Konsep Perilaku

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Malaria

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Angka kesakitan penyakit ini pun masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.

Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka kematian sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan tapi sekitar 107 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari Aceh sampai Papua, termasuk di Jawa yang padat penduduknya(Adiputro,2008).

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1   Apa definisi Malaria?

1.2.2   Apa Etiologi/Penyebab Malaria?

1.2.3   Bagaimana Patofisiologi Malaria?

1.3  Tujuan

1.3.1   Mengetahui  pengertian Malaria.

1.3.2   Mengetahui  penyebab Malaria.

1.3.4   Mengetahui bagaimana Patofisiologi Malaria.

 

 

 

1.4  Manfaat

1.4.1   Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, agar kedepan kita dapat berbuat dan bertindak untuk mengenali dan mengatasi serta menghindari penyakit Malaria.

1.4.2   Penulis dapat lebih mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Malaria.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Definisi

Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang artinya buruk dan “Aria” yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini disebabkan karena malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan air (koalisi (a) koalisi org 2001).

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dan genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. (Prabowo, 2004: 2)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)

Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.

WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar seperti adanya  Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit, diantaranya demam berdarah dan malaria.

2.2       Etiologi

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium. Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak dengan membelah diri.

2.2.1    Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:

ü  Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan kematian.

ü  Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh.

ü  Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak ditemukan.

ü  Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.

2.2.2    Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu

ü  Parasit.

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu:

  • Siklus dalam tubuh manusia.

Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :

v  Fase di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh atau rekurensi (long term relapse).

Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)

v  Fase dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :

  • Fase sisogoni yang menimbulkan demam
  • Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia.
  • Fase seksual dalam tubuh nyamuk

            Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus

ü   Nyamuk Anopheles

         Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk Anopheles, 22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau di mata air (Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut. Tempat perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles betina vektor menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang (flight range) antara 0,5 – 3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup kencang, dapat terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal laut atau angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 – 5 minggu tergantung spesies, makanan yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.

ü   Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria.

         Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada yang tidak mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

ü   Lingkungan

         Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.

ü   Iklim
        Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga bertambah sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.

2.3       Patofisiologi

Ada 4 patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi dan anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlengketan eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler.

Demam paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama manutaskizonnya. Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogom eritrositik dan masuknya merozoit kedalam sirkulasi darah. Demam mengakibatkan terjadinya vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi eritrosit yang baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun dan gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang disebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah eritrosit yang ter infeksi parasit sehingga terjadi aktivitas system RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terifeksi maupun yang tidak. Kelainan patologik pembuluh darah kapiler disebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga mekat pada endotel kapiler, timbul hipoksia atau anoriksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadi pembesaran plasma. Monosit atau makrofag merupakan partisipan selalu terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004: 5).

2.4       Penularan dan Penyebaran

Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut.

Jenis-jenis vektor (perantara) malaria yaitu:

2.4.1    Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.

2.4.2    Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.

2.4.3    Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan dan pegunungan.

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :

a.    Penularan secara alamiah (natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vector penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.

  1. Penularan tidak alamiah (not natural infection)

a).     Malaria bawaan

Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)

b).     Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

2.5        Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Malaria

Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten.

2.5.1   Gejala klinis

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:

  1. Periode dingin.

Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

  1. Periode panas.

Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.

Demam disebabkan oleh pecahnya entrosit matang yang berisi skizon yang mengandung merozoit memasuki sirkulasi darah. Pada plasmodium falcifarumnterval demam tidak jelas (setiap 24-48 jam). Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale interval demam terjadi setiap 48 jam dan Plasmodium malariae setiap 72 jam. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

  1. Periode berkeringat.

Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak ada.

2.5.2   Masa inkubasi

Masa inkubasi dapat terjadi pada :

  1. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)

            Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.

  1. Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)

Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 14-16 hari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Terdapat beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu plasmodium falciparum, vivax, malaria dan ovale. Parasit ini menggunakan nyamuk sebagai hospes definitifnya, yaitu nyamuk Anopheles. Gejala klinis penyakit ini terdiri dari 3 tahap, yaitu periode dingin, periode panas dan periode berkeringat.

Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles dan secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat dari manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen HRP-2, pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat menyebabkan rasa sakit, gangguan otak hingga menyebabkan kematian.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan lima metode, yaitu yang pertama menggunakan mikroskopik cahaya dengan melihat morfologi eritrosit yang terinfeksi, yang kedua menggunakan mikroskop flouresensi dengan melihat asam nukleat yang terdapat diparasit, yang ketiga dengan menggunakan metode rapid test yaitu identifikasi antigen yang terdapat pada serum sampel, yang keempat menggunakan dip-stick yaitu identifikasi antigen parasit malaria yang terdapat dalam serum sampel, yang kelima dengan menggunakan PCR yaitu dengan menggandakan sekuens DNA/RNA yang spesifik dengan menggunakan primer oligonukleotida yang spesifik pula lalu dibaca menggunakan elektroforesis.

3.2       Saran

Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat Melakukan penyuluhan secara intensif guna memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara mencegah dan menanggulangi malaria yaitu dengan memasang kasa nyamuk pada ventilasi rumah, menggunakan kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur. Melakukan kegiatan surveilens malaria secara menyeluruh, baik pemantauan parasit dan spesies vektor serta kepadatan vektor malaria.

Bagi masyarakat agar memperbaiki lingkungan dalam rumah seperti pemasangan kasa nyamuk pada ventilasi rumah. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan cara pemakaian kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. http://gejalapenyakitmu.blogspot.com/2013/06/gejala-malaria-penyebab-pencegahan-pengobatan-penyakit.html
  2. http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-diagnosis.html (Diakses pada tanggal 08 April 2012
  3. http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/malaria.htm (Dikses pada tanggal 08 april 2012
  4. Depkes RI, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal PPM-PL, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2001.
  5. Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, Pusdatin, Depkes RI, Jakarta 2003.
  6. Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.Jakarta : EGC
  7. http://yuesuf.wordpress.com/2013/04/16/makalah-penyakit-malaria/
  8. http://adinnagrak.blogspot.com/2013/09/makalah-kesehatan-malaria.html

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Filariasis Limfatik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Filariasis atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria.

Penyakit kaki gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva, disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah. Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening.

Data WHO menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau anggota tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan, dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.

            Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.

 

Penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit di daerah tropis dan sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebaran yang sangat luas di Indonesia maka bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara. Oleh karena itu penyakit kaki gajah ini telah menjadi salah satu penyakit menular yang diprioritaskan untuk dieliminasi. Di tingkat global, program eliminasi filariasis telah dicanangkan sejak 1999, dan WHO terus menggerakkan program eliminasi ini di negara endemis, termasuk Indonesia.

Pelaksanaan POMP filariaris dilakukan dengan berbasis kabupaten / kota. Walau sudah berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat menjangkau seluruh penduduk di wilayah kabupaten / kota tersebut. Pola program semacam ini tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan (re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan POMP filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh wilayah endemis di Indonesia.

Maka dari itu penyusun tertarik untuk mengambil judul mengenai penyakit filariasis agar perawat dapat memahami factor penyebab, tanda gejala serta cara pencegahan dan penanggulangan dari penyakit filariasis ini mengingat penyakit ini angka kejadiannya cukup tinggi.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1   Apa definisi Filariasis?

1.2.2   Apa Etiologi/Penyebab Filariasis?

1.2.3   Bagaimana Patofisiologi Filariasis?

1.3  Tujuan

1.3.1   Mengetahui  pengertian Filariasis.

1.3.2   Mengetahui  penyebab Filariasis.

1.3.4   Mengetahui bagaimana Patofisiologi Filariasis.

 

 

1.4  Manfaat

1.4.1   Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, agar kedepan kita dapat berbuat dan bertindak untuk mengenali dan mengatasi serta menghindari penyakit Filariasis.

1.4.2   Penulis dapat lebih mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Filariasis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Definisi

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut. Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).

Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.

 

 

 

2.2       Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.

Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.

ü  W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus

ü  W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres

ü  B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.

ü  B. timori : an. barbirostris.

Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan ).

2.2.1    Cacing Dewasa atau Makrofilaria

  • Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
  • Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
  • Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
  • Berkembang secara ovovivipar

2.2.2    Mikrofilaria

  • Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu.
  • Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um

Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir

Faktor yang mempengaruhi :

  • Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
  • Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector.
  • lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan dsb,
  • Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Petik Cengkeh dan Coklat Dsb
  • Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomi budaya)

2.2.3    Siklus Hidup Cacing Filaria

           Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikro filaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofiaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot – otot dada (Toraksi).

            Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang yang disebut larva stadiun II. Pada hari kesepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula – mula ke rongga perut (Abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.

            Apabila nyamuk mikrofilaria ini menggigit manusia maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (Larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (Hospes),bersama – sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia.Larva keluar dari pembuluh darah dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalamidua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan.

Cacing filaria sendiri memiliki ciri sebagai berikut :

Cacing dewasa (makrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (kirofilaria berbentuk seperti benang berwarna putih susu.

Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65-100mm dan ekornya lurus berujung tumpul. Untuk makro filaria yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40mm dan ekor melingkar.Sedangkan mikrofilaria memilki panjang kurang labih 250 mikron, bersarung pucat

Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe. Tetapi pada malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat- alat dalam seperti paru- paru, jantung, dan hati.

2.3       Cara Penularan Filariasis

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak

2.4     Patofisiologi

Ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Saleha Sungkar, menjelaskan, mikrofilaria masuk ke tubuh manusia lewat nyamuk. Lebih dari 20 species nyamuk menjadi vektor (penyebar penyakit) filiriasis. Nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor (penyebar penyakit) untuk wuchereria bancrofti di daerah perkotaan. Di pedesaan vektor umumnya Anopheles, Culez, Aedes, dan Mansonia. Spesies nyamuk vektor bisa berbeda dari daerah satu dengan daerah lain.

Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut.

Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh. Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Selain manusia, untuk brugia malayi, sumber penularan penyakit juga bisa binatang liar, seperti kera dan kucing (hospes reservoir).

Setelah dewasa, cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. ”Di tubuh manusia cacing itu menumpang makan dan hidup.

Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.

 

2.5       Manifestasi Klinis

Umumnya, filariasis akan bersifat mikrofilaremia subklinis. Apalagi kebanyakan penderita penyakit ini merupakan masyarakat pedesaan hingga sama sekali tidak terdeteksi oleh pranata kesehatan yang berada di lingkungan tersebut. Namun demikian, jika telah parah dan kronis dapat menimbulkan hidrokel, acute adenolymphangytis (ADL), serta kelainan pembuluh limfe yang kronis. Di daerah-daerah yang endemis W.bancrofti juga sudah banyak orang yang kebal sehingga jika ada satu atau dua orang yang skrotumnya tiba-tiba sudah besar, kemungkinan sudah banyak sekali laki-laki yang terinfeksi parasit ini. Meski demikian, jika ingin mendeteksi secara dini, dalam fase subklinis penderita filariasis bancrofti akan mengalami hematuria dan atau proteinuria mikroskopik, pembuluh limfe yang melebar dan berkelok-kelok –dideteksi dengan flebografi- , serta limfangiektasis skrotum –dideteksi dengan USG. Namun tentu saja gejala-gejala yang disebutkan terakhir jarang sekali (kalau bisa dibilang tidak pernah) terdeteksi karena terjadi di pedalaman-pedalaman desa.

ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan limfadenitis), serta edema lokal yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat retrograd, menyebar secara perifer dari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan meradang. Bisa juga terjadi tromboflebitis di sepanjang jalur limfe tersebut. Limfadenitis dan limfangitis dapat terjadi pada KGB ekstremitas bawah dan atas akibat infeksi W.bancrofti dan Brugia. Namun khas untuk W.bancrofti, biasanya akan terjadi lesi di daerah genital terlebih dahulu. Lesi di derah genital ini meliputi funikulitis, epididimitis, dan rasa sakit pada skrotum. Nantinya lesi ini juga bisa menjadi limfedema hingga menjadi elefantiasis skrotalis yang sangat khas akibat infeksi W.bancrofti. Lebih jauh, edema ini juga bisa mendesak rongga peritoneal hingga menyebabkan ruptur limfe di daerah renal dan menyebabkan chiluria, terutama waktu pagi.

Pada daerah yang endemis infeksi filaria, terdapat tipe onset penyakit akut yang dinamakan dermatolymphangioadenitis (DLA). Agak sedikit berbeda dengan ADL, DLA merupakan sindrom yang meliputi demam tinggi, menggigil, myalgia, serta sakit kepala. Plak edem akibat peradangan membentuk demarkasi yang jelas dari kulit yang normal. Pada sindrom ini juga terdapat vesikel, ulkus, serta hiperpigmentasi. Kadang-kadang dapat ditemui riwayat trauma, gigitan serangga, terbakar, radiasi, lesi akibat pungsi, serta kecelakaan akibat bahan kimia. Biasanya port d’entrée dari filaria tersebut terletak di daerah interdigital. Karena bentuknya yang tidak terlalu khas, sindrom ini sering juga didiagnosis sebagai selulitis.

Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah

Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.

Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :

  • Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
  • Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis).
  • Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
  • Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).
  • Gejala dan tanda klinis kronis :
  • Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan lengan dibawah lutut / siku lutut dan siku masih normal.
  • Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti.
  • Kiluria : Kencing seperti susu      kebocoran sel limfe di ginjal, jarang ditemukan

2.6       Tindakan Pencegahan

            Pencegahan terhadap penyakit filariasis / kaki gajah dapat dilakukan dengan jalan :

  • Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
  • Membersihkan air pada rawa-rawa yang merupakan tempat   perindukan   nyamuk
  • Mengeringkan / genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
  • Membakar sisa-sisa sampah (berupa kertas dan plastik)
  • Minimal melakukan penyemprotan sebulan sekali

            Pencegahan penyakit kaki gajah / filasiasis bagi penderita penyakit filariasis diharapkan untuk memeriksakan kedokter agar mendapatkan penanganan obat – obatan sehingga tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat lainnya.

            Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah / filariasis di wilayah masing – masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini.Membersihkan lingkinggan sekitar adalah hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:

3.1.1    Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.

3.1.2    Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.

3.1.3    Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.

3.2       Saran

Diharapkan Pembaca dan Mahasiswa dapat lebih memahami kasus Filariasis kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan pembaca dan mahasiswa mampu mewujudkan program Lingkungan bersih dan sehat dengan Penyakit Filariasis.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis.  Diakses dari situs http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
  2. Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
  3. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
  4. Sofyan, Iyan. 2007. Cegah Penyakit Kaki Gajah, Sembilan Ratus Ribu Warga Bogor Diharuskan Minum Obat Cacing. Diakses dari situs http://www.kotabogor.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
  5. http://ditaanugrah.blogspot.com/2014/01/makalah-lengkap-filariasis-kaki-gajah.html
  6. http://nursamawiah.blogspot.com/2012/03/makalah-cacing-filaria-wuchereria.html

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Satua Acara Penyuluhan (SAP) Hipertensi

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

HIPERTENSI

  1. IDENTIFIKASI MASALAH

Hipertensi adalah Suatu peningkatan tekanan darah didalam arteri yang mengakibatkan sup;ai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tkanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,gagal jantung,serangan jantung,dan kerusakan ginjal yang merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.

Gangguan kesehatan ini ditandai terjadinya kenaikan tekanan darah sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik (bawah) 90 mmHg atau lebih. Pada Populasi lansia,hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan sistolik 90 mmHg. (Smelter,2001)

  1. PENGANTAR

Bidang Studi    : Kebidanan Komunitas

Topik               : Hipertensi

Sub Topik         : Pentingnya Pengetahuan Tentang Hipertensi

Sasaran           : Lansia di Desa Sabiano

Hari/Tanggal   : Tahun 2014

Jam                  : 10.00-10.40 WIB

Waktu              : 40 menit

Tempat            : di Desa Sabiano Kec. Wundulako Kab. Kolaka

  1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah mengikuti kegiatan Penyuluhan tentang Hipertensi di Desa Sabiano selama 40 menit, diharapkan ibu-ibu yang menderita atau beresiko terhadap Hipertensi dapat lebih mengerti dan memahami Penyakit Hipertensi.

  1. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah mengikuti kegiatan Penyuluhan tentang Hipertensi di Desa Sabiano selama 40 menit, diharapkan ibu-ibu yang dapat mengetahui tentang:

1.      Pengertian Hipertensi

2.      Penyebab Hipertensi

3.      Gejala Hipertensi

4.      Dampak & Komplikasi yang terjadi

5.      Pencegahan dan Penanganan

  1. MATERI

Terlampir

  1. MEDIA

1.      Materi SAP

2.      Leaflet

  1. METODE

1.      Penyuluhan

2.      Tanya jawab

  1. KEGIATAN PEMBELAJARAN

No

Waktu

Kegiatan Penyuluhan

Kegiatan Peserta

 

5 menit

Pembukaan :

  1. Memberi salam
  2. Menjelaskan tujuan penyuluhan
  3. Menyebutkan materi/pokok bahasan yang akan disampaikan

 

Menjawab salam

Mendengarkan dan memperhatikan

 

20 menit

Pelaksanaan :

Menjelaskan materi penyuluhan secara berurutan dan teratur.

Materi :

1.      Pengertian Hipertensi

2.      Penyebab Hipertensi

3.      Gejala Hipertensi

4.      Dampak & Komplikasi yang terjadi

5.      Pencegahan dan Penanganan

 

Menyimak dan memperhatikan

 

10 menit

Evaluasi :

–         Menyimpulkan inti penyuluhan

–         Menyampaikan secara singkat materi penyuluhan

–         Memberi kesempatan kepada ibu-ibu untuk bertanya

–         Memberi kesempatan kepada ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan

 

Menyimak dan mendengarkan

 

5 menit

Penutup :

–         Menyimpulkan materi penyuluhan yang telah disampaikan

–         Menyampaikan terima kasih atas perhatian dan waktu yang telah di berikan kepada peserta

–         Mengucapkan salam

 

Menjawab salam

 

  1. LAMPIRAN MATERI

A.     Pengertian

            Hipertensi adalah terjadinya kenaikan tekanan darah sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik (bawah) 90 mmHg atau lebih.

Disebut hipertensi apabila seseorang yang terkena :

1.      Telah berumur 18 tahun atau lebih.

2.      Bila 2x kunjungan berbeda tekanan diastolik 90 atau lebih.

3.      Beberapa kali pengukuran tekanan sistolik menetap 140 mmHg atau lebih.

  1. Penyebab Hipertensi

         Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian karena orang yang terserang cukup banyak dan akibat jangka panjang yang ditimbulkan, serta mempunyai konsekuensi tertentu.

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi dalam 2 golongan yaitu :

  1. Hipertensi primer/esensial à tidak diketahui penyebabnya, biasanya dihubungkan dengan faktor keturunan, kebiasaan hidup, konsumsi garam dan lemak tinggi,strees, merokok.
  2. Hipertensi sekunder à penyebab pada umumnya dapat diketahui secara pasti, seperti : gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal.
  3. Tanda dan Gejala

1.      Sakit kepala dan pusing (bagian belakang) terutama bila bangun tidur.

2.      Nggliyer (Bhs. Jawa), terasa melayang.

3.      Rasa berat ditengkuk atau leher.

4.      Kadang mimisan.

5.      Emosi yang tidak stabil, mudah tersinggung.

6.      Telinga berdenging.

7.      Sukar tidur.

8.      Mata berkunang-kunang.

9.      Rasa mual atau muntah.

  1. Klasifikasi atau Derajat Hipertensi

The Join National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure. (komite deteksi, evaluasi, dan pengobatan hipertensi). Mengklasifikasikan hipertensi dalam tabel di bawah ini :

Tabel Stadium Hipertensi

Kategori

Sistolik (Atas)

Diastolik (Bawah)

Normal tinggi (perbatasan )

130-190

85-89

Stadium I Ringan

140-159

90-99

Stadium 2 Sedang

160-179

100-109

Stadium 3 Berat

180-209

110-119

Stadium 4 Sangat Berat

³ 210

£ 120

 

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

Kelompok risiko yang rawan terhadap hipertensi :

1.      Obesitas

2.      Perokok

3.      Peminum alkohol

4.      Penyakit DM dan jantung

5.      Wanita yang tidak menstruasi

6.      Stress

7.      Kurang olah raga

8.      Diet yang tidak seimbang, makanan berlemak

 

 

 

  1. Komplikasi

Efek pada organ :

  1. Otak

–        Pemekaran pembuluh darah

–        Perdarahan

–        Kematian sel otak : stroke

  1. Ginjal

–        Malam banyak kencing

–        Kerusakan sel ginjal

–        Gagal ginjal

  1. Jantung

–        Membesar

–        Sesak nafas (dyspnoe)

–        Cepat lelah

–        Gagal jantung

  1. Cara pencegahan dan perawatan hipertensi
  2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan yang ideal (cegah kegemukan).
  3. Batasi pemakaian garam.
  4. Mulai kurangi pemakaian garam sejak dini apabila diketahui ada faktor keturunan hipertensi dalam keluarga.
  5. Tidak merokok.
  6. Perhatikan keseimbangan gizi, perbanyak buah dan sayuran.
  7. Hindari minum kopi yang berlebihan.
  8. Batasi makanan.
  9. Mempertahankan gizi (diet yang sehat seimbang).
  10. Periksa tekanan darah secara teratur, terutama jika usia sudah mencapai 40 tahun.

Bagi yang sudah sakit

  1. Berobat secara teratur.
  2. Jangan menghentikan, mengubah, dan menambah dosis dan jenis obat tanpa petunjuk dokter.
  3. Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk penyakit lain karena ada obat yang dapat meningkatkan memperburuk hipertens
  4. Makanan yang dianjurkan
  • Beras, kentang, ubi, mie, maezena, hunkue, terigu, gula pasir.
  • Kacang-kacangan dan hasilnya seperti kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang tolo, tempe, tahu tawar, oncom.
  • Minyak gorng, margarine tanpa garam.
  • Sayuran dan buah-buahan tawar.
  • Bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, kunyit, kencur, laos, lombok, salam, sere, cukak.
  1. Makanan yang tidak diperbolehkan
  2. Otak, ginjal, paru-paru, jantung dan udang.
  3. Semua makanan yang diberi garam natrium pada pengolahan, seperti :
  • Biskuit, bolu dan kue lain yang dimasak dengan garam dapur atau soda
  • Dendeng, abon, ikan asin, ikan pindang, sarden, udang kering, telur asin, telur pindang.
  • Keju, selai kacang tanah.
  • Margarine, mentega.
  1. Acar, asinan sayuran, sayur dalam kaleng.
  2. Asinan buah, manisan buah, buah dalam kaleng.
  3. Kecap, terasi, petis, dan saos tomat.

 

 

  1. Pengobatan tradisonal untuk Hipertensi
  2. Buah ketimun
  3. Buah belimbing.
  4. Daun seledri

Cara membuat obat tradisional:

  1. 1/2 kg buah ketimun/belimbing cuci hingga bersih.
  2. Kupas kulit dan kemudian diparut.
  3. Saring airnya dengan penyaring.
  4. Setelah disaring kemudian diminum.
  5. Lakukan setiap hari kuang lebih 1kg untuk 2 kali minum.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

 

http://renycahya.blogspot.com/2012/04/satuan-acara-penyuluhan-sap-hipertensi.html

http://www.antaranews.com/print/1188369274/hipertensi/7769001,id.html

http://lebih-kreatif.blogspot.com/2013/07/contoh-satuan-acara-penyuluhan-sap.html

http://satuan-acara-penyuluhan-hipertensi.blogspot.com/

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Askep Dislokasi Sendi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( jeffrey m.spivak et al ,1999)  terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi,  Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.

Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

 

1.2    Tujuan

1.2.1    Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa “dislokasi “ 

1.2.2    Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran  asuhan keperawatan meliputi :

1)    Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian kepada klien dengan dislokasi 

2)      Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan dislokasi

3)      Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan dislokasi

4)    Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan pada dislokasi

1.3    Manfaat

1.3.1    Manfaat Bagi mahasiswa

            Agar mahsiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan muskluskletal dengan diagnosa dislokasi dengan cepat dan tanggap  dan meningkatkan potensi diri sehubungan dengan  penanggulangannya

1.3.2    Manfaat bagi masyarakat

            Agar masyarakat dapat mengethui tindakan atau  intervensi tentang dislokasi dengan cepat dan tanggap

1.3.3    Manfaat bagi institusi pendidikan

            Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan dan menambah wawasan dalam hal pemahaman  perkembangan dan upaya  pencegahan  yang berhubungan dengan gangguan muskluskletal pada penderita dislokasi yang sebaiknya dimulai sedini mungkin.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Pengertian

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi sering di temukan pada orang dewasas dan jarang di temukan pada  anak –anak, biasanya klien jatuh dengan ekerasa dalam keadaan tangan out streched . bagian distal humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior .misalkan oada radius dan ulna mengalami dislokasi pada posterior oleh karna itu brakhialis yang mengalmi robekan pada proseus karanoid .

 

 

2.2    Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2.2.1    Dislokasi kongenital. Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2.2.2    Dislokasi patologik. Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

2.2.3    Dislokasi traumatik. Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

  1. Dislokasi Akut

        Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi

  1. Dislokasi Berulang.

        Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :

  1. Dislokasi Sendi Rahang

Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :

  1. Menguap atau terlalu lebar.
  2. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
  3. Dislokasi Sendi Bahu

        Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).

  1. Dislokasi Sendi Siku

        Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.

  1. Dislokasi Sendi Jari

        Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

  1. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal

        Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.

  1. Dislokasi Panggul

        Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).

7.   Dislokasi Patella

  1. Paling sering terjadi ke arah lateral.
  2. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
  3. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

         Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

2.3    Etiologi

         Dislokasi disebabkan oleh :

2.3.1    Cedera olahraga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2.3.2    Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

2.3.3    Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

2.3.4    Patologis. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital penghubung tulang.

2.3    Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi

 

 

2.6    Manifestasi Klinis

            Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

2.6.1    Nyeri

2.6.2    Perubahan kontur sendi

2.6.3    Perubahan panjang ekstremitas

2.6.4    Kehilangan mobilitas normal

2.6.5    Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

2.6.6    Deformitas

2.6.7    Kekakuan

2.7    Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, hitung trombosit, urinalisasi,dan penentuan gula darAh, BUM dan elektrolit

2.8    Penatalaksanaan

2.8.1    Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

2.8.2    Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

2.8.3    Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

2.8.4    Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

2.8.5    Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

 

 

BAB III

KONSEP ASKEP

1.      Pengkajian

1.1    Identitas klien meliputi nama ,jenis kelamin ,usia ,alamt ,agama ,bahasa yang digunakan ,stattus perkawinan ,pendidikan, pekerjaan,asuransi golongan darah ,nomor registrasi , tanggal dan jam masuk rumah sakit, (MRS) , dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :

1.1.1    Umur , pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak , biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out

1.1.2    Pekerjaan

Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelkaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh , atupun kecelakaan di tempat kerja , kecelakaan industri  dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll

1.1.3    Jenis kelamin

Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .

 1.2   Keluhan utama

         Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri , kelemahan dan kelumpuhan ,ekstermitas , nyeri tekan otot , dan deformitas pada daerah trauma ,untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode PQRS.

 

 1.3   Riwayat penyakit sekarang

         Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas ,kecelekaan industri , dan kecelakaan lain ,seperti jatuh dari pohon atau bangunan , pengkajian yang di dapat meliputi nyeri , paralisis extermitras bawah , syok .

 1.4   Riwayat penyakit dahulu

         Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit ,seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan ,penyakit alinnya seeperti hypertensi ,riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung , anemia , obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien , perlu ditanyakan pada keluarga klien .

 1.5   Pengkajian Psikososial dan Spiritual

         Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan perawat.

Pemeriksaan fisik

         Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)

1.6    Keadaan umum

         Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran ,periksa adanya perubahan tanda-tanda vital ,yang meliputi brikardia ,hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.

1.7    B3 ( brain)

1.7.1    Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis

1.7.2    Pemeriksaan fungsi selebral

Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .

1.7.3    Pemeriksaan saraf kranial

1.7.4    Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring melemah

1.8    B6 (Bone)

1.8.1    Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena

1.8.2    Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas

1.8.3    Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada ramus dan simfisi fubis

1.8.4    Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

Klasifikasi Data

1.9    Data subjektif

1.9.1    Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas

1.9.2    Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat

1.9.3    Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi

1.9.4    Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi    

1.9.5    Klien mengatakan sangat lemas

1.9.6    Klien bertanya-tanya tentang keadaannya

1.9.7    Klien mengatakan susah bergerak

1.10  Data objektif

1.10.1  Klien nampak lemas

1.10.2  Wajah nampak meringis

1.10.3  Keterbatasan mobilitas

1.10.4  Skala nyeri 6 (0-10)

1.10.5  Klien nampak cemas

Analisa Data

Symptom

Etiologi

Problem

DS :

   Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas

   Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat

   Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi    

DO :

      Wajah Nampak meringis

   Skala nyeri 5 (0-10)

      Pembengkakan local

 

 

Diskontuinitas tulang

 

Pergeseran frakmen tulang

 

Nyeri

Nyeri

DS :

   Klien mengatakan sangat lemas

   Klien mengatakan susah bergerak

   Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi

DO :

      Klien nampak lemas

      Keterbatasan mobilitas

 

Adanya trauma

 

Deformitas tulang

 

Gangguan Fungsi Gerak

 

Kerusakan mobilitas fisik

Gangguan  mobilitas fisik

DS :

      Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya

DO :

      Klien nampak cemas

 

Tindakan pengobatan

 

Kurangnya Informasi

Kurang pengetahuan

 

Konflik Interpersonal

 

Ansietas

Ansietas

 

 

         Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
  3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NIC DAN NOC

NO

DIAGNOSA

INTERVENSI

NIC

NOC

 

NYERI AKUT

Definisi   : Sensori yang   tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang   muncul secara aktual atau potensial, kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan..

 

Batasan karakteristik :

–          Laporan secara   verbal atau non verbal

–          Fakta dan observasi

–          Gerakan melindungi

–          Tingkah laku berhati-hati

–          Gangguan tidur   (mata sayu, tampak capek,   sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

–          Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui   orang lain, aktivitas berulang-ulang)

–          Respon autonom   (diaphoresis, perubahan   tekanan darah, perubahan pola   nafas, nadi dan dilatasi pupil)

–          Tingkah laku ekspresif (gelisah, marah,   menangis, merintih, waspada, napas panjang, iritabel)

–          Berfokus pada diri sendiri

–          Fokus menyempit (penurunan persepsi pada   waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

–          Perubahan nafsu   makan dan Minum

 

Faktor yang berhubungan :

–          Agen injury (fisik, biologis, psikologis).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien   dapat mengontrol nyeri dengan indicator :

–          Mengenali faktor penyebab

–          Mengenali onset (lamanya sakit)

–          Menggunakan metode pencegahan

–          Menggunakan metode   nonanalgetik   untuk mengurangi nyeri

–          Menggunakan analgetik   sesuai kebutuhan

–          Mencari bantuan tenaga kesehatan

–          Melaporkan gejala   pada tenaga kesehatan

–          Menggunakan sumber-sumber yang tersedia

–          Mengenali gejala-gejala nyeri

–          Mencatat pengalaman   nyeri sebelumnya

–          Melaporkan nyeri sudah terkontrol

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indicator :

–          Melaporkan adanya nyeri

–          Luas bagian tubuh yang terpengaruh

–          Frekuensi nyeri

–          Panjangnya episode nyeri

–          Pernyataan nyeri

–          Ekspresi nyeri pada wajah

–          Posisi tubuh protektif

–          Kurangnya istirahat

–          Ketegangan otot

–          Perubahan pada frekuensi pernafasan

–          Perubahan nadi

–          Perubahan tekanan darah

–          Perubahan ukuran pupil

–          Keringat berlebih

–          Kehilangan selera makan

MANAJEMEN NYERI

Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.

Intervensi   :

–          Lakukan pengkajian   nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

–          Observasi reaksi   non verbal dari   ketidaknyamanan

–          Gunakan teknik   komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

–          Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

–          Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

–          Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang   ketidakefektifan kontrol nyeri   masa lampau

–          Bantu pasien   dan keluarga untuk   mencari dan menemukan dukungan

–          Kontrol lingkungan   yang dapat mempengaruhi nyeri seperti   suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

–          Kurangi faktor presipitasi

–          Pilih dan   lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi   dan inter personal)

–          Kaji tipe   dan sumber nyeri   untuk menentukan intervensi

–          Ajarkan tentang teknik non farmakologi

–          Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

–          Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

–          Tingkatkan istirahat

–          Kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

 

ANALGETIC ADMINISTRATION

Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri.

Intervensi :

–          Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

–          Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

–          Cek riwayat alergi

–          Pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu

–          Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri

–          Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal

–          Pilih rute   pemberian secara IV,   IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

–          Monitor vital   sign sebelum dan   sesudah pemberian analgetik pertama kali

–          Berikan analgetik   tepat waktu terutama   saat nyeri hebat

–          Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)

 

 

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik   tertentu pada bagian tubuh   atau satu atau   lebih ekstremitas.

 

Batasan karakteristik :

–          Postur tubuh yang tidak stabil

–          Keterbatasan kemampuan untuk melakukan   ketrampilan motorik kasar

–          Keterbatasan kemampuan untuk melakukan   ketrampilan motorik halus

Tidak ada koordinasi gerakan

–          Keterbatasan ROM

–          Kesulitan berbalik

–          Perubahn gaya   berjalan (penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai   berjalan, langkah   sempit,kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral)

–          Penurunan waktu reaksi

–          Bergerak menyebabkan   nafas menjadi pendek

–          Usaha yang   kuat untuk perubahan gerak   (peningkatan perhatian   untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku,   fokus dalam anggapan ketidakmampuan aktivitas)

–          Pergerakan yang lambat

–          Bergerak menyebabkan tremor

 

 

 

 

Faktor yang berhubungan :

–          Pengobatan

–          pembatasan gerak

–          pembatasan gerak

–          Kurang pengetahuan   tentang bersama dengan indikator   klien

–          pembatasan gerak

–          Kurang pengetahuan   tentang bersama dengan indikator   klien

–          Kerusakan persepsi sensori

–          Tidak nyaman, nyeri

–          Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskular

–          Intoleransi aktivitas

–          Depresi mood/cemas

–          Kerusakan kognitif

–          Penurunan kekuatan otot

–          Keengganan untuk   memulai gerak

–          Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan

–          Malnutrisi umum atau selektif

–          Kehilangan integritas   struktur tulang

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat melakukan ambulasi berjalan dengan indikator :

–          Mempertahankan berat badan

–          Melangkah

–          Berjalan lambat

–          Berjalan dengan kecepatan sedang

–          Berjalan dengan kecepatan lebih cepat

–          Berjalan naik tangga

–          Berjalan menuruni tangga

–          Berjalan mendaki

–          Berjalan dengan   jarak yang dekat (keliling kamar)

–          Berjalan dengan   jarak yang sedang     (keluar kamar)

–          Berjalan dengan jarak yang   lebih jauh (mengitari bangsal)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam tingkat mobilitas pasien meningkat dengan indikator:

–          Keseimbangan tubuh

–          Posisi tubuh

–          Gerakan otot

–          Gerakan sendi

–          Kemampuan berpindah

–          Ambulasi: berjalan

–          Ambulasi: kursi roda

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien dapat melakukan gerakan/pergerakakkan fisik dengan indicator : menggerakakkan jari kaki, tangan, leher, bahu, lutut, pinggang, siku dan pergelangan tangan, menggerakan jari   kaki, tangan, leher,   bahu.

TERAPI AKTIVITAS : AMBULASI

Definisi : membantu pasien memulai   aktivitas fisik untuk memperkuat fungsi tubuh selama perawatan dan melindungi dari sakit atau cedera.

Intervensi :

–          Monitoring vital   sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

–          Konsultasikan dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

–          Bantu klien   untuk menggunakan tongkat   saat berjalan dan cegah terhadap cedera

–          Ajarkan pasien   atau tenaga kesehatan   lain tentang teknik ambulasi

–          Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

–          Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan

–          Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan kabutuhan ADL

–          Berikan alat bantu bila pasien memerlukan

–          Ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

EXERCISE THERAPY: JOINT MOVEMENT

–          Tentukan batasan gerakan

–          Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan dan menentukan program latihan

–          Tentukan level gerakan pasien

–          Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan

–          Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan atau aktivitas lindungi pasien dari trauma selama latihan

–          Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk gerakan pasif atau aktif

–          Dorong ROM aktif

–          Instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM pasif dan aktif

–          Bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan ROM aktif

–          Dorong klien untuk menunjukan gerakan tubuh sebelum latihan

 

KECEMASAN/ANSIETAS

Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom ( sumber sering sekali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu,perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat keawaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Batasan karakteristik :

  1. perilaku

–    Penurunan produktivitas

–    Gerakan yang irelevan

–    Melihat sepintas

–    Insomnia

–    Kontak mata yang buruk

–    Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup

–    tampak waspada

–     

  1. afektif

–    gelisah, ketakutan

–    ketakutan

–    rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan

–    khawatir

–    peningkatan rasa yang ketidakberdayaan yang persisten

  1. fisiologis

–    wajah tegang

–    gemetar

–    jantung berdebar-debar

–    peningkatan tekanan darah

factor yang berhubungan

–    kurangnya informasi yang di dapat

–    kurangnya pengetahuan tentang penyakit

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor:

–          Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

–          Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas

–          Ekspresi wajah, bahasa, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya cemas

 

Anciety reduction ( penurunan kecemasan )

Intervensi :

–          Gunakan poendekatan yang menenangkan

–          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

–          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur pengobatan

–          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut

–          Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan takut dan persepisnya terhadapa penyakit yang dia alami

–          Identifikasi tingkat kecemasan pasien

–          Dorong keluarga untuk selalu menemani pasien selama perawatan

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.

            Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

4.2    Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Doengoes, Mariliynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC : Jakarta

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Pamela L.swearingen , (2000) Keperawatan Medikal –Bedah .E/2, jakarta : egc 

Muttaqin.A , (2008) , Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal,Jakarta :EGC

http://www.slideshare.net/ardiartana/savedfiles?s_title=askep-dislokasi&user_login=septianraha

http://ardiartana.wordpress.com/2013/10/31/askep-dislokasi/

http://keperawatanblog.wordpress.com/2013/06/03/7/

ASKEP DISLOKASI

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Askep Diare

KATA PENGANTAR

            Penulis Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang MAKALAH ASKEP DIARE” dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas dari mata kuliah HIV/AIDS.

            Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

Kendari,     Desember  2013

 

Penulis

 

 

 

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………..                        i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………            ii

BAB I     PENDAHULUAN  ……………………………………….…………………………..……..           1

Latar Belakang …………………………………………………………………………….           1

Rumusan Masalah …………………………………………………………………………            3

Tujuan ………………..…………………………………………………………………….. 3

Manfaat ………………………………………………………………………………………..            3

BAB II    PEMBAHASAN ………………………………………………………………..……….            4

Pengertian  ……………………………..……………………………………………….            4

Etiologi …………………………………………………………………………………..            5

Patofisiologi ……………………………………………………………………………            5

Penyimpangan KDM ………………………………………………………………..            7

Manifestasi Klinis …………………………………………………………………….            8

Pemeriksaan Penunjang …………………………………………………………..            8

Komplikasi ………………………………………………………………………………            9

Pengkajian ……………………………………………………………………………….           10

Diagnosa Keperawatan  ……………………………………………………………           11

Intervensi  …………………………………………………………………………………          11

BAB III   PENUTUP  ……………………………………………………………………………..           14

Kesimpulan  …………………………………………………………………………..            14

Saran  ……………………………………………………………………………………           14

DAFTAR PUSTAKA  ………………………………………………………………………………          15

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua.  sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak. (anaksehat.blogdrive.com).

Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare

Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.

Di Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekira 460 balita setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu yang tertinggi, di mana kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia di bawah 5 tahun. Umumnya, kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan orangtua memberikan perawatan pertama saat anak terkena diare.

Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger.

Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com).

Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun

Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. (piogama.ugm.ac.id).

Sedangkan di Provinsi Riau Pada 27 maret 2008 tercatat Diare 182 kasus yang diakibatkan adanya banjir di Provinsi Riau. Adapun kecamatan yang terkena banjir sebanyak 36 kecamatan, 164 desa, 29.950 Kepala Keluarga atau 60.950 Jiwa

Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1   Apa definisi Diare?

1.2.2   Jenis-jenis Diare?

1.2.3   Apa Etiologi/Penyebab Diare?

1.2.4   Asuhan Keperawatan Diare?

 

1.3  Tujuan

1.3.1   Mengetahui  pengertian Diare.

1.3.2   Mengetahui  jenis-jenis Diare.

1.3.3   Mengetahui  penyebab Diare.

1.3.4   Mengetahui  asuhan keperawatan Diare.

 

1.4  Manfaat

1.4.1   Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan perawatan Diare.

1.4.2   Dengan melakukan pembutan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Diare.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1     Konsep Dasar Penyakit

2.1.1   Definisi

Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.

Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.

Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

2.1.2     Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan diare kronis. (Asnil et al, 2003).

a.  Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah

b.  Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c.  Diare kronis

Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

2.1.3     Etiologi

a.  Faktor infeksi

ü  Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).

ü  Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

b.  Faktor Makanan:

Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.

  1. Faktor Psikologis

Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

2.1.4     Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

  1. Gangguan osmotic

Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b.  Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

c.  Gangguan motilitas usus.

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

2.1.7   Patway

2.1.6   Gejala Diare

Beberapa gejala penyakit diare dapat langsung dikenali atau dirasakan oleh penderita. Di antara gejala tersebut adalah:

ü   Buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan

ü   Tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari

ü   Pegal pada punggung, dan perut sering berbunyi

ü   Mengalami dehidrasi (kekurangan cairan tubuh)

ü   Diare yang disebabkan oleh virus dapat menimbulkan mual dan muntah-muntah

ü   Badan lesu atau lemah

ü   Panas

ü   Tidak nafsu makan

ü   Darah dan lendir dalam kotoran

2.1.7   Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:

a.  Feses

ü  Makroskopis dan Mikroskopis

ü  pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

ü  Biakan dan uji resisten.

b.  Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.

c.  Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d.  Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.

e.  Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit.

2.1.8   Komplikasi

a.  Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

b.  Renjatan hipovolemik.

c.  Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).

d.  Hipoglikemia.

e.  Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.

f.  Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

g.  Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

2.2      Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1   Pengkajian

a.  Identitas klien.

b.  Riwayat keperawatan.

ü  Awalan serangan : Suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

ü  Keluhan utama : Faeces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

c.  Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.

d.  Riwayat psikososial keluarga.

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

e.  Kebutuhan dasar.

ü   Pola eliminasi

Akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.

ü   Pola nutrisi

Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

ü   Pola tidur dan istirahat

Terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

ü   Pola hygiene

Kebiasaan mandi setiap harinya.

ü   Aktivitas

Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

2.2.2   Pemerikasaan fisik.

a.  Pemeriksaan psikologis :

Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.

b.  Pemeriksaan sistematik :

ü  Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.

ü  Perkusi : adanya distensi abdomen.

ü  Palpasi : Turgor kulit kurang elastis

ü  Auskultasi : terdengarnya bising usus.

2.2.3   Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi Aktivitas

b. Kekurangan volume cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Resiko Kerusakan Integritas Kulit

2.2.4   Intervensi

No.

Diagnosa Keperawatan

NOC

NIC

1.

 

Intolerasi Aktivitas
  • Konservasi energi.
  • Toleransi aktivitas.
  • Perawatan diri.

Kriteria hasil :

  •  Berpatisipasi dalam aktivitas fisik.
  • Mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
Terapi aktivitas :

  • Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
  • Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social.
  • Bantu untuk mengidentivikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.
  • Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.
2. Kekurangan Volume Cairan
  • Keseimbangan elektrolit/Cairan.
  • Status Nutrisi.

Kriteria hasil :

  •  Tidak mengalami haus yang tidak normal.
  • Memiliki keseimbangan asupandan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
  • Membran mukosa lembap dan mampu berkeringat.
  • Memiliki asupan cairan oral/atau intravena yang kuat.
    • Bantu klien untuk meningkatkan eletrolit dan cairan.
    • Bantu untuk meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi kadar cairan yang abnormal atau yang tidak diharapkan.
    • Bantu untuk menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang.
    • Kumpulkan dan analisa data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
  • Selera makan.
  • Status gizi.

Kriteria hasil :

  •  Punya keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang menjalani pengobatan.
  • Melaporkan tingkat energy yang adekuat.
    • Membantu dan menyediakan asupan makanan diet seimbang.
    • Bantu untuk makan.
    • Merangsang selera makan pasien dengan cara mecari tahu makanan kesukaan.
4. Kerusakan integritas Kulit
  • Respon Alergi.
  • Iritasi.
  • Perawatan diri.

Kriteria hasil :

  •  Tidak ada tanda-tanda iritasi pada sekitar Perianal.
    • Bantu klien untuk menjaga kebersihan.
    • Bantu untuk mencegah iritasi pada perineal.
 

 

BAB III

PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Diare juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

3.2   Saran

Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diare ini diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan mengerti tentang cara pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diare.

 

 DAFTAR PUSTAKA

3.      Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi Jilid 1 tahun 2013.

4.      Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi Jilid 2 tahun 2013.

5.      Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi tahun 2012-1014.

6.      Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9 oleh Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern.

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Askep Hipotiroid

KATA PENGANTAR

            Penulis Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang MAKALAH ASKEP HIPOTIROIDISMEA dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas dari mata kuliah SISTEM ENDOKRIN.

            Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

Kendari,     Nopember  2013

 

Penulis

 

 

 

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………..                        i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………            ii

BAB I     PENDAHULUAN  ……………………………………….…………………………..……..           1

Latar Belakang …………………………………………………………………………….           1

Rumusan Masalah …………………………………………………………………………            2

Tujuan ………………..…………………………………………………………………….. 2

Manfaat ………………………………………………………………………………………..            2

 

BAB II    PEMBAHASAN ………………………………………………………………..……….            3

Pengertian  ……………………………..……………………………………………….            3

Etiologi …………………………………………………………………………………..            4

Patofisiologi ……………………………………………………………………………            5

Penyimpangan KDM ………………………………………………………………..            6

Manifestasi Klinis …………………………………………………………………….            7

Komplikasi ……………………………………………………………………………….           7

Pengkajian ………………………………………………………………………………..            9

Diagnosa Keperawatan  ……………………………………………………………           11

Intervensi  …………………………………………………………………………………          12

 

BAB III   PENUTUP  ……………………………………………………………………………..           15

Kesimpulan  …………………………………………………………………………..            15

Saran  ……………………………………………………………………………………           15

 

DAFTAR PUSTAKA  ………………………………………………………………………………          16

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain (Alvyanto, 2010).

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.

Dalam system endokrin terbagi atas dua bagian yaitu system endokrin dan system eksokrim. System eksokirm merupakan system yang mengeluarkan enzim pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding pembuluh darah. System endokrin membahas tentang system pengeluaran enzim ke dalam organ- organ dalam tubuh seperti ginjal, hati, pancreas, pembuluh darah, dll. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh system endokrin ini diantaranya adalah hipotiroidisme. Merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kelenjar tyroid dalam menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan t4 (tiroksin). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang pada manusia utamanya pada  laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada stadium lanjut.

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis dalam pembahasan makalah ini membahas lebih lanjut tentang penyakit hipotiroidisme serta asuhan keperawatan secara mendasar sehingga kita dapat mengetahui secara dini tentang penyakit ini dan cara perawatannya.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1   Apa definisi Hipotiroidisme?

1.2.2   Jenis-jenis Hipotiroidisme?

1.2.3   Apa Etiologi/Penyebab Hipotiroidisme?

1.2.4   Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme?

 

1.3  Tujuan

1.3.1   Mengetahui  pengertian Hipotiroidisme.

1.3.2   Mengetahui  jenis-jenis Hipotiroidisme.

1.3.3   Mengetahui  penyebab Hipotiroidisme.

1.3.4   Mengetahui  asuhan keperawatan Hipotiroidisme.

 

1.4  Manfaat

1.4.1   Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan perawatan Hipotiroidisme.

1.4.2   Dengan melakukan pembutan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Hipotiroidisme.

 

 BAB II

PEMBAHASAN

 2.1   Konsep Medis

2.1.1   Definisi

Hipotiroidisme adalah suatu atau beberapa kelainan structural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormone-hormone tiroid menjadi isufisiensi (Haznam, M.W, 1991: 149).

Hipotiroidisme merupakan kelainan yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid (Ranakusuma, B, 1992:35).

Hipotiroidisme adalah suatu keadaan hipometabolik akibat defisiensi hormone tiroid yang dapat terjadi pada setiap umur (Long, Barbara.C, 1996:102).

Hipotiroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon – hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999).

Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000).

Hipotiroidisme adalah tiroid yang hipoaktif yang terjadi bila kelenjar tiroid berhenti atau kurang memproduksi hormon tiroksin (Semiardji, Gatut, 2003:14).

Jadi Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat mengakibatkan kretinisme.

2.1.2   Klasifikasi

Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :

a.  Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus

b.  Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid

c.  Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer.

Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.

2.1.3   Etiologi

Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu

a.  Hipotiroid primer

Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.

b.  Hipotiroid sekunder

Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.

c.  Hipotiroid tertier/ pusat

Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.

Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh :

  1. Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah .

b.  Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida

c.  Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen, ( Aminothiazole, tolbutamid ).

2.1.4   Patofisiologi

Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.

Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.

Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.

Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

2.1.5   Perjalanan penyakit hipotiroid terhadap KDM

 Defisiensi iodium, disfungsi hiposis, disfungsi  TRH hipotalamus.

Penekanan produksi H. Tiroid (Hipotiroidisme)

TSH merangsang Kel. Tiroid untuk mensekresi

Kel. Tiroid membesar

Menekan struktur dileher dan dada

Disfagia gangguan respirasi

Depresi ventrilasi

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS

Laju BMR lambat

GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH

Penurunan produksi panas

PERUBAHAN SUHU TUBUH (HIPOTERMI)

Kekurangan Vit. B12 dan Asam folat

Pembentukan eritrosit tidak optimal

Produksi SDM menurun

Anemia

Kelemahan

INTOLERANSI AKTIVITAS

Achlorhydria

Penurunan mortilitas tubuh

Penurunan fungsi GI

KONSTIPASI

2.1.6   Manifestasi Klinis

a.  Kulit dan rambut

ü  Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal

ü  Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal

b.  Muskuloskeletal

ü  Artralgia dan efusi synovial

c.  Kardiorespiratorik

ü  Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)

ü  Penyakit jantung iskemic

ü  Efusi pleural

ü  Dispnea

d.  Gastrointestinal

ü  Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen

ü  Obstruksi usus oleh efusi peritoneal

e.  Renalis

ü  Retensi air (volume plasma berkurang)

f.   Sistem reproduksi

ü  Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi

ü  Penurunan libido

ü  Gangguan fertilitas

g.  Metabolik

ü  Penurunan metabolic basal.

ü  Penurunan suhu tubuh.

ü  Intoleran terhadap dingin

h.  Sistem neurologi, emosi dan psikologi.

ü  Fungsi intelektual lambat.

ü  Berbicara lambat dan terbbata-bata.

ü  Gangguan memori.

2.1.7     Pemeriksaan Penunjang :

  1. Pemeriksaan kadar T3 dan T4.
  2. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun)
  3. Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan informasi yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan nodul.

2.1.8   Komplikasi

Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah

a.   Penyakit Hashimoto

Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid. Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal.

  1. Gondok Endemic

Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.

  1. Karsinoma Tiroid

Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Terapi- terapi tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

 

2.2   Konsep Keperawatan

2.2.1   Pengkajian

a.   Identitas klien

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

b.   Riwayat penyakit sekarang.

Apakah ada keluhan terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.

c.   Riwayat penyakit dahulu.

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut. Apakah dulu pernah kena penyakit yang sama atau tidak, atau penyakit lainnya.

d.   Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau tidak.

e.   Riwayat psiko-sosio

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,rasa cemas,rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.

f.    Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:

ü  Pola makan

Mengkonsumsi makanan yang kadar yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun

ü  Pola tidur

Pasien sering tidur larut malam

ü  Pola aktivitas

Pasien terlalu memforsir pekerjaan sehingga sering mengeluh kelelahan

 

2.2.2   Diagnosa Keperawatan

a.   Intoleran aktifitas.

b.   Hipotermi.

c.   Konstipasi.

d.   Ketidakefektifan Pola nafas.

e.   Nutrisi, ketidakseimbangan : Kurang dari kebutuhan tubuh.

 

2.2.3   Intervensi Keperawatan.

No.

Diagnosa Keperawatan

NOC

NIC

 

a.

 

Intoleransi Aktifitas.

Faktor yang berhubungan :

Kelelahan dan penurunan proses Kognitif.

 

  • Konservasi energi.
  • Toleransi aktivitas.
  • Perawatan diri.

Kriteria hasil :

  •  Berpatisipasi dalam aktivitas fisik.
  • Mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
 

Terapi aktivitas :

  • Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
  • Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social.
  • Bantu untuk mengidentivikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.
  • Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.
 

b.

 

Hipotermi

Faktor yang berhubungan :

Penurunan metabolisme.

 

  • Termoregulasi.
  • Tanda – tanda vital.

 Kriteria hasil :

  •  Suhu tubuh dalam rentang normal.
  • Nadi dan respirasi dalam rentang normal.
 

Pengaturan Suhu :

  • Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
  • Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
  • Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

Pemantauan tanda vital :

  • Monitor TD, nadi, suhu dan respirasi.
  • Monitor suara parau dan pola pernapasan abnormal.
  • Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
 

c.

 

 

Konstipasi

Faktor yang berhubungan :

Penurunan fungsi Gastrointestinal.

 

 

 

 

 

 

  • Hidrasi.
  • Defekasi.

Kriteria hasil :

  • Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
  • Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
  • Mengidentifikasi indikasi untuk mencegah konstipasi.
  • Feses lunak dan berbentuk.
 

Manajemen konstipasi :

  • Monitor tanda dan gejala konstipasi.
  • Monitor feses : frekuensi, konsistensi dan volume.

Kolaborasi :

  • Memberikan anjuran pemakaian obat nyeri sebelum defekasi untuk memfasilitasi pengeluaran feses tanpa nyeri.
 

d.

 

Ketidakefektifan pola napas

Faktor yang berhubungan :

Depresi ventilasi

 

  • Status respirasi : Ventilasi.
  • Status tanda – tanda vital.

Kriteria hasil :

  • Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
  • Tanda – tanda vital dalam rentang normal.
 

Manajemen jalan nafas :

  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
  • Berikan aroma terapi untuk melegakan jalan nafas.
  • Monitor pola pernapasan abnormal.
  • Monitor tanda – tanda vital.
 

e.

 

Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang  dari kebutuhan tubuh

Faktor yang berhubungan :

Lambatnya laju metabolisme tubuh.

 

 

  • Selera makan.
  • Status gizi.
  • Pengukuran biokimia.

Kriteria hasil :

  • Tidak adanya tanda – tanda malnutrisi.
  • Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal.
 

Manajemen nutrisi :

  • Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan diet seimbang.
  • Pemberian makanan dan asupan gizi untuk mendukung proses metabolic pasien yang malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap malnutrisi.
  • Membantu klien untuk makan.
  • Analisa data pasien untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi.

Manajemen/Pemantauan cairan/elektrolit :

  • Analisa data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan/elektrolit.
  • Mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolik.

 

 BAB III

PENUTUP

 3.1   Kesimpulan

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau  akibat destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital.

Hipotiroidism adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.

Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.

3.2   Saran

Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan endokrin hipotiroidsm ini diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan mengerti tentang cara pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan endokrin hipotiroidsme.

DAFTAR PUSTAKA

1.   Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi Jilid 1 tahun 2013.

4.      Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & Nanda Nic Noc edisi revisi Jilid 2 tahun 2013.

5.      Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi tahun 2012-1014.

6.      Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9 oleh Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern.

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Askep Hypospadia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.

Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.

Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

1.2    Rumusan Masalah

1.2.1   Apa yang dimaksud dengan Hipospadia

1.2.2   Apa penyebab dari Hipospadia

1.2.3   Bagaimana pengkajian pasien pada dengan Hipospadia.

1.2.4   Apa diagnosa keperawatan pasien dengan Hipospadia.

1.3    Tujuan

1.3.1   Untuk menjelaskan tentang penyakit Hipospadia.

1.3.2   Untuk menjelaskan penyebab dari Hipospadia

1.3.3   Untuk menjelaskan pengkajian pasien dengan Hipospadia.

1.3.4   Untuk menjelaskan diagnose keperawatan pasien gangguan Hipospadia.

1.4    Manfaat

1.4.1   Dapat menjelaskan tentang penyakit Hipospadia.

1.4.2   Dapat menjelaskan penyebab dari Hipospadia

1.4.3   Dapat menjelaskan pengkajian pasien dengan Hipospadia.

1.4.4   Dapat menjelaskan diagnose keperawatan pasien gangguan Hipospadia.

BAB II

LANDASAN TEORI

Konsep Dasar

2.1    Pengertian

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana uretra terbuka di permukaan bawah penis, skrotum atau peritonium. Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang

Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir.

Menurut refrensi lain definisi hipospadia, yaitu:

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).

Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

2.2    Etiologi

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

2.2.1 Gangguan dan ketidakseimbangan hormon

Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2.2.2 Genetika

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

2.2.3 Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.3    Patofisiologi

Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi agenesis pada moderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul Hypospadia.

Perkembangan urethra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu, urethra terbentuk dari penyatuan lipatan urethra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula Urethra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus urethra terbuka pada sisi ventral penis. Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glans), Korona (pada Sulkus Korona), penis (disepanjang batang penis), penuskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum) dan perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai Chordee, pada sisi ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan) ventral dari penis. Pada orang dewasa, chordec tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (Hypospadia penoskrotal) atau (perineal) menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi kriotorkidisme.

Klasifikasi Hypospadia adalah tipe glandulan (balantik) yaitu meatus terletak pada pangkal penis, tipe distal penil yaitu meatus terletak pada distal penis, tipe penil yaitu meatus terletak antara perineal dan scrotum, tipe scrotal yaitu meatus terletak di scratum, tipe perineal yaitu meatus terletak di perineal.

Komplikasi pada Hypospadia adalah infertilisasi risiko hernia inguinalm gangguan psikososial.

2.4    Manifestasi Klinis

2.4.1 Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.

2.4.2 Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.

2.4.3 Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.

2.4.4 Kulit penis bagian bawah sangat tipis.

2.4.5 Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.

2.4.6 Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.

2.4.7 Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.

2.4.8 Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).

2.4.9 Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

2.5    Klasifikasi

Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :

2.5.1 Tipe sederhana/ Tipe anterior

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

2.5.2 Tipe penil/ Tipe Middle

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

2.5.3 Tipe Posterior

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

2.6    Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.

2.7    Komplikasi

Komplikasi dari hypospadia yaitu :

2.7.1   Infertility

2.7.2   Resiko hernia inguinalis

2.7.3  Gangguan psikososial

Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

1.1     Fisik

1.1.1     Pemeriksaan genetalia

1.1.2     Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.

1.1.3     Kaji fungsi perkemihan

1.1.4     Adanya lekukan pada ujung penis

1.1.5     Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi

1.1.6     Terbukanya uretra pada ventral

1.1.7     Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage.

1.2     Mental

1.2.1     Sikap pasien sewaktu diperiksa

1.2.2     Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan

1.3     Keluarga

1.3.1     Tingkat kecemasan

1.3.2     Tingkat pengetahuan.

2.      Diagnosa Keperawatan

 

No. Diagnosa Keperawatan Intervensi NIC Hasil NOC Kriteria Evaluasi
 

1

 

Nyeri akut.

~  Pemberian analgesik untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.

~  Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif

~  Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.

~  Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologi.

~  Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.

~  Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.

~  Pasien memperlihatkan tekhnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

~  Pasien menggunakan analgesic sebagai upaya meredakan nyeri secara tepat.

~  Pasien memperlihatkan tekhnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

 

2

Resiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.

~ Membersihkan, memantau dan memfasilitasi proses penyembuhan luka.

~ Meminimalkan nenyebaran dan penularan agens infesius.

~ Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien.

~ Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait.

~ Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka.

~ Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.

~ Pasien telah memperlihatkan hygiene personal yang adekuat.

 

3

 

Defisiensi Pengetahuan sehubungan dengan perawatan setelah Operasi.

 

~ Memberikan informasi dan bimbingan tentang perawatan setelah operasi.

~ Pasien dan keluarga dapat memahami segala bimbingan/informasi yang diberikan.

~ Pasien memperlihatkan ketaatan dalam masa penyembuhan.

 

4

 

Resiko Harga diri rendah situasional.

~ Membantu pasien untuk menigkatkan penilaian tentang harga diri.

~ Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan pasien untuk meningkatkan pemecahan masalah.

~ Penilaian pribadi terhadap harga diri.

~ Respon psikososial adaptif individu terhadap perubahan bermakna dalam hidup.

~ Melaporkan perasaan berguna.

~ Mengatakan optimisme terhadap masa depan.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada genitalia eksterna yang relatif sering terjadi, kira-kira pada 3 diantara 1000 kelahiran anak laki-laki. Hipospadia dapat terjadi sebagai kelainan yang terbatas pada genitalia externa saja atau sebagai bagian dari kelainan yang lebih kompleks seperti intersex. Berbagai teknik dan modifikasi untuk rekonstruksi terhadap hipospadia telah banyak dilakukan. Karena dalam dan banyaknya pengetahuan mengenai hipospadia, Dr. John W Duckett Jr., mendefinisikan hipospadiology sebagai suatu ilmu yang meliputi seni dan pengetahuan mengenai koreksi pembedahan terhadap hipospadia

3.2 Saran

3.2.1   Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan

3.2.2    Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.

3.2.3    semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/127387867/92048088-ASKEP-HIPOSPADIA-2010

Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 9 oleh Judith M. Wilkinsos, Nancy R dan Ahern

Buku Diagnosis keperawatan Definisi dan klasifikasi Nanda Internasional 2013-2014

Rencana asuhan keperawatan edisi 3 oleh Marilnn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geissler.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Makalah Askep TB Renal

BAB I

PENDAHULUAN

  1. 1.      1 LATAR BELAKANG

Tuberculosis ( TBC ) adalah suatu infeksi kronik, akut atau sub akut yang disebabkan oleh mikobakterium tuberculosis yang bersifat tahan asam, anaerob dan merupakan basil gram posistif. Yang umumnya menyerang struktur alveolar paru-paru.

Tuberculosis (TBC) disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu micobakterium tuberculosis. Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4µ x 0,2-0,5µm, bentuknya seragam, tidak berspora, dan tidak bersimpati. Pada makalah ini akan di bahas konsep dasar penyakit serta konsep dasar asuhan keperawatan pada TB khususnya pada TB Renal yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

 

1        2  RUMUSAN MASALAH

1)      Apa yang dimaksud dengan Tuberculosis renal

2)      Apa penyebab dari Tuberculosis renal

3)      Bagaimana pengkajian pasien pada dengan Tuberculosis renal

4)      Apa diagnosa keperawatan pasien dengan Tuberculosis renal

 

1        3 TUJUAN

1)      Untuk menjelaskan tentang penyakit Tuberculosis renal

2)      Untuk menjelaskan penyebab dari Tuberculosis renal

3)      Untuk menjelaskan pengkajian pasien dengan Tuberculosis renal

4)      Untuk menjelaskan diagnose keperawatan pasien gangguan Tuberculosis renal

BAB II

LANDASAN TEORI

            KONSEP DASAR

  1. 2.      1. PENGERTIAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama di kenal pada manusia, (Amin, Zulkifli, etal.2006). Tuberkulosis  adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, (Smeltze, Suzanne C, et al. 2005). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, (Price, Sylvia A, et al, 2005). Tuberculosis paru merupakan penyakit kronik, menular yang disebabkan oleh M.tuberculosa. (Robbins, Stanley L, et al, 1999).

TBC Renal merupakan penyakit infeksi yang menyerang organ tubuh pada Renal dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri , 2009). Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan tuberculosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ , termasuk Renal dengan gejala sangat bervariasi.

Sedangkan Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme mikrobakterium tuberkulosa.  Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama bertahun-tahun.

 

  1. 2.      2. ETIOLOGI

TBC disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosis. M. tuberculosis termasuk familie mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, yang salah satu spesiesnya adalah M. tuberculosis. M. tuberculosis yang paling berbahaya pada manusia adalah type humanis. sejenis kuman berbentuk batang. Basil TBC mempunyai dinding sel lipid (lemak), sehingga tahan asam, Oleh karena itu, kuman ini disebut pula basil Tahan asam (BTA). Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob.

Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme mikrobakterium tuberkulosa.  Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama bertahun-tahun.

 

  1. 2.      3. PATOFISIOLOGI

Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainya (lobus atas).

System imun berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. (Smeltzer, Suzanne C, et al.2001)

 

  1. 2.      4. TANDA DAN GEJALA

1)      Tanda :

v  Penurunan berat badan

v  Anoreksia

v  Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.

2)      Gejala :

Gejala dari jenis tuberculosis pada renal ini adalah awalnya gejala tuberculosis renal adalah ringan, disertai :

v  Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.

v  Malaise

Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

v  Hematuria (adanya darah dalam urin) dan piuria

Menandakan bahwa sudah terganggunya fungsi ginjal dalam hal ini terganggunya system filterisasi ginjal.

v  Nyeri, disuria dan sering berkemih yang terjadi adalah akibat keterlibatan kandung kemih..  

v  Nyeri bagian abdomen

Timbul bila peradangan sudah sampai ke ginjal.

 

  1. 2.      5. JENIS-JENIS TUBERCULOSIS (CROFTON, JOHN, ET AL. 2002)

1)      Tuberculosis pada saluran nafas bagian atas : epiglottis. Laring, faring

Hampir semua tuberculosis pada saluran pernapasan bagian atas merupakan komplikasi dari penyakit paru. Akan tetapi, infeksi melalui peredaran darah kadang-kadang dapat menyebabkan tuberculosis laring. Dan sering salah didiagnosis, sebagai kanker laring . epiglottis sering terlibat pada tuberculosis laring. Faring juga mungkin terkena. Gejala yang terdapat pada tuberculosis pada saluran nafas bagian atas : pasien mungkin mengalami batuk dan  mengeluarkan sputum selama beberapa saat, karena penyakit TB pada laring paling sering  terjadi pada tuberkulosiss paru yang lanjut, mungkin juga terdapat penurunan berat badan, suara serak dan perubahan suara, menjadi suara bisikan yang basah, rasa nyeri pada telinga, rasa nyeri pada saat menelan biasanya menandakann bahwa epiglottis juga terkena, rasa nyeri mungkin sangat hebat, pada keadaan penyakit yang lanjut pada lidah mungkin dapat ulkus-ulkus, pada pemeriksaan terlihat ulserasi pada pita suara atau pada bagian lain saluran nafas atas.

2)      Tuberculosis pada mulut, tonsil dan lidah

Tuberculosis pada mulut sangat jarang, biasanya terjadi pada gusi. Terlihat sebagai pembengkakan yang tidak begitu nyeri yang sering kali disertai ulkus. Oleh karena hal ini biasanya merupakan lesi primer, sering kali terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional, keadaan ini dan juga lesi pada tonsil, ang biasanya mirip, biasanya disebabkan oleh susu yang terinfeksi, atau mungkin oleh makanan atau droplet dari udara. Lesi pada tonsil mungkin tidak terlihat jelas secara klinis. Lesi pada lidah biasanya merupakan akibat sekunder dari tuberculosis paru yang lanjut. Lesi ini sering kali disertai ulkus dan mungkin sangat nyeri. Kelainan ini cepat mengalami perbaikan dengan kemoterapi.

3)      Tuberkulosis Meningitis

Tuberkulosis meningitis tetap merupakan maslah utama dan merupakan penyebab kematian penting dibeberapa Negara. Micobakterium tuberculosis tipe human sekarang merupakan penyebab dari sebagian besar tuberculosis meningitis, tetapi mikobakteria opertunistik mungkin menjadi penyebab penyakit ini pada pasien AIDS. Gejala yang terdapat pada tuberculosis meningitis adalah biasanya terdapat riwayat sakit yang menyeluruh selama 2 sampai 8 minggu, rasa lelah, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun dan demamm ringan.

4)      Tuberkulosis pada pericardium 

Penyakit ini jarang terjadi dibanyak tempat di dunia dan relative umum terjadi dibeberapa tempat, khususnya bila infeksi HIV tersebar luas. Gejala yang terdapat pada tuberculosis pericardium adalah perikarditis kering tampak dari : nyeri mendadak yang terasa lebih ringan dengan duduk condong kedepan. Friction rub yang terdengar dengan stetoskop pada jantung dan mengikuti bunyi jantung. Pada pada gelombang EKG, didapatkan perubahan gelombang T di banyak tempat. Bila terjadi efusi pericardial, gejala-gejala klinisnya adalah sesak nafas pada kegiatan fisik, denyut nadi cepat, tekanan darah rendah, pericardial, gejala-gejala klinisnya adalah sesak nafas pada kegiatan fisik, denyut nadi cepat, tekanan darah rendah, pembesaran hati, demam.

5)      Tuberkulosis Kelenjar getah bening

Tuberkulosis kelenjar getah bening pada orang dewasa sama dengan tuberculosis kelenjar getah bening pada anak. Namun ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Pada orang dewasa kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening mungkin berkaitan dengan karsinoma yang berasal dari karsinoma primer didaerah sekitarnya.

6)      Tuberkulosis tulang dan sendi

Kuman tuberculosis dapat menyebar dari kompleks primer ke tulang atau sendi manapun. Resiko kejadian tersebut semakin besar pada anak dengan usia muda. Kebanyakan dari tuberculosis tulang dan sendi terjadi dalam waktu 3 tahun sesudah terjadinya infeksi pertama, tetapi dapat  juga timbul lebih lama sesudahnya. Yang sering terkena tulang belakang, kemudian pinggul, lutut serta tulang kaki sedangkan tulang lengan atau tangan lebih jarang terkena. Tanda dan gejala yang terdapat pada tuberculosis tulang dan sendi adalah : gejala pertama terasa nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut, anak atau orang dewasa yang sakit enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Nyeri akan berkurang jika beristirahat.

7)      Tuberkulosis ginjal dan saluran kemih

Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme mikrobakterium tuberkulosa.  Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama bertahun-tahun. Gejala dari jenis tuberculosis ini adalah awalnya gejala tuberculosis renal adalah ringan, biasanya disertai sedikit demam di sore hari, kehilangan berat badan, keringatan malam, nafsu makan hilang dan malese umum.  Hematuria dan piuria dapat terjadi. Nyeri, disuria dan sering berkemih yang terjadi adalah akibat keterlibatan kandung kemih. Pembentukan rongga dan pengapuran dapat di jumpai pada pemeriksaan utogram intravena.  

8)      Tuberculosis pada alat kelamin wanita

Jenis ini merupakan terjadi akibat penyebaran dari infeksi primer melalui predaran darah. Penyakit ini mengenai endometrium dan tuba falopi.gejalanya adalah infertilitas, nyeri pada perut bagian bawah atau panggul, rasa lelah, pembentukan abses pada tuba fallopi, kehamilana diluar kandungan.

9)      Tuberkulosis pada alamat kelamin pria

Prostat, vesikula seminalis dan epididimis dapat terkena tersendiri atau bersama-sama. Infeksi dapat berasal dari aliran darah atau dari ginjal melalui saluran kemih. Gejalanya adalah epididmis membesar dan menjadi keras serta kasar., dimulai dari bagian atasnya. Biasanya hanya sedikit bengkak. Epididmitis tuberkulosa akut sangat membengkak dan nyeri. Lesi pada epididimis dapat menjadi abses, melibatkan kulit dan memecah menjadi lubang. Prostat mungkin terasa kasar.

10)  Tuberkulosis usus

Pasien tuberculosis paru menelan sputumnya. Kuman TB dalam sputum akan menginfeksi dinding usus dan menimbulkan ulserasi. Infeksi dapat menyebar ked ala  rongga abdomen dan menyebabkan asites. Gejalanya adalah berat badan menurun, nafsu makan berkurang, nyeri perut, adanya masa dalam abdomen, batuk.

11)  Tuberculosis  Mata

Jenis ini menyerang lebih sering daripada yang di duga. Kuman dapt tertanam di bawah kelopak mata melalui debu atau dari batuk orang  yang terinfeksi, atau mencapai mata melalui aliran darah berasal dari focus primer atau tempat lain. Selain itu terasa nyeri hebat, yaitu konjungtivitis fliktenula yang tidak diakibatkan oleh infeksi langsung, tetapi kemungkinan terjadi akibat sensitivitas terhadap tuberculin yang dihasilkan dari lokasi primer pada paru atau lokasi lain. 

12)  Tuberkulosis kulit dan jaringan ikat

Tuberkulosis kulit tidak sering terjadi tetapi diagnosis penyakit ini sering terlewatkan. Ada beberapa kelainan kulit yang disebabkan oleh tuberculosis yaitu lesi primer : kuman dapat memasuki kulit melalui luka teriiris atau lecet yang baru.  Kemudian secara berlahan selama beberapa waktu akan pecah dan membentuk ulkus yang dangkal. Eritema Nodosum: merupakan keadaan hipersensitivitas terhadap tuberculin. Lesi Millier : jarang terjadi, tetapi munkin menjadi lebih sering pada paisen dengan infeksi HIV dan tuberculosis. Ulkus pada mulut, hidung dan anus : biasanya terjadi pada pasien tuberculosis lanjut. Lupus Vulgaris : kelainan ini biasanya menmgenai kepala dan leher. Biasanya terjadi pada hidung dan menjalar ke pipi. Timbul benjolan seperti keli, kadang terjadi ulserasi. 

 

  1. 2.      6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Croflon, John, et al. (2002) mengajukan beberapa jenis pemeriksaan untuk menegakkan diagnose tuberculosis renal pada orang dewasa yaitu Pemerisaan dahak pada sediaan langsung :

a)      Pemeriksaan dilakukan dengan metode pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) atau dipusat-pusat kesehatan yang lebih lengkap dengan menggunakan sinar ultraviolet.

b)      Biakan dahak dapat meningkatkan jumlah yang positif, tetapi mungkin memerlukan 4-8 minggu sebelum anda mendapat hasilnya.

c)      Tes resintesi obat hanya dapat dilakukan di laboratium khusus

d)     Cairan lambung (sering diambil pada “lavemen” atau “cuci lambung”)

e)      pemeriksaan utogram intravena. Untuk melihat adanya pembentukan rongga dan pengapuran di ginjal/kandung kemih

f)       Pemeriksaan Lab untuk melihat adanya Basil TB dalam darah. Biasanya pasien ini mendapatkan basil TB lewat tranfusi darah.

  1. 2.      7. PENATALAKSANAAN

a)      Penyuluhan

b)      Pencegahan

c)      Pemberian obat-obatan :

  • OAT (obat anti tuberkulosa) :
  •  OBH
  • Vitamin

d)     Konsultasi secara teratur

 

ASUHAN KEPERAWATAN

  1. 1.      PENGKAJIAN

1)      Pola aktifitas dan istirahat :

Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat pada malam hari

2)      Pola Nutrisi :

Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun

3)      Respirasi :

Batuk produktif (pada tahap lanjut), Nyeri abdomen.

4)      Riwayat Keluarga :

Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama (penyakit yang sama)

5)       Riwayat lingkungan :

Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.

6)       Aspek Psikososial :

  • Merasa dikucilkan
  •  Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
  • Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
  • Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang bayak.
  • Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
  • Tidak bersemangat, putus harapan.

7)      Riwayat Penyakit sebelumnya :

  • Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
  • Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
  • Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out)

8)      Pendidikan pasien dan keluarga :

  • Informasikan pada pasien dan keluarga  efek obat deuretik yang maksimal mungkin tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue untuk 2-3 hari setelah obat dihentikan.
  • Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering terjadi pada pasien dengan serosis berat.
  •  Umumnya pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari makanan yang tinggi potasium dan garam.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :

1)      Nyeri akut

2)      Defisiensi pengetahuan

3)      Nkutrisi, etidakseimbangan kurang dari kebutuhan tubuh

  1. 2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

No

Diagnosa Keperawatan

Intervensi NIC

Hasil NOC

Kriteria Evaluasi

1.

Nyeri akut

~pemberian analgesic untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri

~memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif

~meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat di terima pasien

~tindakan individu untuk mengendalikan nyeri

~keparahan nyeri dapat diamati dan dilaporkan

 

~pasien memperlihatkan pengendalian nyeri yang di buktikan oleh indicator

~pasien menggunakan analgesic dan non analgesic untuk meredakan nyeri secara tepat

~pasien melaporkan nyeri kepada petugas kesehatan

2.

Defisiensi pengetahuan

~membantu pasien memahami informasi yang berhubungan dengan proses penyakitnya

~mencegah dan melakukan deteksi dini infeksi pada pasien beresiko

~menganalisa factor risiko potensial, menetukan risiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi yang menurunkan risiko individu atau kelompok

~Tingkat pemahaman yang di tunjukan tentang proses penyakit, perilaku kesehatan serta pengendalian infeksi

~pasien dan keluarganya  menyatakan memahami tentang proses penyakit, prognosis dan program pengobatan

~pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar

3.

Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh

~mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi

~pemberian makanan dan cairan untuk mendukung proses metabolic pasien yang malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap malnutrisi

~memfasilitasi pencapaian berat badan

 

~keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang dalam menjalani pengobatan

~tingkat ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan metabolic

~tingkat kesesuaian berat badan, otot dan lemak dengan tinggi badan, rangka tubuh, jenis kelamin dan usia

~adanya peningkatan bearat badan

~berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

~mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

~tidak adanya malnutrisi

 

BAB III

PENUTUP

  1. 3.      1 KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama di kenal pada manusia, (Amin, Zulkifli, etal.2006). Tuberkulosis  adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, (Smeltze, Suzanne C, et al. 2005). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, (Price, Sylvia A, et al, 2005).

Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme mikrobakterium tuberkulosa.  Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama bertahun-tahun. Gejala dari jenis tuberculosis ini adalah awalnya gejala tuberculosis renal adalah ringan, biasanya disertai sedikit demam di sore hari, kehilangan berat badan, keringatan malam, nafsu makan hilang dan malese umum.  Hematuria dan piuria dapat terjadi. Nyeri, disuria dan sering berkemih yang terjadi adalah akibat keterlibatan kandung kemih.

 

  1. 3.      2 SARAN

3.2.1    Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan

3.2.2        Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.

3.2.3        semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum terbuka.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

ü  Http://syuhadapunya.blogspot.com/2012/11/pegertian-TB.html

ü  http ://asuhan keperawatanonline.blogspot.com

ü  Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 9 oleh Judith M. Wilkinsos, Nancy R dan Ahern

ü  Rencana asuhan keperawatan edisi 3 oleh Marilnn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geissler.

                       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Askep Leukemia

ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA

 

1.         Pengkajian

             Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.

1.1       Identitas Pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, diagnosa medis, dan lain-lain.

1.2       Identitas penanggungjawab, meliputi nama, umur,pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.

1.3       Riwayat Kesehatan Sekarang

             Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.

1.4       Riwayat penyakit

             Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat.Kaji adanya tanda-tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).

1.5       Riwayat Kesehatan Keluarga

             Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot.

1.6       Riwayat kebiasaan sehari-hari

             Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.

1.7       Riwayat psikososial

1.7.1   Psikologi

            Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap penyakit yang diderita.Klien sangat membutukan dukungan dari keluarga dan perawat.

1.7.2   Sosial Ekonomi

            Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun dengan tetangga disekitar rumahnya dengan adanya keluarga dan tetangga yang membesuk serta klien hidup dalam keadaan ekonomi yang sederhana.

1.8       Data Obyektif

1.8.1   Aktivitas

Gejala : Kelelahan, kelemahan, terasa payah, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasa.

Tanda : Kelelahan otot Peningkatan kebutuhan tidur, Somnolen.

1.8.2   Sirkulasi

Gejala : Palpitasi

Tanda : Takikardi, mur-mur jantung, Kulit dan mukosa pucat, Defisit saraf kranial dan / atau tanda pendarahan serebral.

1.8.3   Eliminasi

Gejala : Diare, nyeri tekan perianal, nyeri, Darah merah terang pada tisu, feses hitam, Darah pada urine, penurunan keluaran urine.

1.8.4   Integritas Ego

Gejala : Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.

Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, Perubahan alam perasaan, kacau.

1.8.5   Makanan / Cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, anorexia, muntah, Perubahan rasa / penyimpangan rasa, Penurunan berat badan, Faringitis, disfagia.

Tanda : Distensi abdomen, penurunan bunyi usus, Splenomegali, hepatomegali, ikterik, Stomatitis, ulkus mulut, Hipertrofi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).

1.8.6   Neurosensori

Gejala : Kurang / penurunan koordinasi, Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi kurang konsentrasi, Pusing ; kebas, kesemutan, parestesia.

Tanda : Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.

1.8.7   Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri tulang / sendian, nyeri tekan sterna, kram otot.

Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah, focus pada diri sendiri.

1.8.8   Pernapasan

Gejala : Nafas pendek dengan kerja minimal.

Tanda : Dispnea, takipnea, Batuk, Gemericik, ronki, Penurunan bunyi nafas.

1.8.9   Keamanan

Gejala : Riwayat infeksi saat ini / dahulu ; jatuh. Gangguan penglihatan / kerusakan, Perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma minimal.

Tanda : Demam, infeksi, Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan pada gusi, epistaksis, Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan), Papiledema dan eksoptalmus, Infiltrat leukemik pada dermis.

1.8.10           Seksualitas

Gejala : Perubahan libido, Perubahan aliran menstruasi, menoragia, Impoten.         

1.9       Pemeriksaan Fisik

1.9.1   Keadaan Umum tampak lemah

Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.

1.9.2   Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : dbn

Nadi : Dbn

Suhu : meningkat jika terjadi infeksi

RR : Dispneu, takhipneu

1.9.3   Pemeriksaan Kepala Leher

Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan gusi

Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.

1.9.4   Pemeriksaan Integumen

Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.

1.9.5   Pemeriksaan Dada dan Thorax

–     Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.

–     Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada

–     Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

–     Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

1.9.6   Pemeriksaan Abdomen

–     Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.

–     Perkusi tanda asites bila ada.

1.9.7   Pemeriksaan Ekstremitas

Adakah cyanosis kekuatan otot.

1.10        Pemeriksaan penunjang

Data laboratorium pada klien dengan leukemia :

–    Anemi normokrom normositer

–    Leukosit >15.000/mm3(5000-10000/ mm3)

–    Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang pada kromosom 6, 11

–    Hb : 7,3  mg / dl ( N : 12.0 – 16.0 g/dL).

–    Trombosit      : 100.000 (150.000-400.000/mm3)

–    SDP : 60.000/cm (50.000)

–    PT/PTT : memanjang

–    Copper serum : meningkat

–    Zink serum : menurun

 

2.         Penyimpangan KDM

 

Sel mesenkim

Stem cell, sel retikuler

Sumsum tulang

Jar. mieloid

Sel blast

(mieloblast)

Proliferasi SDP immatur

Mekanisme imun terganggu

Akumulasi

Hematopoesis terganggu

Hati

risiko infeksi

tulang

Limpa

infiltrasi

SSP

Prod. SDM terganggu

Trombositopenia

Anemia

Pembekuan terganggu

Perdarahan spontan

Risiko syok hipovolemik

hepatomegali

Nyeri tulang

Sist. Neurologis terganggu

Nyeri tekan

limpadenopati

Ggn. nutrisi

Sakit kepala, nausea, diplopia, penglihatan kabur

Risiko injury

Suplai O2 ke jaringan menurun

Pucat, lesu, dispnea, letargi,

Ggn. Pola nafas

Gangguan kehilangan cairan hipovolemik

 

3.         Diagnosa Keperawatan

             Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331). Asuhan Keperawatan menurut Nanda, sebagai berikut :

3.1       Resiko infeksi.

3.2       Resiko cedera.

3.3       Kekurangan Volume cairan.

3.4       Gangguan Nutrisi.

3.5       Nyeri akut.

3.6       Gangguan fungsi hati.

3.7       Duka cita.

4          Rencana keperawatan

             Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.

Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L,2004)

4.1       Resiko infeksi.

Tujuan/Kriteria Evaluasi

Pasien dan keluarga akan :

~    Terbebas dari tanda dan gejala Infeksi.

~    Memperlihatkan Higiene personal yang adekuat

~    Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun dalam batas normal.

~    Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.

~    Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan pemantauan.

Intervensi NIC

~    Meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius.

~    Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko.

~    Mengumpulkan, menginterprestasi dan menyintesis data secara terarah dan kontinu untuk mengambil keputusan di Komunitas.

Rasional.

~    Melindungi dari sumber potensial patogen/infeksi. Catatan : Supresi sum sum tulang berat, neutropenia, dan kemoterapi menempatkan pasien pada resiko besar untuk infeksi.

~    Mencegah kontaminasi silang/menurunkan risiko infeksi.

~    Meningkatkan kebersihan, menurunkan resiko absesperinal, meningkatkan sirkulasi dan penyembuhan.

~    Penurunan jumlah SDP normal/matur dapat diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapi, melibatkan responimun dan peningkatan risiko infeksi.

 

4.2       Resiko cedera.

Tujuan/Intervensi Evaluasi

Pasien akan :

~    Mempersiapkan lingkungan yang aman. (misalkan, merapikan kondisi yang berantakan dan tumpahan, memasang pagar tangga, dan menggunakan tikar karet, serta susur tangan di kamar mandi)

~    Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera.

~    Menghindari cedera fisik.

Intervensi :

~    Membantu dan menerima dan mempelajari metode alternatif agar dapat hidup dengan penurunan kemampuan melihat.

~    Memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi keamanan.

~    Mempraktekan tindakan kewaspadaan khusus bersama pasien yang beresiko terhadap cedera akibat terjatuh.

4.3       Kekurangan volume cairan

Tujuan/Kriteria Evaluasi

~    Memiliki hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal untuk pasien.

~    Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan.

~    Tidak mengalami haus yang tidak normal.

~    Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbamng dalam 24 jam.

~    menampilkan hidrasi yang baik(membran mukosa lembab, mampu berkeringat)

~    Memiliki asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat.

Intervensi

~    Mengumpulkan dan menganilisis data pasien untuk mengatur keseimbangan elektrolit.

~    Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal atau yang tidak diharapkan.

~    Mengatur dan dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit.

~    Mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan.

Rasional

~    Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia(perdarahan/dehidrasi)

~    Supresi sumsum tulang dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko perdarahan spontan tak terkontrol.

~    Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan meningkatkan risiko perdarahan meskipun trauma minor.

~    Bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm (sehubungan dengan proliferasi SDM dan/atau supresi sumsum tulang sekunder terhadap obat antineoplastik), pasien cenderung perdarahan spontan yang mengancam hidup. Penurunan Hb/Ht indikatif perdarahan (mungkin samar)

~    Memperbaiki/menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah/mengobati perdarahan.

4.4       Gangguan Nutrisi.

Tujuan/Kriteria Evaluasi

Pasien akan :

~    Mengetahui adanya faktor risiko dan mengkomsumsi diet yang seimbang.

~    Mampu untuk mempersiapkan mengingesti makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.

~    Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

      Intervensi
~    Membantu menyediakan asupan makanan dan cairan dengan diet seimbang.

~    Pemberian makanan dan cairan untuk mendukung proses metabolik pasien yang malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap malnutrisi.

~    Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi.

~    Membantu individu untuk makan.

~    Memfasilitasi percapaian kenaikan berat badan.

4.5       Nyeri akut.

Tujuan/Kriteria Evaluasi

Pasien akan :

~    Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

~    Melaporkan nyeri pada penyedia layanan kesehatan

~    Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara tepat.

~    Tidak mengalami gangguan dalam frekwensi pernapasan, frekwensi jantung, atau tekanan darah.

Intervensi

~    Menggunakan agens – agens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.

~    Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif.

~    Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.

~    Memudahkan pengendalian pemberian                dan pengaturan analgesik oleh pasien.

Rasional

~    Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang/sendi

~    Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat

~    Membantu manajeman nyeri dengan perhatian langsung

4.6       Gangguan Fungsi Hati.

Tujuan/Kriteria Evaluasi

Pasien akan :

~    Menyatakan tidak nyeri dikuadaran kanan atas abdomen.

~    Memiliki karakteristik feses normal. (coklat, tidak ada darah atau mukus)

~    Memiliki tanda vital yang stabil.

Intervensi :

~    Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan dengan proses penyakit tertentu.

~    Mengumpulkan dan menganalisis data mengenai status kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi.

4.7       Duka cita.

Tujuan/Kriteria Evaluasi

Pasien dan keluarga akan :

~    Menunjukkan kemampuan untuk membuat keputusan yang bermanfaat tentang kehilangan yang dirasakan

~    Mengungkapkan pikiran, perasaan dan kepercayaan spiritual tentang kehilangan.

~    Menyatakan secara verbal ketakutan dan kekhawatiran tentang potensial kehilangan.

~    Mengungkapkan perasaan tentang produktivitas, kebergunaan, keberdayaan dan optimisme

Intervensi :

~    Mempersiapkan pasien untuk menghadapi krisis perkembangan dan/atau situasional yang diantisipasi.

~    Memperbaiki secara sadar dan tidak sadar serta sikap pasien terhadap tubuhnya sendiri.

~    Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan atau ancaman yang mengganggu pemenuhan tuntutan dan peran dalam kehidupan.

~    Memberikan penenangan, penerimaan dan dorongan selama periode stres.

~    Meningkatkan ikatan dan kesatuan keluarga.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Buku saku Diagnosa keperawatan Edisi 9 Judith M. Wilkinson, PhD, ARNP, RN dan Nancy R. Ahern, Phd, RN
  2. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012-2014
  3. Kamus saku kedokteran Dorland edisi 28
  4. Buku rencana asuhan keperawatan edisi 3, Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler
  5. http://mocos-87.blogspot.com/p/askep-leukimia.html

2.         http://nurse-poltekkes.blogspot.com/2012/03/askep-leukemia.html

3.         http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-leukimia/

4.         http://silviahidayantiaskep.blogspot.com/2012/04/askep-leukemia.html

5.         http://kartikareinkarnasi.blogspot.com/2011/12/askep-leukimia-terbaru.html

6.         http://deningccellonista.wordpress.com/2012/01/12/askep-leukimia/

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar