa bau masakan, parfum tertentu, bahkan membakar lilin dan kemenyanpun juga perlu dihindari.
  • Berolahraga secara teratur. Penderita bisa mengurangi penyakit emfisema dengan cara berolah raga secara teratur, dengan melakukan hal ini penderita dapat meningkatkan kapasitas paru paru yang tentunya akan membuat pernafasan lebih lega.
  • Melindungi diri dari udara dingin. Udara dingin dapat menyebabkan kejang pada saluran bronkial yang  membuat lebih sulit untuk bernapas. Sehingga penyakit Emfisema Paru-paru bisa bertambah parah.

2.4.3  Tuberkulosis atau TBC

          Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Seperti halnya penyakit flu biasa, dalam penyebaranya TBC juga melalui udara. Penyakit tuberkolosis sangat mematikan apabila tidak segera dilakukan penanganan. Di Indonesia, penanganan sejak dini sudah dilakukan dengan memberikan paket imunisasi BCG pada balita. Namun demikian, belum sepenuhnya Indonesia 100% terbebas dari penyakit ini.

          Kebanyakan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengerti dan mengenal penyakit ini. Dengan gejala awal batuk yang kemudian disertai dengan demam, kadang-kadang masyarakat masih mengangap itu hanya penyakit biasa dan tidak mau melakukan pemeriksaan secara lebih intensif untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang gejala yang dirasakannya. Dan ketika batuk tidak berhenti selama 2 minggu dan keadaan semakin parah yang kadang-kadang batuk yang disertai dengan darah, yang menandakan penyakit sudah parah barulah melakukan pemeriksaan dan pengobatan.

          Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri penyebab dari penyakit TBC, kuman ini berbentuk batang yang mengelompok atau disebut berkoloni. Kuman ini paling sering menyerang organ pernafasan atau paru-paru, walaupun masih bisa menyerang organ tubuh yang lain. Infeksi primer dapat terjadi pada indifidu yang belum memiliki kekebalan terhadap basil ini. Nama lain dari TBC adalah TB yaitu adalah singkatan dari tubercles bacillus. Jadi antara TBC dan TB adalah penyakit yang sama.

          Dengan penyebaran melalui udara, TBC dapat menyerang siapa saja. Dari organ pernafasan, penderita dapat menularkan melalui bersin, batuk, atau hembusan udara yang melalui hidung ataupun mulut. Kuman yang bertebaran di udara akan terhisap oleh orang yang ada disekitar melalui pernafasan dan masuk kedalam paru-paru, kemudian masuk ke saluran limfe paru. Dari limfe inilah menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.

          Selain menyerang organ paru, bakteria ini dapat menyerang organ-organ tubuh yang lainnya seperti sendi, otot, tulang, saluran kencing, sistem syaraf pusat, sumsum tulang, dan sistem limfa. Tidak semua organ yang terserang menimbulkan gejala yang secara langsung dapat kita rasakan, tergantung dari bagian mana yang diserang. Sebagai contoh apabila yang terserang bagian tulang belakang maka gejala yang dirasakan adalah rasa sakit pada bagian tulang belakang. Dan apabila bakteria menyerang bagian organ ginjal maka, penderita mungkin akan mengalami masalah kencing darah.

          Manusia mempunyai sistem imun yang akan menjaga dari serangan bakteria ini, sistem imunitas akan menyerang bakteria TBC selepas 2-8 minggu dari mulai terjangkit Tuberculosis. Sel darah putih disebut makrofak, akan dihasilkan untuk melawan bakteria dan “ membungkusnya”. Jika bakteri ini mati, berarti kita akan terbebas sepenuhnya dari masalah TBC. Tetapi jika tidak, maka ia akan menjadi tidak aktif dan akan berada dalam tubuh selama beberapa tahun. Dalam hal ini anda dikategorikan terjangkit TBC tetapi tidak mengalami masalah dan tidak menulari orang lain.

Penularan TBC dan gejalanya

          Penderita TBC biasanya mengalami batuk yang berkepanjangan sebagai gejala utama selama beberapa minggu yang diikuti dengan demam tinggi. Biasanya demam menyerang pada malam hari, namun ketika siang demam akan berkurang bahkan cenderung turun dan akan datang lagi bila mulai menjelang malam. Orang yang terkena TBC, daya tahan tubuhnya akan menurun secara drastis, nafsu makan berkurang, dan berat badan juga menurun dengan sangat cepat, rasa lelah dan batuk-batuk. Ini terjadi jika infeksi awal telah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya.

          Dalam kasus reactivation tuberculosis, infeksi awal tubercilosis (primary tuberculosis) mungkin telah lenyap tetapi bakterinya tidak mati melainkan hanya tiduran untuk sementara waktu. Bakteri ini akan aktif apabila kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam imunitas yang rendah. Bila penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang aktif akan merusak jaringan paru-paru dan berbentuk rongga-rongga (lubang) pada paru-paru penderita, maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum (dahak) yang bercampur darah. Bila tidak segera dilakukan tindakan penanganan maka akan dapat menimbulkan kematian pada si penderita. Penderita yang tidak berobat dapat menularkan penyakitnya kepada orang disekitarnya.

          Pada umumnya penularan TBC terjadi secara langsung ketika sedang berhadap-hadapan dengan si penderita, yaitu melalui ludah dan dahak yang keluar dari batuk dan hembusan nafas penderita. Secara tidak langsung dapat juga melalui debu, alat makanan dan minuman yang mengandung kuman TBC. Melalui medium air, TBC juga bisa bertahan dan menyebar. Lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dari yang berbulan-bulan sampi tahunan membuat penyakit ini digolongkan penyakit kronis.

Gejala umum yang sering dirasakan adalah :

  • Batuk lama lebih dari 30 hari yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk darah.
  • Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau infeksi saluran nafas akut), dan terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di malam hari.
  • Nafsu makan menurun dan bila terjadi pada anak maka terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan tidak memadai sesuai dengan usia anak tersebut.
  • Berat badan menurun dengan drastis tanpa sebab yang jelas disamping karna nafsu makan yang menurun, pada anak berat badan tidak naik dalam satu bulan walaupun sudah dilakukan penanganan gizi.
  • Adanya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak.
  • Pada anak yang primary pulmonary tuberculosis (infeksi pertama yang disebabkan oleh tuberculosis) tidak menampakan gejalanya meskipun dilakukan pemeriksaan dengan sinar X-ray. Kadang-kadang pada anak jarang terlihat gejala adanya pembesaran kelenjar getah bening atau batuk-batuk. Dalam banyak kasus jika tuberculin skin testnya menunjukan hasil positif maka si penderita diindikasikan menderita penyakit TBC, meskipun tidak menunjukan gejala tetapp harus mendapatkan perawatan serius.

          Penentuan tentang terjangkit atau tidaknya penyakit ini untuk secara pasti perlu dari pengkajian secara klinis, pemerikasaan fisik, gambaran radiologi atau rontgen paru dan pemerisaan laboratorium klinis ataupun bakteriologi. Sebagian kasus menunjukan bahwa makrofak (sel kekebalan tubuh) tidak dapat melawan bakteria.

          Bakteria akan bertindak aktif dan akan mulai menyerang organ, terutama paru-paru, sehingga menyebabkan anda mengalami batuk kering. Wanita yang mengidap batuk kering dapat menularkan penyakit ini jika mengandung. Kondisi ini dapat terjadi sebelum atau sesudah bayi di lahirkan. Di tahun pertama setelah kelahiran, bayi akan menunjukan gejalanya jika memang tertular TBC dari ibunya. Bukan karna faktor penurunan gen penyakit ini ditularkan, namun karena disebabkan oleh sirkulasi darah dalam tubuh ibu yang mengandung tuberculosis sehingga berpengaruh terhadap anak yang dikandungnya.

Pencegahan dan Penanganan Pengobatan TBC

          TBC bisa diobati, asalkan benar-benar mempunyai keinginan dan semangat yang besar untuk sembuh. Dorongan dari keluarga dan orang disekitar anda sangatlah diperlukan. Pemeriksaan yang intensif dan teliti serta disiplin minum obat yang diberikan dokter harus dilakukan penderita agar penyakit yang dideritanya segera sembuh. Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan, mencegah kematian, dan kekambuhan.

          Adapun obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering digunakan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor utama dari pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu tinggal, kedisiplinan dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar si penderita.

          Dalam proses penyembuhan, sipenderita harus minum obat sesuai dengan petunjuk dan waktu yang telah ditentukan (6-12 bulan) berturut-turut tanpa putus serta mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi. Selain petugas kesehatan yang memantau dan mengawasi, keluarga juga di ajak turut serta dalam mengawasi dan memastikan si penderita TBC meminum obat yang telah diberikan. Jika si penderita tidak disiplin dan teratur dalam meminum obat, dapat mengakibatkan kuman-kuman yang ada didalam tubuh akan menjadi kebal terhadap obat tersebut. Dan apabila si penderita berhenti minum obat sebelum waktunya maka, batuk yang sudah hilang akan timbul kembali dan kemungkinan kuman akan kebal dan TBC akan sulit untuk disembuhkan.

          Dilakukannya pengobatan selama 6-9 bulan karena, bakteri-bakteri tuberkulosis memiliki daya tahan yang sangat kuat hingga berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotik. Kombinasi beberapa obat sangat diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase pertumbuhan yang cepat. Walaupun gejala-gejala sudah hilang, namun pengobatan tidak boleh berhenti sampai batas waktu yang telah ditentukan.

2.4.4  Penyakit Pneumonia

          Infeksi paru-paru atau yang sering dikenal dengan istilah Pneumonia merupakan infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Penyakit Pneumonia ini dapat menyerang siapa saja mulai dari bayi, anak-anak, remaja hingga orang tua dapat terkena Pneumonia. Pada kasus penderita Pneumonia, bakteri atau virus yang menyerang dapat menginfeksi salah satu organ paru-paru atau bahkan kedua organ paru-paru. Ketika seseorang terkena flu, bisa saja itu merupakan penyebab awal terinfeksi bakteri atau virus penyebab Pneumonia akibat adanya iritasi pada paru-paru yang ditimbulkan oleh flu.

 
 

          Sebagai organ penting, paru-paru berperan dalam system pernapasan sebagai penyaring oksigen yang dihirup. Setelah disaring, oksigen tersebut diedarkan ke seluruh bagian tubuh bersama dengan aliran darah melalui alveolus. Pada penderita Pneumonia, kadar oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh akan rendah dibandingkan orang normal karena fungsi dari alveolus mereka mengalami gangguan akibat terkena virus atau  bakteri sehingga oksigen kesulitan menembus paru-paru.

          Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh Penyakit Pneumonia ini tergantung dari kesehatan penderitanya. Apabila disebabkan oleh bakteri, maka penderita akan merasakan demam dengan suhu tubuh tinggi disertai dengan menggigil. Berbeda halnya dengan penderita Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus, pada kasus ini virus akan berkembang secara lambat dan butuh waktu lama untuk mengusir virus tersebut dari tubuh penderita. Apabila disebabkan oleh virus, penderita akan mengalami sakit kepala, sakit pada bagian dada, batuk dan sakit pada otot. Dengan demikian, penderita akan kesulitan bernapas, bernapas dengan frekuensi cepat yang menyebabkan penderita batuk dan mengeluarkan lendir.

Gejala Pneumonia

          Ketika seseorang mengalami flu kemudian merasakan gejala-gejala seperti yang telah diutarakan di atas, maka segeralah memeriksakan diri ke dokter. Apabila pada waktu diperiksa doter menggunakan stetoskop terdengar suara seperti berderak atau gelembung pada bagian paru-paru, maka dapat diindikasikan bahwa orang tersebut terkena Gejala Pneumonia. Selain menggunakan stetoskop, hasil rontgen pada bagian dada juga memberikan kontribusi penting dalam mendeteksi penyakit tersebut. Dari hasil rontgen tersebut, dokter dapat mengetahui apakah penderita terkena Pneumonia disebabkan oleh bakteri atau virus dengan melihat daerah putih yang merata pada paru-paru sebagai tanda adanya penumpukan cairan.

Mengobati Penyakit Pneumonia

          Penderita Pneumonia dapat sembuh total apabila mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. Apabila infeksi disebabkan oleh bakteri, maka penderita akan diberikan resep antibiotik. Sedangkan cara mengobati penyakit pneumonia pada penderita Pneumonia yang disebabkan oleh virus, maka dokter akan memberikan obat penurun demam dan batuk karena antibiotik tidak bekerja pada kasus ini.

          Bagi seseorang yang sudah terlanjur terserang Pneumonia hendaknya senantiasa mencuci tangan secara teratur untuk mencegah masuknya kuman berbahaya agar tidak memperparah keadaan. Selain itu, penderita juga harus beristirahat dengan cukup untuk menguatkan system kekebalan tubuh.

          Demikianlah yang dapat Kami sampaikan mengenai Cara Mengetahui dan Mengobati Gejala Penyakit Pneumonia ini, semoga artikel yang masih penuh dengan kekurangan ini bisa bermanfaat bagi Anda yang membaca, khususnya bagi Anda yang sedang mencari referensi terkait penyakit Pneumonia.

2.4.5  Penyakit asma

          Asma adalah satu penyakit penyempitan saluran pernafasan yang ditandai dengan inflamasi (peradangan) di saluran napas dan spasme (kejang) akut otot polos bronkiolus. Penyakit ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan pertukaran udara di alveolus. Asma terjadi pada individu tertentu yang merespon secara agresif berbagai jenis iritan (penyabab iritasi) di saluran nafas.

Penyebab Penyakit Asma

Ada beberapa faktor resiko yang penyebab penyakit ini, diantaranya yaitu:

  • Faktor Genetik/keturunan

Adanya riwayat asma atau alergi dalam keluarga, mengisyaratkan adanya kecederungan genetik/keturunan.

  • Terpapar beberapa rangsangan/iritan berulang atau terus menerus, terutama pada masa perkembangan.

Meskipun kebanyakan penderita yang didiagnosis adalah anak-anak, orang dewasa juga dapat terkena penyakit ini tanpa ada riwayat penyakit sebelumnya, Mungkin penyebabnya :

  • Alergi yang memburuk atau Infeksi Pernafasan Atas yang berulang, seperti yang dapat terjadi akibat pajanan debu dilingkungan kerja.

Gejala Klinis Penyakit Asma:

  • Dispnea (sesak nafas) yang bermakna
  • Batuk, terutama dimalam hari
  • Pernafasan yang dangkal dan cepat
  • Mengi (bunyi) yang dapat terjadi pada akultasi paru. Biasanya terjadi pada saat ekspirasi, kecuali pada kondisi yang telah parah.
  • Peningkatan usaha pernafasan, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi nafas cuping hidung.
  • Kecemasan yang berhubungan dengan ketidak mampuan mendapat udara yang cukup
  • Udara terperangkap karena obstruksi aliran darah, terutama terlihat selama ekspirasi.

Diagnosis Penyakit Asma

  • Penyakit asma didiagnosis menggunakan Spirometer yaitu alat yang mengukur dan mengidentifikasi penurunan kapasitas dan penurunan aliran ekspirasi (puncak maksimum)
  • Untuk mengevaluasi gejala asma dirumah,tersedia Peak Flowmeter. Dengan alat ini FEV(Force Flow rate) maksimum yang juga disebut juga peak flow diukur selama serangan dan waktu diantara episode asmatik (Catatan: Karena alat pribadi jangan hanya mengukur selama 1 detik,karena akan memberikan nilai yg berbeda dari FEV yang lebih akurat)
  • Saturasi hemoglobin dengan oksigen (Saturasi Oksigen) diukur untuk mengetahui bagaimanan darak teroksigenasi dengan baik pada individu yang memiliki gejala asmatik. Teknik ini menempatkan sensor dijari untuk mendapat informasi dengan menilai warna darah yang mengalir didalamnya. Hemoglobin yang tidak bersaturasi lebih gelap dibandingkan dengan yang tersaturasi.
  • Analisis Gas Darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen diarteri dan alkalosis respiratoris.

Penanganan Penderita Asma

-Langkah pertama dalam pengobatan adalah mengevaluasi derajat/stadium asma penderita. Asma terbagi menjadi 4 stadium yaitu ringan dan intermiten;ringan dan persisten;moderat/sedang;dan berat. Terapi yang diberikan harus sesuai stadium

-Untuk keempat stadium asma, menghindari terpajan allergen (bahan penyebab alergi) yang telah diketahui adalah tindakan yg penting. Alergen contohnya: asap rokok,asap kayu,debu, dan bulu binatang.

-Pemantauan laju Peak Flow yang sering terutama selama insiden meningkat, seperti pada musim dingin dan musim semi(banyak serbuk sari bunga beterbangan),hal ini sanagat diperlukan bahkan pada asma ringan sekalipun. Jika diketahui penurunan peak flow signifikan,pengobatan harus segera dilakukan bukan ditunggu sampai bertambah parah.

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

          Sistem Pernafasan atau Respirasi adalah Sistem pada manusia yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara luar dan mengeluarkan karbondioksida melalui paru-paru. Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

Jenis pernapasan ada 2, yaitu sbb :

Pernapasan Dada

          adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut

  • Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga   dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
  • Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

Pernapasan Perut

          adalah pernapasan yang melibatkan otot diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

  • Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
  • Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot diaframa ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

3.2     Saran

3.2.1  Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti tentang Sistem Pernapasan mulai dari Definisi sampai dengan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam Sistem pernapasan.

3.2.2  Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini, dan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://yuniherawati.wordpress.com/2012/11/27/makalah-sistem-pernapasan/

http://blackhazel.blogspot.com/2013/03/makalah-biologi-sistem-pernafasan-pada.html

http://www.scribd.com/doc/7631580/Sistem-Pernafasan

http://organisasi.org/proses-sistem-pernapasan-respirasi-pada-manusia-orang-belajar-biologi-online

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pernapasan

http://keypynk.blogspot.com/2013/03/makalah-sistem-pernapasan_21.html

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Kasus Lupus (SLE)

KASUS

 

Seorang perempuan usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pada pagi hari dan kurang nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan terbatas tegas, peradangan pada siku, lesi berskuama pada daerah leher, malaise. Tekanan darah 110/80 mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38,50 C, HB 11 gr/dl, WBC 15.000/mm3.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

SISTEMISC LUPUS ERYTHEMATOSUS (LUPUS)

1.         Definisi

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.

Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.

Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung, paru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi, semakin berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu lama fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan cuci darah. (Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)

Penyebab penyakit lupus belum diketahui secara pasti, agaknya disebabkan kombinasi berbagai faktor seperti genetik, hormon, infeksi, dan lingkungan. Terjadi penyimpangan pada sistem kekebalan yang pada mulanya sistem kekebalan tidak bisa membedakan teman dan musuh, kemudian “teman-teman” sendiri (sel-sel tubuh/organ sendiri) dianggap sebagai musuh, sehingga dibuat zat anti terhadap sel-sel tersebut, kemudian zat anti ini menyerang sel-sel tubuh.organ sendiri tersebut. Akibatnya serangan ini menimbulkan kerusakan-kerusakan pada organ tersebut.

2.         Etiologi

Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman, virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.

Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.

            Belum diketahui dengan jelas , namun terdapat banyak bukti bahwa Sistemik lupus erythematosus (SLE) bersifat multifaktor, mencakup :

2.1       Genetik
2.2       Infeksi
2.3       Lingkungan
2.4       Stress
2.5       Cahaya matahari
2.6       Faktor Resiko : hormon; imunitas; obat

Pengkajian Klien dengan SLE (Sistemisc Lupus Erythematosus)

1.      Identitas

1.1      Nama                 : Nn. A

1.2      Umur                 : 35 Tahun

1.3      Jenis Kelamin    : Perempuan

2.      Keluhan Utama

2.1      Pipi dan Leher merah.

2.2      Demam.

2.3      Nyeri pada kulit yang memerah

2.4      Persendian terasa kaku

3.      Riwayat kesehatan sekarang.

          Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah besar, demam nyeri dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan berkurang nafsu makan.

4.      Pemeriksaan umum

4.1      Tekanan darah     : 110/80 mmHg

4.2      Respirasi               : 20X/menit

4.3      Nadi                      : 90X/menit

4.4      Suhu                     : 38,50 C

4.5      Hb                         : 11 gr/dl

4.6      WBC                      : 15.000/mm3

5.      Pemeriksaan Fisik

5.1      Ruam pada pipi yang terbatas tegas

5.2      Peradangan pada siku

5.3      Lesi berskuama pada daerah leher

5.4      Malaise

6.      Pemeriksaan Penunjang

6.1       Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

6.2       Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung.

6.3       Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau +++.

6.4       Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.

7.      Analisa Data

 

No.

 

Data

 

Etiologi

 

Masalah

1.

DS :

Klien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, demam dan nyeri.

DO :

–     Suhu 38,50 C

–     WBC 15.000/mm3

–     Hb11 gr/dl

Produksi autoimun yg berlebihan

 

Jumlah anti body meningkat

 

Antibody merusak jaringan

 

Terjadi peradangan / inflamasi

 

Resiko Infeksi

2.

DS :

Klien mengatakan, nyeri dan persendian terasa kaku, utamanya dipagi hari.

DO :

–     Peradangan pada siku.

Peradangan / inflamasi

 

Sendi

 

Artitis

 

Intoleran Aktivitas

3.

DS :

Klien mengaku kurang nafsu makan.

DO :

Malaise

Kerusakan jaringan

 

Saluran cerna akan mengiritasi lambung

 

Mual/Muntah

 

Intake tidak adekuat

Resiko Nutrisi kurang kebutuhan

4.

DS :

Klien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher.

DO :

–     Ruam pada pipi dengan terbatas tegas.

–     Lesi berskuama pada daerah leher

Produksi anti body

 

Penyakit inflamasi multi organ

Merusak kulit yang normal

 

Degenerasi lapisan basal

 

Fibrosis, inviltrasi perivaskuler sel mononukleus

Lesi, Eritema dan Bula

Gangguan Integrasi Kulit

8.         Penyimpangan KDM.                                                                                                           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

9.         Diagnosa Keperawatan dan Intervensi.

 

No.

 

Diagnosa Keperawatan

 

Intervensi

1.

Resiko Infeksi

– Meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius.

– Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko.

2.

Intoleran Aktivitas

– Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi.

– Membantu Klien untuk tetap melakukan AKS.

3.

Resiko nutrisi kurang kebutuhan

– Membantu klien untuk makan

– Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan diet seimbang.

– pemberian makanan dan cairan untuk mendukung proses metabolik pasien yang malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap malnutrisi.

4.

Gangguan Integrasi Kulit

– Mencegah dan mengobati daerah gatal

– Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa.

5.

Cemas.

– Bantu klien mengekpresikan perasaan kehilangan dan takut.

– Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

– Hindari Konfrontasi.

– Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.

– Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

– Tingkatkan control sensasi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999
  2. Buku Diagnosa Keperawatan Nanda, NIC, NOC.
  3. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Hemostasis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

             Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah dan berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan antara aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis yang melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau beberapa komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis dan menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.

             Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasidan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII.

             Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator.

1.2       Rumusan Masalah

             Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka kami sebagai penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai berikut :

1.2.1   Apa pengertian dari Hemostasis?

1.2.2   Bagaimana proses Hemostasis ?

1.2.3   Faktor-faktor terjadinya pembekuan darah ?

1.2.4   Bagaimana mekanisme Hemostasis.?

1.2.5   Bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

1.3       Tujuan

             Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :

1.3.1   Untuk dapat mengetahui pengertian dari Hemostasis

1.3.2   Untuk dapat menjelaskan bagaimana proses Hemostasis.

1.3.3   Dapat mengetahui factor-faktor terjadinyapembekuan darah.

1.3.4   Untuk dapat mengetahui Mekanisme Hemostasis.

1.3.5   Untuk dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Definisi

             Hemostasis atau haemostasis berasal dari bahasa Yunani: aimóstasis (αιμόστασις), yang terdiri dari dua kata yaitu aíma (αίμα) yang berarti “darah” dan stásis (στάσις) yang berarti “stagnasi”.

             Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan.

             Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan otot.Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat, penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan koagulasi.Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pra operasi, tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang paling penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat perdarahan.

2.2       Proses Hemostasis

Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu :

2.2.1   Fase vascular

             Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler).

2.2.2   Fase Platelet/trombosit

             Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat.

             Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.

2.2.3   Fase koagulasi

Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu :
a.         Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator
b.        Perubahan prothrombine menjadi trombone
c.         Perubahan fibrinogen menjadi fibrin

             Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk, cairan jaringan ini mengandung thromboplastin proses pembekuan darah terjadi karena adanya factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru terjadi bila ada kontak aktivasi. Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan factor intrinsic berada dalam keadaan tidak aktiv (cascade theory dari clotting factor.waktu pembuluh darah terputus.

             Jaringan thromboplastin adalah factor yang berasal dari jaringan.
Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada.

2.3       Faktor-Faktor Pembekuan Darah

2.3.1   Faktor I = fibrinogen
2.3.2   Faktor II = Prhotrombine
2.3.3   Faktor III = Fakotr jaringan
2.3.4   Faktor IV = Ion kalsium
2.3.5   Faktor V = Proaccelerine
2.3.6   Faktor VI = Accelerine
2.3.7   Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)
2.3.8   Faktor IX = Christmas factor
2.3.9   Faktor X = Stuart factor
2.3.10 Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent
2.3.11 Faktor XII = Hagemen factor
2.3.12 Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)

2.4   Mekanisme Hemostasis

2.4.1   Primer

             Mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah pada luka yang kecil.

2.4.2     Sekunder

             Mekanisme yang melibatkan faktor-faktor koagulasi dalam plasma dan trombosit dengan tujuan akhir pembentukan jala-jala fibrin, terjadi pada luka yang besar.

2.4.3   Tersier

             Mekanisme kontrol yang menjaga agar hemostasis tidak berlebihan melaku sistem fibrinolitik.

2.5       Hemostasis (Hemofilia)

             Hemofilia merupakan salah satu gangguan dari hemostasis.Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atu kasih sayang.Jadi dapat diartikan bahwa hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.

             Adapun pengertian lain dari hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah atau trombosit (penyakit gangguan pembekuan darah). Hal ini disebabkan karena darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secar normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat atau sebanyak orang yang normal. Penderita hemofilia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

             Penderita hemofilia ini kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit : seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika si penderita telah melakukan aktifitas yang berat sepertai pembengkakkan pada persendian ; seperti lutut, pergelanagn tangan atau siku tangan. Hemofilia bisa membahayakan jiwa jika terjadi perdarahan di organ vital seperti perdarahan pada otak.

             Hemofilia lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bila pria penderita hemofilia bertahan hidup dan bertahan sampai perkawinan, maka dia akan menurunkan anak- anak wanita yang normal pembawa ( carier ). Dan ank wanita keturunannya ini akan menurunkan kepada sebagian anak laki – lakinya, sehingga anak laki – lakinya ada yang menderita hemofilia.

2.5.1   Jenis – Jenis Hemofilia

a.      Hemofilia A

Hemofilia A dikenal juga dengan nama :

  • Hemofilia Klasik ; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah ( FAH = Factor Anti Hemophilia )
  • Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan faktor 8 (FVIII) protein pada darah yag menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
  1. Hemofilia B

Hemofilia B terjadi karena penderita tidak mempunyai faktor KPT ( Komponen Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga dikenal dengan nama :

  • Faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan Christmas Desease ; ditemukan pertama kali pada seorang yang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Penyakit hemofilia yang dideritanya diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria.
  • Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan darah.

2.6       Tingkatan Hemofilia          

Pada dasarnya penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda – beda.

Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu :

Klasifikasi

Kadar Faktor VIII dan Faktor IX di Dalam Darah

Berat

Kurang dari 1 % dari jumlah normalnya

Sedang

1 % – 5 % dari jumlah normalnya

Ringan

5 % – 30 % dari jumlah normalnya

Berikut adalah penjabaran mengenai pembagian tingkatan dalam hemofilia A dan Hemofilia B :

2.6.1   Hemofilia Parah / Berat

             Penderita hemofilia pada tinkatan ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya. Dalam artian bahwa penderita hemofilia pada tingkatan ini akan megalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.

2.6.2   Hemofilia Sedang

             Seseorang yang menderita hemofilia tingkat sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibanding hemofilia tingkat berat. Perdarahan kadang terjadi akibat dari aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.

2.6.3   Hemofilia Ringan

             Penderita hemofilia tingkat ringan ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan dibandingkan dengan hemofilia tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag. Yang menderita hemofilia tingkat ringan mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius. Jika wanita mengalami hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan mengalami perdarahan lebih pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi.

             Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan yang sedang, biasanya perdarahan didahului trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa gejala atau dapat terjadi perdarahan akibat trauma berat.

2.7       Pemeriksaan Hemostasis

             Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas:

2.7.1     Tes penyaring meliputi :

a.      Percobaan Pembendungan

         Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.

         Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai  bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.

         Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga.

         Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.

         Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif.

b.     Masa Perdarahan

         Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler.

         Terdapat 2 macam cara yaitu :cara Ivy dan Duke.

Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit.

         Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan.

         Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini.

         Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.

         Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain.

  1. Hitung Trombosit

       Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah.

       Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah.

       Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.

       Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit.

Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah.

       Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl.

  1. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT)

      Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan  X.

       Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium.

      Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal.

       Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.

       Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan  diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang.

         Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.

  1. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT)

       Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen.

       Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3.

       Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut.

Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

  1. Masa Trombin (thrombin time TT)

       Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin.

       Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product).

       Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang.

  1. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII

       Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak  menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin.

       Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble  menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link.  Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

2.7.2     Tes khusus meliputi :

  1. Tes faal trombosit
  2. Tes Ristocetin
  3. Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
  4. Pengukuran alpha-2 antiplasmin

2.8          Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan Hemostasis

2.8.1          Antikoagulan

                   Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.

2.8.2          Penampung

                   Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon.

2.8.3   Semprit dan Jarum

             Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor 20.

2.8.4   Cara pengambilan darah

             Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan.

2.8.5   Kontrol

             Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis.

2.8.6   Penyimpangan dan pegiriman bahan

             Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

             Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit

3.2       Saran

3.2.1  Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti tentang Hemostasis mulai dari Definisi sampai dengan hala apa saja yang perlu diperhatikan dalam Hemostasis.

3.2.2  Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini, dan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.

Sadikin, Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC

www.google.com. Proses Pembekuan Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/proses-pembekuan-darah.html

http://wwwselapunya-syella.blogspot.com/2011/06/pembekuan-darah.html

 

 

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Inseminasi Buatan pada Manusia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Untuk memahami secara pasti latar belakang pelaksanaan inseminasi buatan mengalami kesulitan karena tidak ada kesepakatan siapa penemu pertamanya. Daniel Rumondor memberikan isyarat bahwa inseminasi buatan agaknya diilhami oleh keberhasilan syeikh-syeikh arab memperanakkan kuda sejak tahun 1322. Praktek inseminasi buatan pada manusia secara tidak langsung terkandung dalam cerita Midrash di mana ben sirah dikandung tidak sengaja karena ibunya memakai air bak yang sudah terampur sedikit air mani. Dan eksperimen yang berhasil di perancis diikuti oleh laporan dokter Amerika pada tahun 1866 bahwa ia berhasil melakukannya sebanyak 55 pada 6 orang wanita dan bayi inseminasi buatan pertama di nagara itu.

Latar belakang melakukan inseminasi buatan adalah keinginan-keinginan sebagai berikut:

1)   Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan;

2)   Menghindarkan kepunahan manusia;

3)   Memperoleh generasi jenius atau manusia super;

4)   Memilih suatu jenis kelamin;

5)   Mengembangkan teknologi kedokteran.

 

 

 

 

 

1.2.  Alasan Pemilihan Judul

Alasan pemilihan  judul “INSEMINASI BUATAN PADA MANUSIA” tidak lain untuk meluruskan pandangan masyarakat terhadap permasalahan INSEMINASI BUATAN.

 

1.3.  Tujuan Penulisan

Tujuan kami menyusun makalah ini, tidak lain agar kami sebagai penyusun dan para pembaca  bisa memahami dan menjunjung tinggi hukum – hukum syariat serta dapat mempelajari lebih tenang seputar permasalahan “Inseminasi buatan dalam Pandangan Islam”

 

1.4.  Metode Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan metode pustaka dengan merujuk pada buku-buku, majalah-majalah, makalah-makalah yang berdasarkan Alqur’an dan Hadits.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Inseminasi Buatan

 

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah inggris artificial insemination. Dalam bahasa arab di sebut اَلتَّلْقِيْحُ yang berasal dari kata لَقَّحَيُلَقِّحُ yang artinya mempertemukan / mengawinkan. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.

 

2.2. Inseminasi Buatan yang diperbolehkan Menurut Hukum Islam

 

Pelaksanaan inseminasi buatan yang diperbolehkan yang jika dikaitkan dengan hukum islam,akan menyangkut hal-hal seperti:

1).   Pengambilan bibit,

2).   Penanaman bibit,

3).   Asal penempatan bibit.

 

2.2.1  Pengambilan bibit

Yang dimaksud dengan pengambilan bibit disini adalah pengambilan sel telur (ovum pick up ) dan pengambilan \pengeluaran sperma.

  1. Pengambilan Sel Telur (Ovum Pick Up=OPU)

Dalam inseminasi buatan ada dua cara untuk pengambilan telur, yaitu dengan Laparoskopi dan USG (Ultrasonografi). Dengan ara laporoskopi folikel akan tampak jelas pada lapang pandangan laparoskopi kemudian indung telur dipegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur ditampung dalam tabung. Cairan tersebut diperiksa dibawah mikroskop untuk meyakinkan apakah sel telur sudah di temukan. Adapun dengan cara USG, folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti cara pengisapan laparoskopi.

Yang perlu dianalisis pada pengambilan ovum tersebut adalah melihat aurat wanita, karena kedua cara pengambilan sel telur itu tidak dapat dilepaskan dengan melihat atau pun meraba dan memasukkan sesuatu pada vagina.

Pada dasarnya islam melarang melihat aurat orang lain dan setiap muslim diwajibkan memelihara auratnya sendiri.Allah SWT berfirman:

 

قُلْ لِلْمُؤْ مِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَ بْصَا رِهِمْ وَ يَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ اَزْكَىلَهُمْ اِنّ َاللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya;yang demikian itu adalah suci bagi mereka,sesungguhnya Allah maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Q.S.AN-NUR:30

 

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّماَظَهَرَمِنْهَا………..

Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,kecuali yang (biasa) tampak darinya ……………………………… Q.S.AN-NUR:31

 

Dalam praktek pengambilan sel telur seperti dijelaskan di atas,para dokter ahli tidak lepas dari melihat bahkan meraba atau memasukkan sesuatu dalam aurat wanita. Disamping itu para dokter sering juga berkhalwat dengan pasien ketika mendiagnosa penyakit. Pelaksanaan tersebut jika diniati dengan baik, terjaga keamanan, dan tidak merangsang sahwat dapat dikategorikan sebagai hal yang darurat. Islam membolehkannya karena sesuai dengan kaidah ushul fiqh.

 

الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ

Keadaan dharurat membolehkan sesuatu yang di larang.

Demi mencegah fitnah dan godaan setan , maka sebaiknya sewaktu dokter yang memeriksa pasien dihadiri orang ketiga dari keluarga maupun tenaga para medis, sesuai dengan kaidah ushul:

دَرْأُ الْمَفَا سِدُمُقَدَّمٌ عَلَىجَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menghindari kesusahan lebih diutamakan dari mengambil maslahat.

 

Akan sangat baik jika dokter pemeriksa itu dari jenis kelamin yang sama. Sulit dibayangkan jika dalam kondisi dharurat seperti itu masih diharamkan melihat aurat wanita. Sebab ,bagaimana dengan wanita yang akan melahirkan?

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa pengambilan sel telur (ovum) dalam pelaksanaan inseminasi buatan dihalalkan karena pertimbangan dharurat. Di samping kondisi itu,dokter pemeriksa pun harus tetap menjaga Etik Kedokteran

  1. Pengeluaran sperma

Di banding dengan pengambilan sl telur,pengeluaran dan pengambilan sperma lebih mudah.Untuk memperoleh sperma dari laki-laki dapat dilakukan antara lain dengan:

a)                   istimna’(masturbasi,onani)

b)                  ’azl

c)                   Dihisap langsung dari pelir(testis)

d)                  Jima’dengan memakai kondom

e)                   sperma yang ditumpahkan ke dalam vagina yang dihisap dengan cepat dengan spuit,dan

f)                   Sperma mimpi malam.

Untuk keperluan inseminasi buatan, cara yang terbaik adalah masturbasi(onani).Yang menimbulkan persoalan dalam hukum islam adalah bagaimana hukum onani dalam kaitan dengan pelaksanaan inseminasi buatan tersebut.

Dalam Alquran surat al-mu’minun ayat 5 yang berbunyi:

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجَهُمْ حَفِظُوْنَ

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”

 

Allah SWT memerintahkan agar manusia menjaga kemaluannya kecuali pada yang telah dihalalkan.Secara umum Islam memandang bahwa melakukan onani tergolong tidak etis. Mengenai hukum, fuqaha’(ahli fiqh) berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang mengharamkan pada hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, ada pula yang menghukumi makruh.

Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri atau budak yang dimilikinya. Ahnaf berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumya wajib.Kaidah ushul menyebutkan:

اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُرَيْنِ وَاجِبٌ

“Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”

 

Kalau karena alasan takut zina, atau kesehatan, sedangkan tidak memiliki isteri atau amah(budak) dan tidak mampu kawin, maka menurut hanabilah onani diperbolehkan. karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf al-Qardhawy juga sependapat dengan hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyyudin Abi Bakri Ibn Muhammad al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang di lakukan oleh isteri atau ammah-nya karena itu memang tempat kesenangannya.

Memperhatikan pendapat-pendapat mengenai hukun onani diatas, maka dalam kaitan dengan pengeluaran\pengambilan sperma untuk inseminasi buatan, boleh dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengambilan sel telur (ovum) dan sperma untuk keperluan inseminasi buatan-dengan illat hajah tentunya-dapat dibenarkan oleh hukum islam.

 

2.2.2  Penanaman Bibit (Embryo Transfer)

Setelah sel telur dan sperma di dapat, proses inseminasi buatan seperti telah disinggungkan pada uraian sebelumnya, dilakukan pencucian sperma dengan tujuan memisahkan sperma yang motil dengan sperma yang tidak motil. Sesudah itu antara sel telur dan sperma dipertemukan. Jika dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan dalam awan petri, tetapi jika teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan ke dalam rahim Untuk menghindari kemungkinan kegagalan, penanaman bibit biasanya lebih dari satu. Embrio yang tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang. Yang menjadi persoalan dalam kaitan hukum islam di sini adalah bagaimana hukum pembuangan embrio tersebut. Apakah hal tersebut dapat di golongkan kepada pembunuhan?.

Sebagai bahan analisis, patut dicatat bahwa embrio tersebut tidak berada dalam rahim wanita. Kalau abortus diartikan sebagai keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung,maka pembicaraan ini tidak tergolong pada perbuatan aborsi, karena bibit tersebut belum/tidak berada pada rahim wanita. Yang menambah rumit persoalan adalah pembuangan sisa embrio yang dilakukan dengan sengaja. Sulit jika sekiranya jika pemusnahan itu bukan suatu kesengajaan, karena para ahli inseminasi mengetahui persis telah terjadinya konsepsi manusia dengan adanya pembuahan itu.

Hukum pengguguran/pembunuhan janin yang telah diperselisihkan para fuqaha adalah pengguguran yang dilakukan 4 bulan setelah konsepsi, mereka sepakat tentang keharamannya. Ulama’ Hanafiyah memperbolehkan pengguguran janin sebelum mencapai 120 hari. Sebagian mazhab ini ada yang berpendapat hukumnya makruh bila tanpa udzur. Ulama’ zaidiyah sebagian dijelaskan oleh al-dasuqi menghukumi haram. Pendapat ini yang terkuat dalam madzhab Maliki.

Setelah memperhatikan uraian diatas penulis berkecenderungan untuk menyatakan bahwa pemusnahan embrio sisa penanaman bibit dalam pelaksanaan inseminasi buatan itu dihalalkan/diperbolehkan dengan alas an sebagai berikut:

  1. Embrio tersebut belum ditanamkan dalam rahim wanita.
  2. Embrio tersebut bias jadi tidak menimbulkan kehamilan kalau ditanamkan dalam rahim wanita.
  3. Embrio tersebut belum dapat disebut sebagai manusia sebenarnya tetapi masih berupa konsepsi.

Dengan alasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemusnahan embrio dalam pelaksanaan inseminasi buatan tidak dapat digolongkan sebagai pembunuhan terhadap manusia sebenarnya.

 

2.2.3  Asal dan Tempat Penanaman Bibit

Sesuai dengan klasifikasi asal dan tempat penanaman bibit yang terdapat dalam bab II diatas, berikut akan dianalisis menurut tinjauan hukum islam.

Bibit dari suami istri dan ditanamkan pada isteri

Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa proses kejadian manusia, baik menurut fuqaha maupun ahli kedokteran, dimulai dari pembuahan hasil pertemuan sperma dan ovum. Secara alami, pertemuan sperma dan ovum itu melalui senggama. Maka dapat di pahami bahwa di antara manfaat sanggama adalah mempertemukan sperma dengan ovum. Dalam Islam, bersanggama hanya diperbolehkan setlah akad nikah yang sah. Hubungan seksual yang tanpa didahului akad nikah dapat tergolong pada perbuatan zina. Dengan zina, dapat juga terjadi kehamilan, walaupun hal ini biasanya tidak menjadi tujuan akhir perzinaan. Secara umum motif zina hanya untuk melampiaskan hawa nafsu dan bukan untuk memperoleh keturunan.

Inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari sperma suami dan ovum isteri – jika dikaitkan dengan batasan ikah dan zina – maka ia bukan termasuk kategori zina karena suami isteri tersebut telah terikat dengan akad nikah. Oleh sebab itu pertemuan sperma dan ovumnya dihalalkan.

 

2.3  Inseminasi Buatan yang Dilarang menurut Hukum Islam

Adapun Inseminasi Buatan yang dilarang yaitu jika sperma dan ovum bukan berasal dari suami istri yang memiliki ikatan nikah yang sah.Rosulullah SAW bersabda:

عن ريفع بن ثابت الأنصارى……….قا ل:[لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ باِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ اَنْ يَسْقِىَ مَاؤَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ……….الْحَدِيْث].رواه ابي داود

DariRoifi’bin Tsabit alAnshori…….telah bersabda Rosulullah SAW: Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud)

Dalam kasus ini lembaga Fiqh Islam OKI menghukumi haram karena dikhawatirkan percampuran nasab dan hilangnya keibuan serta hilangnya syra’ lainnya. Majelis Ulama’ DKI Jakarta juga menghukumi haram. Mahmud Syaltut, Yusuf Al Qardhawi, Al-Ribasy dan Zakaria Ahmad al-Barry tidak menggambarkan secara jelas kasus semacam ini. Akan tetapi mereka jelas-jelas mengharamkan inseminasi buatan yang bibitnya (khususnya sperma) bukan berasal dari suaminya yang sah. Dokter H.Ali Akbar mengqiyaskan hal ini dengan radha’ah.

Berdasarkan alasan diatas maka pembuahan ovum dengan sperma dari suami yang tidak memiliki ikatan nikah yang sah tidak dapat dibenarkan oleh islam, dan dapat disebut juga sebagai zina.

 

2.3.1  Status Anak Hasil Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan terbagi dua yaitu Artificial insemination by husband disebut dengan homologous dan artificial insemination by donor disebut dengan heterologous.Pembagian semacam ini agaknya kurang pas. Sebaiknya dipakai istilah pembuahan sperma dan ovum yang bukan dari pasangan yang memiliki ikatan pernikahan yang sah. Dalam kamus, donor biasa diterjemahkan a giver dan person who gives, yang dapat diindonesiakan sebagai penderma. Klasifikasi inseminasi buatan sebagaimana dikemukakan di atas ada yang tidak termasuk dalam kategori donor, seperti inseminasi model kedua. Pembagian semacam ini akan mempunyai pengaruh dalam analisis status anak seprti dibahas di bawah ini.

Uraian berikut didasarkan atas pengertian bahwa pembuahan yang dilakukan bukan dari pasangan yang memiliki ikatan pernikahan tergolong perbuatan zina walaupun para fuqaha’ terdahulu agaknya cenderung membatasi zina dengan Masuknya zakar laki-laki kedalam farji wanita yang tidak terikat dengan pernikahan. Definisi semacam ini agaknya hanya melihat dari satu sisi yaitu sisi cara, bukan sisi hakikat. Hakikatnya “Upaya mempertemukan sperma dan ovum yang tidak mempunyai ikatan pernikahan yang sah.” Berdasarkan pengertian diatas, anak hasil inseminasi buatan yang secara garis besar dibagi menjadi dua: pembuahan sperma dan ovum yang memiliki ikatan nikah dan yang tidak memiliki ikatan nikah.

  1. 1.      Anak hasil pembuahan sperma dan ovum yang memiliki ikatan nikah

Dalam hal penanaman embrio bias terdapat dalm tiga kemungkinan, pada rahim isteri sendiri yang memiliki ovum (tidak poligami) , pada isteri sendiri yang tidak memiliki ovum (berpoligami), dan pada orang lain.

1.1.  Pada isteri sendiri yang memiliki ovum

Status anak inseminasi jenis ini, seperti yang telah disinggung di atas, adalah anak kandung, baik secara ginetik maupun hayati. Hal-hal yang menyangkut pemakaian nama bapak sebagai sumber keturunan, perwalian, kemahraman, dan waris berlaku sebagai anak kandung.

1.2. Pada isteri sendiri yang tidak memiliki ovum.

Kalau ditinjau secara lahiriyah dan hayati, anak tersebut adlah anak milik ibu yang melahirkan.Tetapi kalau ditinjau seara hakiki, anak tersebut adalah anak yang mempunyai bibit, karena wanita yang melahirkan itu hanya menerima titipan embrio.

1.3.Pada wanita lain yang tidak memiliki ikatan nikah

Sebagaimana yang telah diuraikan pada nomor 1 dan 2, anak tersebut dapat diqiyaskan dengan anak susuan karena wanita yang melahirkan ini hanya dititipi embrio hasil pertemuan sperma dan ovum pasangan yang terikat dengan akad nikah.

  1. 2.      hasil pembuahan sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikah.

Yang tergolong pada model ini adalah:

2.1    Sperma suami yang sudah meninggal dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri.

2.2.   Sperma laki-laki lain dengan ovum wanita yang tidak bersuami dan ditanamkan pada rahim wanita yang tidak bersuami tersebut.

2.3.   Sperma suami dengan ovum wanita lain dan ditanamkan pada rahim isteri.

Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis di atas dapat dikategorikan sebagai zina. 

Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis di atas dapat dikategorikan sebagai zina. Diantara dalil yang mengharamkan pembuahan sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikahialah sabda Rosuluallah SAW yang berbunyi:

لايحل لامرئ يؤمن باالله واليم الاءخران يسقىماؤه زرع غيره.اخرجه ابودوودوالثرمذىوصححه ابن حبان وحسنهالبزار “

Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud, Tirmidzi dan dianggap sah oleh Ibnu Hibban, tapi dianggap hasan oleh al-Bazzar)

2.4. Hukum Bayi Tabung/Inseminasi Buatan Menurut Islam

Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji oleh dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar.

Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam:

َالْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ.

Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.

Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:

  1. 1.                  Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً ﴿٧٠﴾

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

dan Surat At-Tin ayat 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿٤﴾

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.

  1. 2.                  Hadis Nabi:

لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ اْلاَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ

Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain).

Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.

Pada zaman imam-imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga kita tidak memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadis tersebut bisa menjadi dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata ma’ ((ماء di dalam bahasa Arab juga di dalam Al-Qur’an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk pengertian benda cair atau sperma seperti pada Surat An-Nur ayat 45 dan Ath-Thariq ayat 6.

  1. 3.                  Kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِمُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْصَالِحِ

Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahah/kebaikan.

Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut:

a.              Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan;

b.             Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam;

c.              Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi pencampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;

d.             Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya;

e.              Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya;

f.              Bayi tabung lahir tanpa proses kasih saying yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 15).

Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perhatikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”; maka tampaknya memberi pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak yang sah, karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominant dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan.

BAB. III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah inggris artificial insemination. Dalam bahasa arab di sebut اَلتَّلْقِيْحُ yang berasal dari kata لَقَّحَيُلَقِّحُ yang artinya mempertemukan / mengawinkan. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.

Pelaksanaan inseminasi buatan yang diperbolehkan yang jika dikaitkan dengan hukum islam,akan menyangkut hal-hal seperti:

1).        Pengambilan bibit,

2).        Penanaman bibit,

3).        Asal penempatan bibit.

Adapun Inseminasi Buatan yang dilarang yaitu jika sperma dan ovum bukan berasal dari suami istri yang memiliki ikatan nikah yang sah.Rosulullah SAW bersabda:

عن ريفع بن ثابت الأنصارى……….قا ل:[لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ باِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ اَنْ يَسْقِىَ مَاؤَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ……….الْحَدِيْث].رواه ابي داود

DariRoifi’bin Tsabit alAnshori…….telah bersabda Rosulullah SAW: Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud)

sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk dapat berbuat yang lebih baik, karena bagaimanapun Pendidikan Agama memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.

 

3.2  Saran

            Dengan demikian kami sebagai penyusun makalah mengharap kepada semua pembaca agar mulai mengerti dan paham akan pentingnya mempelajari dan menyimak tentang apa ang dimaksud dengan Inseminasi Buatan dalam Pandangan Islam. Serta dapat pula mengetahui lebih jauh mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang Inseminasi Buatan dalam Hukum Islam.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Manfaat ASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori, protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut “kesundulan” artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan rentan.

Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI.

Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasik ASI EKSLUSIF telah memadai, hal ini terbukti dengan telah dicanangkannya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh Bapak Presiden pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 yang betemakan “Dengan Asi, kaum ibu mempelopori peningkatan kualitas manusia Indonesia”. Dalam pidatonya presiden menyatakan juga bahwa ASI sebagai makanan tunggal harus diberikan sampai bayi berusia empat bulan.Pemberian ASI tanpa pemberiaan makanan lain ini disebut dengan menyusui secara ekslusif. Selanjutnya bayi perlu mendapatkan makanan pendamping ASI kemudian pemberian ASI di teruskan sampai anak berusia dua tahun.

ASI merupakan makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan komposisi. Disamping itu ASI mudah dicerna oleh bayi dan langsung terserap.

Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan. Selama enam bulan pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baikpun sering dapat menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama. ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan menyusui. Selama ini dengan membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal hanya sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu botol atau susu formula. Kalau hal yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI.

Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultasi Anak di Rumah Sakit UGM Yogyakarta tahun 1976 menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai dengan satu tahun 50,6%. Sedangkan data dari survei Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 1991 bahwa ibu, yang memberikan ASI pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% diperkotaan dan 55% dipedesaan (Depkes 1992) dari laporan SKDI tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI EKSLUSIF kepada bayinya mencapai 47%, sedangkan pada repelita VI ditargetkan 80%. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr.Moh. Efendi di R.S. Umum Dr. Kariadi Semarang tahun 1977 didapatkan pemberian ASI setelah umur 2 bulan 31,6%, ASI + Susu botol 15,8% dan susu botol 52,6%. Sedangkan sebelumnya yaitu pada umur 1 bulan masih lebih baik yaitu 66,7% ASI dan 33,3% susu botol, dalam hal ini tampaknya ada pengaruh susu botol lebih besar. Juga hasil penelitian Dr. Parma dkk di Rumah Sakit Umum Dr. M. Jamil Padang tahun 1978 -1979 di dapatkan bahwa lama pemberian ASI saja sampai 4-6 bulan pada ibu yang karyawan adalah 12,63% dan pada ibu rumah tangga sebanyak 21,27%. Apabila dilihat dari pendidikannya ternyata 75% dari ibu-ibu yang berpendidikan tamat SD telah memberikan makanan pendamping ASI yang terlalu dini pada bayi.

Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu mengapa keliru dalam pemanfaatan ASI secara Eksklusif kepada bayinya, antara lain adalah produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tdak kalah pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI .

1.2       Rumusan Masalah

Bagaimana pemberian ASI secara eksklusif sesuai umur bayi 4 bulan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif, Agar para ibu dapat lebih memilih pemberian ASI dibandingkan dengan pemberian susu formula.

 

1.3       Ruang Lingkup

          Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini.

ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.

ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat  untuk: Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen, Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin, Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat, Memudahkan penyerahan berbagai jenis mineral, seperti Kalsium, Magnesium.

 1.4       Tujuan

            Untuk Memberikan pengetahuan kepada para pembaca, mahasiswa dan utamanya para ibu-ibu tentang,kandungan ASI, manfaat pemberian ASIi serta faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.

1.5       Manfaat

Para pembaca, mahasiswa dan khususnya para ibu – ibu dapat lebih mengetahui manfaat dari pemberian ASI Eksklusif serta faktor –faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI secara Eksklusif utamanya pada Bayi yang berumur 0 sampai 2 Tahun.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Pengertian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini.

ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. Pada tahun 2001 World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.

2.2       Bagaimana mencapai ASI Eksklusif

WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif yaitu dengan menyusui dalam satu jam setelah kelahiran Menyusui secara ekslusif: hanya ASI. Artinya, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun. Menyusui kapanpun bayi meminta (on-demand), sesering yang bayi mau, siang dan malam. Tidak menggunakan botol susu maupun empeng. Mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak serta mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang.

2.3       Kesalahpahaman mengenai ASI  Eksklusif

Setelah ASI ekslusif enam bulan tersebut, bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Seiiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua tahun menurut rekomendasi WHO.

2.4       Kebaikan ASI  dan Menyusui

ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut:

2.4.1    ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis,    mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan    kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.

2.4.2    ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan.     Didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat  untuk:

a.         Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.

b.         Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin.

c.          Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.

d.         Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti calsium,    magnesium.

2.4.3    ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus,lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.

2.4.4    ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi.

2.4.5    Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.  Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat    memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu:

a.         Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya.

b.         Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak.

c.          Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil

d.         Mempercepat berhentinya pendarahan post partum.

e.         Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberpa bulan (menjarangkan kehamilan)

f.          Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang.

g.         Menambah panjang kembalinya kesuburan pasca melahirkan, sehingga

h.         Memberi jarak antar anak yang lebih panjang alias menunda kehamilan berikutnya

i.          Karena kembalinya menstruasi tertunda, ibu menyusui tidak membutuhkan zat besisebanyak ketika mengalami menstruasi

j.          Ibu lebih cepat langsing. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui enam bulan lebih   langsing setengah kg dibanding ibu yang menyusui empat bulan.

 

2.5       Manfaat ASI

2.5.1    Untuk Bayi

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah yang terbaik untuk sapi.

2.5.2    Untuk Ibu

a.         Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan

b.         Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali

c.          Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah terhadap kanker rahim dan kanker payudara.

d.         ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dsb

e.         ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dsb

f.          ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya

g.         ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril

Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional.

  1. ASI tak bakalan basi.
  2. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara.
  3. Gudang ASI tidak akan pernah kosong.
  4. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu.
  5. ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

2.5.3    Untuk Keluarga

a.         Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu kayu bakar atau minyak untuk  merebus air, susu atau peralatan.

b.         Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.

c.         Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.

d.         Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.

e.         Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia.

f.          Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas, dll.

 2.6       Produksi ASI

Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan pengeluaran Air Susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Let Down Replex, dimana hisapan putting dapat merangsang kelenjar Pictuitary Posterior untuk menghasilkan hormon oksitolesin, yang dapat merangsang serabutotot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir secara lancar. Kegagalan dalam perkembangan payudara secara fisiologis untuk menampung air susu sangat jarang terjadi. Payudara secara fisiologis merupakan tenunan aktif yang tersusun seperti pohon tumbuh di dalam putting dengan cabang yang menjadi ranting semakin mengecil.

Susu diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam cabang-cabang besar menuju saluran ke dalam putting. Secara visual payudara dapat di gambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar yang mengsekresi dimana setiap selnya mampu memproduksi susu, bila sel-sel Myoepithelial di dalam dinding alveoli berkontraksi, anggur tersebut terpencet dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang mengalir ke cabang-cabang lebih besar, yang secara perlahan-lahan bertemu di dalam aerola dan membentuk sinus lactiterous. Pusat dari areda (bagan yang berpigmen) adalah putingnya, yang tidak kaku letaknya dan dengan mudah dihisap (masuk kedalam) mulut bayi.

2.7       Volume Produksi ASI

Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dari jumlah ini akan terus bertambah sehingga mencapai sekitar 400-450 ml pada waktu bayi mencapai usia minggu kedua.(9) Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menysusui bayinya selama 4 – 6 bulan pertama. Karena itu selama kurun waktu tersebut ASI mampu memenuhi lkebutuhan gizinya. Setelah 6 bulan volume pengeluaran air susu menjadi menurun dan sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat makanan tambahan.

Dalam keadaan produksi ASI telah normal, volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama. Penyedotan/penghisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25 menit. Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap hari.Akan tetapi penelitian yang dilakukan pada beberpa kelompok ibu dan bayi menunjukkan terdapatnya variasi dimana seseorang bayi dapat mengkonsumsi sampai 1 liter selama 24 jam, meskipun kedua anak tersebut tumbuh dengan kecepatan yang sama.

Konsumsi ASI selama satu kali menysui atau jumlahnya selama sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu yang diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya memproduksi sejumlah kecil ASI. Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi, jumlah air susunya dalam sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan kedua, dan 300-500 ml dalam tahun kedua kehidupan bayi. Penyebabnya mungkin dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa peningkatan jumlah produksi konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat meningkatkan produksi air susunya. Produksi ASI dari ibu yang kekurangan gizi seringkali menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan akibat yang fatal bagi bayi yang masih sangat muda. Di daerah-daerah dimana ibu-ibu sangat kekurangan gizi seringkali ditemukan “merasmus” pada bayi-bayi berumur sampai enam bulan yang hanya diberi ASI.

2.8       Komposisi ASI

Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak mengandung imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap, yang kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium (Na) dan seng (Zn). Dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Bila bayi diberi susu sapi, sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian protein “whey”nya lebih banyak, sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna serta diserapoleh usus bayi. Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak (lipase). Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya, dari satu fase lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan membantu memuaskan rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu berikutnya disebut “Hand milk”, mengandung sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak lemak. Ini akan memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi, banyak memperoleh air susu ini.

Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak terlalu bervariasi dan terdapat lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi. Disamping fungsinya sebagai sumber energi, juga didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat. Didalam usus asam laktat tersebut membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan kalsium serta mineral-mineral lain.

ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan untuk bahan-bahan pertama kehidupannya ASI juga mengandung lebih sedikit natrium, kalium, fosfor dan chlor dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi.Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang  diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama  kehidupannya dapat diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat vitamin D dalam lemak susu, tetapi penyakit polio jarang terjadi pada aanak yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena sinar matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air telah ditemukan terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan tambahan terhadap vitamin D yang terlarut lemak.

2.9       Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI

2.9.1    Makanan Ibu

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.

Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter ASI diperlukan makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jikapada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.

2.9.2    Ketentraman Jiwa dan Pikiran

Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Pada ibu ada 2 macam reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya, reflek tersebut adalah:

 

  1. Reflek Prolaktin

Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar –kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.

  1. Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)

Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut :”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down reflex.

2.9.3    Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan  progesteron.     

Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral. Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang produksi ASI.

 

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

ASI merupakan malanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi baru lahir. ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi akan energi dan gizi selama 4-6 bulan pertama kehidupannya, sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. Selain sebagai sumber energi dan zat gizi, pemberian ASI juga merupakan media untuk menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayinya. Hubungan ini akan menghantarkan kasih sayang dan perlindungan ibu kepada bayinya serta memikat kemesraan bayi terhadap ibunya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan erat. Namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui bayinya atau menghentikan menyusui lebih dini. Untuk itu dalam Bab pembahasan ini akan dibahas “Mengapa ASI Ekslusif tidak diberikan, dan kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi tidak diberikannya ASI Ekslusif.”

Penelitian dan pengamatan yang dilakukan diberbagai daerah menunjukkan dengan jelas adanya kecenderungan meningkatkannya jumlah ibu yang tidak menyusui bayi ini dimulai di kota terutama pada kelomopk ibu dan keluarga yang berpenghasilan cukup, yang kemudian menjalar ke daerah pinggiran kota dan menyebar sampai ke desa-desa.

 

Sering juga ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa, baik karena faktor intern dari ibu seperti terjadinya bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka-luka pada putting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri, kelainan pada putting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose, malaria yang merupakan alasan untuk tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya, demikian juga ibu yang gizinya tidak baik akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan ibu yang sehat dan gizinya baik.

Disamping itu juga karena faktor dari pihak bayi seperti bayi lahir sebelum waktunya (prematur) atau bayi lahir dengan berat badan yang sangat rendah yang mungkin masih telalu lemah abaila mengisap ASI dari payudara ibunya, serta bayi yang dalam keadaan sakit. Memburuknya gizi anak dapat juga terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai cara – cara pemberian ASI kepada anaknya. Berbagai aspek kehidupan kota telah membawa pengaruh terhadap banyak para ibu untuk tidak menyusui bayinya, padahal makanan penganti yang bergizi tinggi jauh dari jangkauan mereka. Kurangnya pengertian dan pengertahuuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu – ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu botol (susu formula).Kesehatan/status gizi bayi/anak serta kelangsungan hidupnya akan lebih baik pada ibu- ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini karena seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi.

 

3.2       Saran

3.2.1    Pembaca harus mengerti yang dimaksud dari ASI dan kelebihan serta aspek- aspek yang mendukung dari pemerian ASI itu sendiri.

3.2.2    Ibu – ibu harus lebih selektif dan lebih memahami kelebihan dari pemberian ASI secara Eksklusif dan mengetahui manfaat dan proses terbentuknya ASI.

3.2.3    Pemerintah dalam hal ini petugas kesehatan dari berbagai tingkat harus lebih bergairah mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan. Konsep baru tentang pemberian ASI dan mengenai hal – hal yang berhubungan dengan ibu hamil, ibu bersaliin, ibu menyusui dan bayi baru lahir.

3.2.4    Para Kepala/Penaggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit, rumah bersalin sebaiknya tidak memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya.

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Ilmu Politik Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi negara-negara berkembang, karena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai dengan pemilihan walikota dan bupati dilakukan secara langsung. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarkat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.

Di Indonesia pemilihan kepala daerah langsung merupakan sejarah terhadap proses demokratisasi yang berlangsung setelah adanya reformasi. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan titik awal yang bagus bagi terciptanya proses demokratisasi di negara kita, karena sistem ini sangat menghargai partisipasi politik masyarakat. Dalam sistem poitik kita hari ini yang sedang berlansung dimana proses pemilihan kepala negara (presiden) sampai dengan pemilihan walikota dan bupati di lakukan secara langsung, sistem ini membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.

1.2              Rumusan Masalah

Apa saja yang mencakup didalam Negara dan faktor – faktor yang mempengaruhi tentang pengambilan keputusan serta pembagian kekuasaan.

1.3              Ruang Lingkup

1.3.1         Definisi Negara dan Tujuan Negara

1.3.2         Sudut Pandang Kekuasaan

1.3.3         Legitimasi Kekuasaan

1.3.4         Definisi pengambilan keputusan

1.3.5         Pandangan terhadap pengambil keputusan

1.3.6         Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah

1.4              Tujuan dan Manfaat

1.4.1         Tujuan

Untuk menciptakan modernisasi politik maka dibutuhkan partisipasi politik masyarakat. Apalagi Indonesia saat ini sedang melakukan pembangunan politiknya sesuai dengan nilai-nilai demokrasi baik sistemnya maupun manusianya. Pengetahuan tentang Negara dan unsur – unsur yang ada didalamnya berpengaruh atas hasil-hasil yang akan di capai dalam proses pemerintahan.serta kegiatan yang dilakukan oleh para warga negara, individu-individu dengan tujuan mempengaruhi kebijakan, pengambilan keputusan, kekuasaan, dan pembagian tugas pemerintah…”

1.4.2         Manfaat

Manfaat dari makalah ini di buat untuk memperkenalkan tentang pengertian Negara dan hal-hal yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan, dan pembagian kekuasaan secara menyeluruh dan memberikan pemahaman dasar-dasar ilmu politik serta berbagai masalah yang erat kaitannya dengan ilmu tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Negara

2.1.1    Pengertian Negara

Secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), Staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Perancis), kata state, staat, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah Negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah Negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang berdaulat.

Menurut Roger H. Soltao, Negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang masyarakat. Menurut Haroid. J. Laski negera merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.

Max Weber mendefinisikan bahwa Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.

2.1.2    Tujuan Negara

Tujuan sebuah Negara dapat bermacam-macam, antara lain:

a.    Memperluas kekuasaan

b.    Menyelenggarakan ketertiban hukum

c.    Mencapai kesejahteraan hukum.

Menurut Plato, tujuan Negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk social. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative self-expression of its members).

Dalam ajaran dan konsep Teokratis (yang diwakili oleh Thomas dan Agustinus, tujuan Negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tentram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan.

Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi, tujuan Negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing.

Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

2.1.3    Unsur – unsur Negara

Secara global suatu Negara membutuhkan tiga (3) unsur pokok, yakni rakyat (masyarakat/warganegara), wilayah dan pemerintah.

  1. Rakyat (masyarakat/warga Negara)

Unsur rakyat ini sangat penting dalam sebuah Negara, karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar Negara itu dapat berjalan dengan baik.

  1. Wilayah Pulau : 20.356.000

Secara mendasar wilayah dalam sebuah Negara biasanya mencakup ±8.000.000 daratan (wilayah darat), ±18.500.000 km2 (wilayah laut/perairan) dan udara (wilayah udara)

  1. Pemerintah

Pemerintah adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin organisasi Negara untuk mencapai tujuan Negara oleh Karenanya. Pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah Negara.

2.1.4    Beberapa Teori tentang terbentuknya Negara

a.         Teori kontrak sosial (social contract)

Teori ini beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Beberapa pakar penganut teori kontrak sosial yang menjelaskan teori asal-mula Negara, diantaranya:

  1. Thomas Hobbes (1588-1679)

Menurutnya syarat membentuk Negara adalah dengan mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan. Tekhnik perjanjian masyarakat yang dibuat Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan kepada individu lainnya bahwa “Saya memberikan kekuasaan dan menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada orang-orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat bahwa saya memberikan hak kepadanya dan memberikan keabsahan seluruh tindakan dalam suatu cara tertentu.

  1. John locke (1632-1704)

Dasar kontraktual dan Negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seseorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka.

  1. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)

Keadaan alamiah diumapamakannya sebagai keadaan alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh idividu dan individu itu puas. Menurut “Negara” atau “badan korporatif” dibentuk untuk menyatakan “kemauan umumnya” (general will) dan ditujukan pada kebahagiaan besama. Selain itu Negara juga memperhatikan kepentingan-kepentingan individual (particular interest). Kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya.

b.         Teori Ketuhanan

Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh Tuhan Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun.

c.         Teori kekuatan

Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari komunikasi yang kuat terhadap kelompok yang lemah, Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.

d.         Teori Organis

Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.

e.         Toeri Historis

Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.

2.1.5    Bentuk – bentuk Negara

Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dalam kedua bentuk Negara, yakni Negara kesatuan (unitarisme) dan Negara serikat (federasi)

  1. Negara kesatuan

Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah.

Negara kesatuan ini terbagi 2 macam, yaitu:

1.          Negara kesatuan dengan system sentralisasi yaitu urusan Negara langsung diatur oleh pemerintah pusat

2.          Negara kesatuan dengan system desentralisasi yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah.

b.         Negara serikat

Kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatnya, semetara Negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri. Pertahanan Negara. Keuangan dan urusan pos.

Selain kedua bentuk Negara tersebut. Bentuk Negara ke dalam tiga kelompok yaitu:

  1. Monarki

Negara monarki adalah bentuk Negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang berhak memerintah) oleh satu orang saja.

  1. Oligarki

Oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.

  1. Demokrasi

Rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan.

2.2       Kekuasaan

Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)). Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, misalnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia lakukan tanpa perintah kita (untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian adalah kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.

Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara maka mereka mempunyai kekuasaan politik.

Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentian mobil di jalan tidak berarti dia memiliki kekuasaan tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.

Sedangkan kekuasaan politik, tidak berdasar dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional.

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh  atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

2.2.1    Sudut Pandang Kekuasaan

a.         Kekuasaan bersifat Positif

Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.

b.         Kekuasaan bersifat Negatif

Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.

Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.

2.2.2    Legitimasi Kekuasaan

Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: “kekuasaan” didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan”, akan tetapi “kewenangan” ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.

Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).

2.3     Pengambilan Keputusan

2.3.1      Definisi

Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan dari berbagai alternatif baik kualitatif maupun kuantitatif untuk mendapat suatu alternatif terbaik guna menjawab masalah atau menyelesaikan konflik (pertentangan).

Ada 4 unsur pengambilan keputusan :

a.         Modal : Modal menunjukkan gambaran suatu masalah secara kuantitatif atau kualitatif .

b.         Kriteria: Kriteria yang dirumuskan menunjukkan tujuan dari keputusan yang diamtril. Jika terdapat beberapa kriteria yang saling bertentangan, maka pengambilan keputusan harus melalui kompromi (misalnya menambah jasa langganan dan mengurangi persediaan, maka keputusan mana yang diambil perlu kompromi).

c.         Pembatas; Faktor-faktor tambahan yang perlu diperhatikan dalam memecahkan masalah pengambilan keputusan. Misalnya dana yang kurang tersedia.

d.         Optimalisasi: Apabila masalah keputusan telah diuraikan dengan sejelas- jelasnya (modal), maka manajer menentukan apa yang diperlukan (kriteria) dan apa yang diperbolehkan (pembatas).

2.3.2      Jenis pengambilan keputusan

Terdapat dua jenis pengambilan keputusan, yaitu :

  1. Pengambilan keputusan terprogram.

Pengambilan keputusan terprogram : Jenis pengambilan keputusan ini.mengandung suatu respons otomatik terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja.

b.         Pengambilan keputusan tidak terprogram

Pengambilan keputusan tidak terprogram: menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah’masalah yang tidak jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses- proses pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan. Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter’parameter yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik. Untuk menjawab m’asalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan keputusan, ditambah dengan bantuan sistem infofmasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik.

2.3.3      Pandangan terhadap pengambilan keputusan

Pandangan terhadap pengambilan keputusan adalah bahwa proses ini merupakan proses penggunaan informasi yang rasional, bukan proses yang emosional, Dalam hal ini, kesukaran-kesukaran dalam pengambilan keputusan dapat dikaitkan kepada:

a.         Informasi yang tidak cukup dan

b.         Maksud dan tujuan yang tidak dispesifikasikan secara jelas.

Untuk maksud klasifikasi, maka pada dasarnya ada tiga (3) tingkat pengambilan keputusan.

a.         Pengambilan keputusan tingkat strategis dicirikan oleh sejumlah besar ketidak pastian dan berorientasi ke masa depan. Keputusan-keputusan ini menetapkan rencana jangka panjang yang akan mempengaruhi keseluruhan organisasi. Pengambilan keputusan tingkat strategis misalnya perluasan Rumah Sakit, penggabungan, penggolongan, pengeluaran modal dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa strategi yang diputuskan itu berhubungan dengan perencanaan jangka panjang dan meliputi penentuan tujuan, penentuan kebijaksanaan, pengorganisasian, dan pencapaian keberhasilan organisasi secara keseluruhan.

b.         Pengambilan keputusan tingkat taktis. Pengambilan keputusan taktis berhubungan dengan kegiatan jangka pendek dan penentuan sumber daya untuk mencapai tujuan. Jenis pengambilan keputusan ini berhubungan dengan bidang-bidang seperti perumusan anggaran, analisis aliran dana, perluasan ruang perawatan, masalah perawat, perbaikan Sarana dan prasarana serta penelitian dan pengembangan. Bila pengambilan keputusan strategis sebagian besar mengandung kegiatan perencanaan yang menyeluruh, pengambilan keputusan taktis memerlukan gabungan dari kegiatan perencanaan dan pengawasan. Jenis keputusan ini memiliki potensi yang kecil untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram.

c.         Pengambilan keputusan tingkat teknis. Pada tingkat teknis, standar-standar ditentukandan output bersifat deterministik (sifatnya menentukan). Pengambilan keputusan teknis adalah suatu proses yang dapat menjamin bahwa tugas-tugas spesifik dapat dilaksanakan dalam cara efektif dan efisien. Tingkat ini lebih ditekankan pada fungsi pengawasan dan sedikit sekali fungsi perencanaan. Pada tingkat ini pengambilan keputusan terprogram dapat dilaksanakan. Contoh jenis pengambilan keputusan ini adalah penerimaan atau penolakan kerjasama dibidang kesehatan, pengendalian proses, penentuan waktu, penerimaan tenaga perawat, pengiriman tenaga perawat untuk disekolahkan, pengawasan inventaris dan penempatan tenaga perawat.

2.4       Kebijakan Umum

2.4.1    Tahap – tahap pembuatan kebijakan publik

Tahap – tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut :

a.         Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

b.         Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c.          Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi – cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

d.         Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

2.4.2    Pembuatan Kebijakan dalam Kesehatan dan Keperawatan

a.         Kontroversi Strategi Pendidikan Keperawatan di Era Globalisasi.

Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah terbentuk mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi keperawatan, profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalamsistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan social di Indonesia. Proses ini merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana, berkelanjutan dan tentunya memerlukan waktu yang lama.

Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggung jawab dan berperan penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkwalitas dan berdedikasi. Sejalan dengan berkembangnya institusi pendidikan keperawatan di Indonesia semakin bertambah jumlahnya. Motivasi dari pendirian institusi pendidikan keperawatanpun sangat bervariasi dari alasan “Bisnis” sampai dengan “Sosial”. Dan yang kemudian menjadi pertanyaan dan keganjilan adalah banyaknya pemilik dan pengelola institusi pendidikan keperawatan ini yang sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi. Ini menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia dan tidak siap untuk bersaing.

b.         Disaatnya Perawat Terjun ke Dunia Politik dan mengambil sebuah Kebijakan.

Akhir – akhir ini banyak masalah yang melanda profesi keperawatan ini berkaitan dengan tidak adanya seseorang perawat yang menjadi pemegang kebijakan baik di eksekutif maupun legislative.disamping itu juga disinggung mengenai undang – undang keperawatan yang sampai kini belum juga terselesaikan karena tidak adanya keterwakilan seorang perawat dalam posisi tersebut.

Arti politik secara umum adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam Negara. Disebutkan juga bahwa politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat structural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bias dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh Negara untuk bias teraktualisasikan, saat tiap individu lain sesuai dengan normadan hukum yang berlaku.

Dari hal tersebut, perawat yang merupakan bagian dari insan perpolitikan di Indonesia juga berhak dan berkewajiban ikut serta dan mengambil sebuah kekuasaan demi terwujudnya regulasi profesi keperawatan yang nyata. Dari hal tersebut juga terlihat bahwa perawat dapat memperjuangkan banyak hal terkait dengan umat maupun nasib perawat itu sendiri.

Pentingnya dunia politik bagi profesi keperawatan adalah bahwasanya dunia politik bukanlah dunia yang asing, namun terjun dan berjuang bersamanya mungkin akan terasa asing bagi profesi keperawatan. Hal ini ditunjukkan belum adanya keterwakilan seorang perawat dalam kancah perpolitikan Indonesia.

2.5       Pembagian

2.5.1    Pembagian Kekuasaan

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif  yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.

Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.

Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu : Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Pertimbagan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA)

Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.

Sementara itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.

2.5.2    Pembagian Kekuasaan Antara Pusat dan Daerah

Pembagian kekuasaan antara Pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani Pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh Pemerintah di negara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama, serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh Pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, badan usaha milik negara, dan pengembangan sumberdaya manusia. Semua jenis kekuasaan yang ditangani Pusat disebutkan secara spesifik dan limitatif dalam UU tersebut. Dalam RUU Pemda yang diajukan Pemerintah, agama termasuk yang diserahkan kepada daerah otonom sebagai bagian dari otonomi daerah. Namun MUI menyampaikon keberatan kepada DPR dan mendesak DPR dan Pemerintah untuk tetap menempatkan urusan agama pada Pusat dengan alasan kuatir akan muncul daerah agama.

Karena disamping daerah otonom propinsi juga merupakan daerah administratif, maka kewenangan yang ditangani propinsi/gubernur akan mencakup kewenangan dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan kepada Daerah Otonom Propinsi dalam rangka desentralisasi mencakup :

a.         Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan;
b.         Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumberdaya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular, dan perencanaan tata ruang propinsi;
c.         Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploatasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara, dan

d.         Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota dan diserahkan kepada propinsi dengan pernyataan dari daerah otonom kabupaten atau kota tersebut.

Bila dicermati secara seksama, maka tampaknya kriteria yang digunakan dalam menentukan jenis kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom propinsi lebih didasarkan pada kriteria efisiensi daripada kriteria politik. Artinya, jenis kewenangan yang dipandang lebih efisien, diselenggarakan oleh propinsi daripada pusat ataupun kabupaten/kota. Sudah barang tentu dengan kekecualian bagi kewenangan yang diserahkan kepada propinsi khusus dan istimewa. Dari segi tujuan yang dicapai dengan otonomi daerah (jenis dan jumlah kewenangan) tersebut, tampaknya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan infrastruktur lebih menonjol sebagai sasaran yang akan dicapai daripada peningkatan pelayanan publik kebutuhan dasar dan kesejahteraan rakyat. Kecuali bila pertumbuhaan ekonomi ini memang diarahkan pada penciptaan kesempatan kerja. Peningkatan kesejahteraan rakyat mungkin akan ditangani propinsi, semata-mata karena daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota belum mampu, atau karena dilimpahkan pusat kepada propinsi. Akan tetapi seperti dikemukakan pada awal tulisan ini, pekerjaan yang layak dari segi jenis dan penghasilan bagi penduduk yang berumur kerja merupakan kunci kesejahteraan sosial. Karena itu daerah otonom propinsi hendaknya mengarahkan pertumbuhan ekonomi kepada penciptaan kesempatan kerja tersebut.

Desentralisasi kekuasaan kepada daerah disusun berdasarkan pluralisme daerah otonom dan pluralisme otonomi daerah. Daerah otonom tidak lagi disusun secara bertingkat (Dati I, Dati II, dan Desa sebagai unit administrasi pemerintahan terendah) seperti pada masa Orde Baru melainkan dipilah menurut jenisnya, yaitu daerah otonom propinsi, daerah otonom kabupaten, daerah otonom kota, dan kesatuan masyarakat adat (desa atau nama lain) sebagai daerah otonom asli. Jenis dan jumlah tugas dan kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom (otonomi daerah) tidak lagi bersifat seragam seluruhnya melainkan hanya yang bersifat wajib saja yang sama sedangkan kewenangan pilihan diserahkan sepenuhnya kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota untuk memilih jenis dan waktu pelaksanaannya. Perbedaan daerah otonom kabupaten/kota dengan daerah otonom kabupaten/kota lainnya tidak saja terletak pada jenis kewenangan pilihan yang ditanganinya tetapi juga jenis kewenangan wajib yang mampu ditanganinya karena bila belum mampu menanganinya maka jenis kewenangan itu buat sementara dapat diurus oleh propinsi.

Perbedaan setiap daerah otonom propinsi terletak pada apakah propinsi itu daerah khusus/istimewa ataukah biasa, dan apakah terdapat kabupaten atau kota yang berada dalam wilayah propinsi itu yang belum mampu menangani semua jenis kewenangan wajib tersebut. Di Indonesia dikenal tiga propinsi yong berstatus khusus, yaitu DKI Jakarta (khusus karena ibukota negara), Daerah Istimewa Aceh (dalam hal sejarah, adat istiadat dan agama), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam hal sejarah dan kepeminpinan daerah). Bila bercermin pada kemampuan kabupaten dan kota yang terdapat pada sejumlah propinsi di Indonesia dewasa ini, maka untuk beberapa propinsi tersebut seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar daripada kabupaten dan kota. Propinsi Irian Jaya, Kalimantan Tengah, dan Riau mungkin termasuk kedalam kategori ini, sedangkan semua propinsi di Jawa, Sumut, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara misalnya yang hampir semua kabupaten/kotanya sudah memiliki kemampuan di atas rata-rata tetap mengikuti UU tersebut (kewenangan kabupaten dan kota lebih banyak daripada propinsi). Akan tetapi pluralisme otonomi daerah seperti ini rupanya dinilai terlalu kompleks sehingga tidak diadopsi dalam UU Pemerintahan Daerah tersebut.

Dalam rangka negara kesatuan, Pemerintah Pusat masih memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi pengawasan yang dilakukan pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi semacam keseimbangan kekuasaan.

Pengawasan ini tidak lagi dilakukan secara struktural, yaitu bupati dan gubernur bertindak sebagai wakil Pusat sekaligus kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu setiap Perda memerlukan persetujuan Pusat untuk dapat berlaku. Menurut UU baru ini, bupati dan walikota sepenuhnya menjadi kepala daerah otonom yang dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan dapat diberhentikan oleh DPRD pada masa jabatannya tetapi penetapan ataupun pemberhention kepala daerah secara administratif (pembuatan Surat Keputusan) masih diberikan kepada Presiden. Gubernur pada pihak lain masih merangkap sebagai wakil Pusat dan kepala daerah otonom, tetapi UU baru ini menetapkan kewenangan Pusat dan kewenangan DPRD untuk mengontrol gubemur secara seimbang. Pengawasan Pusat terhadap daerah otonom menurut UU baru ini dilakukan berdasarkan supremasi hukum. Artinya, setiap Perda yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah langsung dapat berlaku tanpa memerlukan persetujuan Pemerintah.

Akan tetapi Pusat setiap saat dapat menunda atau membatalkannya bila Perda itu dinilai bertentangan dengan Konstitusi, UU dan kepentingan umum.
Sebaliknya, bila daerah otonom (DPRD dan Kepala Daerah) menilai justru tindakan Pusat menunda atau membatalkan itulah yang bertentangan dengan Konstitusi, UU atau kepentingan umum, maka daerah otonom dapat mengajukan gugatan/keberatan kepada Mahkamah Agung untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Pusat dan daerah otonom harus patuh kepada keputusan MA.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Definisi Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.

Beberapa pendapat mengemukakan tentang tujuan sebuah Negara mulai dari Plato, Roger H. Soltau, Konsep Teokratis, Ibnu Arabi sampai dengan Kontes Negara Indonesia itu sendiri yang telah tertuang daam Pembukaan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Namun secara umum Tujuan sebuah Negara dapat bermacam-macam, antara lain: Memperluas kekuasaan, Menyelenggarakan ketertiban hukum, Mencapai kesejahteraan hukum. Sementara unsur-unsur  Negara itu sendiri adalah Rakyat atau Masyarakat, Wilayah dan Pemerintah.

Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)). Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, misalnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia lakukan tanpa perintah kita (untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian adalah kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.

Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan dari berbagai alternatif baik kualitatif maupun kuantitatif untuk mendapat suatu alternatif terbaik guna menjawab masalah atau menyelesaikan konflik (pertentangan).           Ada 4 unsur pengambilan keputusan : Modal, Kriteria, Pembatas, Optimalisasi. Sementara jenis keputusan itu sendiri terbagi atas 2 jenis, Yakni : Pengambilan keputusan terprogram dan pengambilan keputusan tidak terprogram.

Tahap – tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut : Penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/legitimasi kebijakan dan penilaian/evaluasi kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya: Telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius, Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis, Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa, Menjangkau dampak yang amat luas, Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat , Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif  yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.

3.2       Saran

Dengan adanya makalah sederhana ini penulis mengharapkan agar para pembaca dan rekan-rekan Mahasiswa dapat lebih mengenal tentang Negara, tujuan Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum dan Pembagian Kekuasaan. Serta hal-hal yang menyangkut masalah yang terkandung dalam Negara.. Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan karna keterbatasan ilmu yang  kami miliki, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar dalam pembuatan makalah kedepan akan lebih baik.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Mikrobiologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1               Latar Belakang

Sel bakteri dan mikroorganisme lainnya diamati dengan bantuan mikroskop. Terutama sel bakteri selain selnya sangat kecil, juga transparan dan tidak berwarna. Setelah metode pewarnaan diketahui dan dikembangkan. Pengamatan bakteri menjadi lebih muda. Bahkan hasil pewarnaan itu dapat digunakan untuk pewarnaan lebih lanjut dan mendalam. Diantaranya digunakan dalam penentuan jenis atau identifikasi. Banyak metode pewarnaan yang dapat dilakukan dan setiap metode mempunyai tujuan-tujuan tertentu

            Salah satu teknik pewarnaan yang cukup sering digunakan adalah pewarnaan gram.Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna safranin atau air fuchsin. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri yang terwarnai dengan metode ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya akan tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat pewarna air fuchsin atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding selnya.

Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya. Vibrio sp. tampak pada mikroskop berbentuk batang bengkok berwarna merah (bacil gram negative), berukuran 1-3×0,4 – 0,6 mikron, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella satu kutub, tetapi tidak begitu panjang danflagella ini berakar dalam sitoplasma kuman.

Isolasi bakteri adalah proses mengambil bakteri dari medium atau lingkungan asalnya dan menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh biakan yang murni. Bakteri dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya harus menggunakan prosedur aseptik. Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi terkontaminasi karena mikroorganisme lain.  Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan

 

1.2               Rumusan Masalah

1.2.1          Apa yang dimaksud dengan Bakteri ?

1.2.2          Apa Keuntungan dan Kerugian Bakteri  bagi kehidupan Manusia?

1.2.3          Penyakit – penyakit apa saja yang disebabkan oleh Bakteri Escherichia coli ?

 

1.3               Tujuan dan Manfaat

1.3.1          Mengetahui tentang yang dimaksud dengan Bakteri

1.3.2          Mengetahui Keuntungan dan kerugian Bakteri bagi kehidupan Manusia.

1.3.3          Mengetahui secara detail salah satu penyakit yang disebabkan oleh Bakteri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor – faktor sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, kapang, khamir, aktivitas enzim – enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus, suhu termasuk oksigen, sinar dan waktu. Mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir penyebab kerusakan pangan yang dapat ditemukan dimana saja baik di tanah, air, udara, di atas bulu ternak dan di dalam usus (Muchtadi, 1989 ).

Tumbuhnya bakteri, kapang dan khamir di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan menyebabkan ketengikan atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk atau amoniak. Bakteri, kapang dan khamir senang

akan keadaan yang hangat dan lembab. Sebagian besar bakteri mempunyai pertumbuhan antara 45 – 55oC dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhannya antara 20 – 45oC disebut golongan bakteri mesofilik, dan lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20Oc disebut bakteri psikrofilik ( Muchtadi, 1989).

Umumnya bakteri membutuhkan air (Avalaible Water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi. Sebagian besar dari bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati 1,00. Ini berarti bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula dan garam yang rendah kecuali bakteri – bakteri yang memiliki toleransi terhadap konsentrasi gula dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3% – 4% dan garam 1 – 2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri (Muchtadi,1989).

Bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang berarti satu sel membelah menjadi dua sel. Waktu generasi yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sel 2 untuk membelah, bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai

perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar yaitu perubahan warna, pembentukan lapisan pada permukaan makanan cair atau padat, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau kekeruhan pada miniman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya (Fardiaz, 1992).

Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa identifikasi jenis bakteri berdasarkan sifat morfologi, biokimia, fisiologi dan serologi adalah sebagai berikut :

1.            Bakteri gram positif

a.             Kokus

–        Katalase positif : Staphylococcus.

–        Katalase negatif : Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus.

b.            Batang

–        Anaerobik atau fakultatif anaerobik : Clostridium botulinum, Lactobacillus, Propionic bacterium

–        Aerobik : Bacillus

2.            Bakteri gram negatif

a.             Fermentatif ( Batang ) : Proteus, Escherisia coli, Enterobacter.

b.            Non fermentatif ( spiral / batang ) : Pseudomonas, Aclaligenes.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1          Definisi

Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya di bumi. Bakteri umumnya merupakan organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota/prokariot, tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik (sangat kecil).

Bakteri berasal dari kata bahasa latin yaitu bacterium. Bakteri memiliki jumlah spesies mencapai ratusan ribu atau bahkan lebih. Mereka ada di mana-mana mulai dari di tanah, di air, di organisme lain, dan lain-lain juga berada di lingkungan yang ramah maupun yang ekstrim.

Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri. Istilah bacterium kemudian diperkenalkan oleh Ehrenberg pada tahun 1828, diambil dari kata Yunani baktnpiov yang memiliki arti “small stick”. Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan).

3.1.1       Ciri – ciri Bakteri

Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan mahluk hidup lain yaitu :

a.      Organisme multiselluler Prokariot (tidak memiliki membran inti sel ) Umumnya tidak memiliki klorofil.

b.     Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 s/d ratusan mikron umumnya memiliki ukuran rata-rata 1 s/d 5 mikron.

c.      Memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam Hidup bebas atau parasit  Yang hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas,kawah atau gambut dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan  Yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan dinding selnya mengandung peptidoglikan

3.1.2       Struktur Bakteri

a.      Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu: Meliputi dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, dan granula penyimpanan.

b.     Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu) Meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, Vakuola gas dan endospora.

Struktur Dasar

Struktur dasar bakteri :

                Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis).

         Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein Sitoplasma adalah cairan sel.

         Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA.

         Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.

Struktur Tambahan

         Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air.

         Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel.

         Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus.

         Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.

Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.

         Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.

 

3.1.3       Bentuk – bentuk Bakteri

                                Bentuk dasar bakteri terdiri atas bentuk bulat (kokus), batang (basil),dan spiral (spirilia).

Berbagai macam bentuk bakteri :

  1. Bakteri Kokus :

ü  Monokokus yaitu berupa sel bakteri kokus tunggal

ü  Diplokokus yaitu dua sel bakteri kokus berdempetan

ü  Tetrakokus yaitu empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi empat.

ü  Sarkina yaitu delapan sel bakteri kokus berdempetan membentuk kubus

ü  Streptokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan membentuk rantai.

ü  Stapilokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur.

  1. Bakteri Basil

ü  Monobasil yaitu berupa sel bakteri basil tunggal

ü  Diplobasil yaitu berupa dua sel bakteri basil berdempetan

ü  Streptobasil yaitu beberapa sel bakteri basil berdempetan membentuk rantai

  1. Bakteri Spirilia

ü  Spiral yaitu bentuk sel bergelombang

ü  Spiroseta yaitu bentuk sel seperti sekrup

ü  Vibrio yaitu bentuk sel seperti tanda baca koma

3.1.3       Alat Gerak Bakteri

Alat gerak pada bakteri berupa flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagellum memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi lingkungan yang menguntungkan dan menghindar dari lingkungan yang merugikan bagi kehidupannya.

Flagellum memiliki jumlah yang berbeda-beda pada bakteri dan letak yang berbeda-beda pula yaitu :

  1. Atrik : bakteri yang tidak mempunyai flagel / alat gerak
  2. Monotrik : bakteri yang mempunyai satu flagel / alat gerak pada salah satu ujung tubuhnya.
  3. Lofotrik : bakteri yang memiliki sejumlah flagel / alat gerak pada satu ujung tubuh bakteri.
  4. Amfitrik : bakteri yang mempunyai sejumlah flagel / alat gerak pada kedua ujungnya.
  5. Peritrik : bakteri yang mempunyai flagel / alat gerak pada seluruh permukaan tubuhnya.

3.1.4       Fase – fase Pertumbuhan Bakteri

Fase pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut :

  1. Fase lag adalah fase dimana bakteri beradapatasi dengan lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit.
  2. Fase logaritmik adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
  3. Fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian.
  4. Fase autolisis (kematian) adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak.
  5. Fase kematian ditandai dengan cepat merananya koloni dan jumlah bakteri yang mati senantiasa bertambah. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa minggu bergantung pada spesies dan keadaan medium serta faktor-faktor lingkungan

3.2               Keuntungan dan Kerugian dari pada Bakteri.

3.2.1          Manfaat/Kegunaan Bakteri Yang Menguntungkan Bagi Kehidupan :

  1. Membantu menyuburkan tanah dengan menghasilkan nitrat
  2. Pengurai sisa makhluk hidup dengan pembusukan
  3. Fermentasi dalam pembuatan makanan dan minuman
  4. Penghasil obat-obatan seperti antibiotic
  5. Mengurai sampah untuk menghasilkan energi

3.2.2.        Dampak Buruk Bakteri Yang Merugikan Bagi Kehidupan Manusia:

  1. Menyebabkan penyakit bagi makhluk hidup termasuk manusia (bakteri parasit/patogen)
  2. Membusukkan makanan yang kita miliki
  3. Merusak tanaman dengan serangan penyakit yang merugikan (bakteri parasit/patogen)
  4. Menimbulkan bau yang tidak sedap hasik aktivitas pembusukan
  5. Membuat tubuh manusia kotor dipenuhi bakteri yang mengakibatkan bau badan.

 

3.3          Salah satu Penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan seperti kolera, tifus, disentri, diare dan penyakit cacing. Bibit penyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut. Indikator yang menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feses adalah dengan adanya Escherichia coli dalam air tersebut karena dalam feses manusia baik dalam keadaan sakit maupun sehat terdapat bakteri ini dalam tubuhnya.

Bakteri Escherichia coli dapat juga menimbulkan pneumonia, endokarditis, infeksi pada luka dan abses pada organ. Bakteri ini juga merupakan penyebab utama meningitis pada bayi yang baru lahir dan penyebab infeksi tractor urinarius (pyelonephritis cysticis) pada manusia yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Pencegahannya dilakukan melalui perawatan yang sebaik-baiknya di rumah sakit yaitu berupa pemberian antibiotic dan tindakan antiseptic dengan benar.

3.3.1       Penyakit diare

Bakteri Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan diseluruh dunia. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda seperti yang sudah diutarakan. Gejalanya yaitu diare yang merupakan buang air besar yang encer dengan frekuensi 4x atau lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam kotoran. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.

 Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

3.3.2      Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :

a.        Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

b.        Enterophatogenic E. coli (EPEC).

c.        Enteroadherent E. coli (EAEC).

d.        Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

e.        Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.

3.3.3       Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.  Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.  Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.  Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin

3.3.4       Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

3.3.5       Pencegahan.

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

3.1          Kesimpulan

                Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Pada umumnya bakteri E.Coli sama sekali tidak berbahaya. Bakteri ini bisa ada di dalam tubuh kita untuk mencerna makanan dalam lambung. Namun saat Anda mendapatkan terlalu banyak serangan bakteri ini, maka Anda bisa terserang penyakit.

 

3.2          Saran

                Kami menghimbau kepada para pembaca agar   dapat hidup lebih bersih dan Higienis, sebab tanpa diawali dari diri kita sendiri maka kita tidak dapat menghindar dari serangan penyakit – penyakit yang ada disekitar kita.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar